Haha,, hampir sama
seperti status di facebook. Saya pun
ingin update mengenai refleksi apa yang saya dapat Jumat kemarin dari POB.
Banyak teori mengenai Organisasi Belajar (selanjutnya saya singkat jadi OB, bukan
Office Boy loh yaa J ).
Tapi inti semua teori itu toh sama saja kan? OB adalah organisasi yang belajar
titik. Tapi belajar seperti apa? Bagaimana organisasi tersebut dikatakan sudah
belajar?? Apa cirinya? Biasanya pertanyaan itu yang muncul setelah membaca
kalimat itu. Kembali ke definisi belajar: “ Merupakan perubahan tingkah laku yang menetap dan terjadi secara terus menerus secara sadar, dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa.”
Intinya belajar
itu merupakan sebuah perubahan dan terjadi secara terus-menerus. Ibaratnya, ia
merupakan sebuah siklus berbentuk lingkaran yang tak ada ujungnya. Belajar
sepanjang hayat, hanya kematian yang dapat menghentikannya. Wuiihh,,,hebat
yaa!!
Organisasi itu
dikatakan belajar apabila ia selalu menyesuaikan diri dengan isu-isu perubahan
di sekitarnya. Lalu ia selalu memperbaharui dirinya ke arah lebih baik,
analoginya seperti seorang hamba yang selalu bertobat. Contoh yang paling mudah
dapat dilihat pada perbedaan antara organisasi pemerintahan dan swasta. Sangat
berbeda jauh bukan? Penghargaan atas sebuah kinerja yang profesional akan lebih
terasa di badan-badan swasta dibandingkan pemerintahan. Hampiir semua lembaga
pemerintahan sama saja, “Lo mau dateng pagi, lembur, capek, kerjaan banyak,
SAMA AJA gaji lo dengan mereka yang cuma numpang ngopi, sekedar absen, kerja ga
jelas”.
Uupps,,saya Cuma
mengungkapkan saja loohh,, mama saya yang PNS soalnya bilang begitu, hehe. Tapi
coba liat kalo di swasta, dateng telat aja udah potong gaji. Kerja ga sesuai
target dah dapet SP. Tapi kalo disiplin, berprestasi, penghargaan juga ga
tanggung-tanggung. Ada promosi jabatan
atau sekedar hadiah insentif.
Udah banyak yang
tahu tentang konsep OB ini, tapi kebanyakan organisasi cuma ngejadiin sekedar
wacana aja, tanpa mengaplikasikannya. Tanya kenapa?? Kalo menurut saya sii,,
mungkin karena SDM kita yang tingkat HDI (Human Development Index)-nya saja
masih kurang, sehingga untuk mengaplikasikan konsep tersebut masih rada susah.
Karena namanya juga sistem, kalo mengubah sebuah komponen aja, pasti akan
berdampak ke lainnya. Begitu juga apabila ada satu komponen aja yang tidak
menjalankan fungsinya dengan benar, pasti akan menghambat kelancaran semuanya.
Kebanyakan organisasi di Indonesia ini mempekerjakan karyawan yang “bermental
dijajah”. Hanya manut manut aja sama kata atasan, sehingga menutup ruang
pribadi mereka untuk kreatif dan inovatif. Tidak jarang pula yang kerja cuma
sebatas “biar ga diomelin atasan”.
Padahal esensinya kerja itu kan kehormatan, aktualisasi, amanah serta
pengabdian diri mereka bagi diri mereka pada khususnya dan lingkungan serta
masyarakat sekitar mereka pada umumnya. Sebegitu sulitnyakah untuk THINK OUT OF
THE BOX??
Eh,, eh,, tapi
ada yang mengganjal di benak saya nih,, yang namanya organisasi pasti terkait
dengan kebijakan dan birokrasi dong yaa. Nah keseringan saya itu
menemukan/melihat faktor terbesar dalam perkembangan sebuah organisasi itu ada
di sana. Banyak yang ingin menerapkan konsep OB, namun terhalang karena birokrasi
yang ada, dan akhirnya membuat organisasi tersebut tak berdaya, tak kuasa
melawan kebijakan yang sudah diciptakan. Lantas kalau begini, bagaimana dong
cara organisasi melawan kebijakan/birokrasi yang menghambat kelancaran mereka??
Adakah yang bisa memberikan jawaban yang memuaskan?? Heheh..segitu dulu deh
refleksi saya,, sekedar wacana aja. Sekedar bacaan di kala minum kopi atau
ngeteh. (^_^)
ISKA META FURI
1215076071
No comments:
Post a Comment