Pages

27 August, 2018

[Review buku] Teman tapi menikah

Judul: #temantapimenikah
Penulis: Ayudia bing slamet, Ditto percussion
Penerbit: Elex Media Komputindo
Dimensi: 212 hlm, cetakan VI Februari 2017
ISBN: 9786020290508

Tiga belas tahun sahabatan, putus nyambung pacaran dengan orang lain. Tanpa disadari sejak dulu Ditto konsisten ingin menjadikan Ayu #teman hidupnya. Meski berkali ia berkilah tidak ingin merusak #persahabatan mereka, dan memilih memendam #rasa pada satu-satunya wanita yang ia harapkan menjadi masa depannya.

Hingga tiba mereka berdua di titik jenuh, bosan pacaran, akhirnya Ditto mengaku bahwa ia ingin menikahi Ayu.

Lika-liku persahabatan dari SMP yang terasa mengalir, hingga membuahkan #karya novel berdua ini yang saya suka. Sampai teringat dua sahabat saya yang nyata, semoga ga pakai pacaran, langsung nikah juga ya. Irinya saya, kisah hidup bisa jadi karya loh, meski nyata jadi fiksi: novel. Bisa gak ya, kisah saya juga kayak gini hehe.

Hastagnya nyeleneh lucu #jodohdidekatkita dan lebih enak #hamilintemensendiri pas udah halal!

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Sahabat adalah teman hidup terbaik. Ingat jodoh di dekat kita. Bosan itu pasti, tapi ingat... Kami TIDAK AKAN PERNAH PERGI dan SALING MENINGGALKAN!" (H.8)

"Waktu berjalan dengan cepat bagi siapa pun yang menikmatinya. Untuk orang yang merasa tidak menginginkan hal yang ia miliki saat ini, mungkin waktu terasa berjalan sangat lambat." (H.105)

"Mana ada dua orang cewek dan cowok bisa bersahabat tanpa salah satu dari mereka punya perasaan lebih? Rasanya mustahil." (H.140)

"Selama dan sejauh apa pun mereka terpisah, pada akhirnya mereka akan bertemu lagi di satu titik yang sama. Mungkin inilah yang dinamakan takdir." (H.176)

"Sejak mereka resmi jadi pasangan, suaminya tidak segan membagi ceritanya lewat media sosial. Katanya, biar orang-orang di luar sadar, kalau jodoh mereka bisa aja sahabatnya sendiri selama ini. Ya, mungkin orang lain butuh untuk mengetahui kisah mereka, agar bisa sedikit menyadari bahwa terdapat kemungkinan jodoh mereka ada di diri sahabatnya sendiri." (H.197)

#reviewbuku

Meta morfillah

26 August, 2018

FIQH DAKWAH - KAIDAH 7: SERULAH MANUSIA SESUAI KADAR AKAL DAN PEMAHAMAN MEREKA

FIQH DAKWAH - KAIDAH 7: #SERULAH #MANUSIA #SESUAI #KADAR #AKAL DAN #PEMAHAMAN MEREKA

Ada 2 cara berdakwah:
menggunakan #hikmah (tutur kata) dan #mauizah #hasanah (penyampaian)

Jangan bicara sesuatu yang objek dakwah belum sampai akalnya di situ. Kecuali saat ada fitnah, untuk menjelaskan.

Sudah menjadi hak, kebaikan harus disampaikan, tapi ada kalanya juga tidak perlu disampaikan agar tidak terjadi keburukan.

#Berdakwah pun harus dilihat levelnya.

Misal berdakwah pada anak SD, kelompok non akademis, sebaiknya tidak terlalu ilmiah, tapi lebih ke contoh yang sering mereka alami. Sehingga penyampaiannya bisa 'ngena' ke mereka.

Berdakwah pada #level orang-orang kampus, bisa pakai analisis.

Berdakwah pada level orang-orang yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu, misalnya dokter, pengacara, dll. Maka harus tahu aturan yang benar dan disangkutpautkan ke bidang mereka. Misal saat berdakwah di hadapan dokter, ceritakan ayat tentang penciptaan manusia.

Jadi #dai harus bisa ke segala aspek. Jika dai hanya menguasai ilmu syar'i saja, bisa jadi ia ditolak. Wajib hukumnya bagi dai untuk menambah wawasan ilmu.

#catatansepemahamanpenulis

Meta morfillah

[Mentoring] Sudahkah kita merdeka?

#Merdeka bukan hanya lepas dari penjajahan, melainkan merdeka dalam semua aspek, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM).

"Budak beramal karena takut tuannya. Pedagang beramal karena mengharap keuntungan. Orang merdeka beramal karena mengharap ridha Allah." (Imam Ali).

Sudahkah kita #beramal dengan merdeka?
Sudahkah kita merdeka dari hawa nafsu kita sendiri?
Sudahkah menjadikan #Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam amal-amal kita?

"Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya)." (Q.S. An Naziat 37-39)

Ketika kemaksiatan dan kekufuran kita lebih banyak dan suka melampaui batas, bisa jadi indikator bahwa kita belum merdeka.

Seperti dalam konteks masyarakat saat ini. Sudahkah lepas dari pemikiran, budaya, atau agama penjajah dahulu? Apakah pola pikir masyarakat kita sudah merdeka?

Contoh kondangan: pakai gaya standing party, bercampur baur ikhwan akhwat. Padahal masyarakat kita mayoritas muslim. Tahu bahwa sunnah makan dan minum itu duduk, ikhwan akhwat harus terjaga/ada hijab. Itu budaya dan pola pikir siapa? Penjajah sudah tidak ada, tapi kita masih mengikuti.

Sulit sekali mengembalikan budaya muslim seperti zaman Rasulullah SAW. Jadinya lebih mengikuti adat, agar tidak dicap ekslusif/aneh. Begitulah risiko hidup di negara plural. Inilah tugas berat kita sebagai dai. Berusaha mengembalikan bagaimana gaya hidup muslim.

Mulai dari diri kita, keluarga kita, hingga masyarakat dan negeri ini merdeka sebenar-benarnya.

Ingatlah janji allah, meski banyak dilema. Tunjukkan bagaimana Islam yang sesungguhnya. Memegang teguh keimanan.

#catatansepemahamanpenulis

Meta morfillah

25 August, 2018

[Kajian] Merdeka tanpa batas

MERDEKA TANPA BATAS

Ustad Muhajir Affandi
Sabtu, 25 Agustus 2018

Merdeka adalah mengutamakan Allah di atas segalanya.
Merdeka adalah ketika kita menyerahkan hidup kita/bergantung pada Allah.
Merdeka adalah ketika kita mendeklarasikan keimanan kita.
Merdeka adalah menyembelih sifat-sifat kebinatangan atau cinta dunia pada kita. "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai HATI, tetapi TIDAK DIPERGUNAKANNYA untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai MATA (tetapi) TIDAK DIPERGUNAKANNYA untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai TELINGA (tetapi) TIDAK DIPERGUNAKANNYA untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Q.S. Al A'Raf [7]: 179)

Merdeka itu pas Idul Adha bisa ikutan qurban.

Seperti Nabi Ibrahim, yang siap menyembelih anaknya.
IBRAHIM MERDEKA.
Meninggalkan simbol kecintaan dunia menuju KEINGINAN ALLAH.

Karena qurban itu tanda cinta.
Karena merdeka itu penuh makna.
MERDEKA TANPA BATAS.

Bukan berarti merdeka, bebas, itu tanpa aturan. Justru hidup tanpa aturan menjadi kacau. Boleh melakukan apa saja, asal tidak mengganggu hak orang lain.

Hidup adalah pilihan, tapi kamu tidak bisa bebas terhadap konsekuensi atas pilihanmu. Kerja di kantor saja ada yang mengatur. Apalagi hidupmu!

Cuplikan kisah Nabi Ibrahim:
1. Fase meninggalkan anak (Ismail) ketika bayi merah
Doa Nabi Ibrahim, saat dalam kesulitan ekonomi atau apa pun: rabbana yuqimusshalat (ya allah, jadikanlah anakku ahli shalat)
ya allah, jadikan anak istriku dicintai masyarakat, berikan rezeki yang banyak, dan jadikan pandaibersyukur

2. Fase Ismail remaja, disuruh sembelih:
Perhatikan komunikasi (parenting) dengan anak. Sentuh hati, izin sama anak, baru laksanakan keinginan Allah untuk menyembelih.

#catatansepemahamanpenulis

Meta morfillah

23 August, 2018

[Review buku] Catatan Hati Pengantin

Judul: Catatan Hati Pengantin
Penulis: Asma Nadia, dkk
Penerbit: AsmaNadia Publishing House
Dimensi: xviii + 350 hlm, 20.5 cm, cetakan pertama Maret 2014
ISBN: 9786029055221

Buku yang memberikan banyak gambaran untuk belajar menyikapi pernikahan dengan benar. Dibagi menjadi 10 bab yang mewakili masalah umum yang biasa dialami pasangan pengantin baru menikah. Seperti kesehatan, perekonomian, kerinduan akibat LDR, pekerjaan rumah tangga, tempat tinggal, orang ketiga, komunikasi, mertua dan kerabat, hingga kehilangan.

Dilengkapi beragam kuesioner di tiap awal bab dan diakhiri dengan catatan Asma Nadia yang membagi kisah dan tipsnya.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Nikah itu indah, ASALKAN dengan orang yang tepat. Nikah itu indah, JIKA kita bisa mengompromikan perbedaan. NIKAH ITU INDAH jika kita tahu seluk-beluknya." (H.ix)

"Ketika surga berpindah kepada ridho orang yang kita sayangi, maka salah satu hadiah terbaik yang diberikan Allah kepada kita adalah waktu bersamanya." (H.22)

"Kadang dalam beberapa kondisi, kita tidak bisa terlalu mengukurnya dengan logika. Ada saatnya kita berpegang pada janji Allah. Bukankah banyak hal tak terduga bisa terjadi lantaran tebalnya keyakinan seseorang pada Allah?" (H.50)

"Jalan yang diberikan Allah SWT kepada kami bukan berupa keajaiban sekejap mata, melainkam selangkah demi selangkah, yang tiap langkahnya adalah pembelajaran." (H.68)

"Semoga para suami sadar betapa istri sangat menantikan kehadiran mereka di rumah sepulang kantor sehingga mereka menyisakan tenaga lebih untuk bersama istri entah sekadar ngobrol atau apa pun." (H.100)

"Beberapa pria yang datang meminang, sesungguhnya hadir sebatas menguji keteguhan pilihan." (H.187)

"Menikah adalah menyatukan dua anak manusia, dan setiap manusia unik sehingga nyaris mustahil tidak ada gesekan antara suami dan istri. Karena itu jangan kaget jika kita bersitegang dengan pasangan karena bisa dipastikan akan terjadi. Yang terpenting adalah bagaimana meminimalisasi akibat perbedaan yang ada atau membuat perbedaan menjadi sesuatu yang positif." (H.201)

"Kesempitan hidup, kesedihan, dan ujian akan dikenang dengan senyum manis kalau kita lulus." (H.220)

"Bukan masalah mendapat suami yang belum mapan, asalkan ia mempunyai mental menjadi orang sukses. Karena pada akhirnya mental yang akan membuat kita mampu mengatasi berbagai krisis." (H.236)

"Hal-hal penting tidak bisa dilihat mata. Hal-hal penting hanya bisa dilihat hati." (H.318)

Meta morfillah

11 August, 2018

[Mentoring] Keimanan

KEIMANAN

Iman adalah diakui dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dibuktikan dengan amal perbuatan.

Iman tak dapat dibeli atau diwarisi. Hidup manusia ditentukan pada imannya di saat terakhir.

Seperti kisah Abu Thalib, paman tercinta Rasulullah, yang juga amat cinta pada Rasul. Beliau yang menjaga, mendidik, dan melindungi Rasul hingga akhir hayatnya. Sayang, hingga nafas terakhir ia embuskan, Abu Thalib tidak juga beriman. Ia memilih agama nenek moyangnya. Betapa sedih hati Rasul yang amat menginginkan surga bagi paman tercintanya itu.

"Al imanu yazidu wa yanqusu."
Iman itu bertambah dan berkurang. (H.R. Ibnu Majah, Baihaqi, dan Ibnu Hibban)

Iman kadang naik, kadang turun (fluktuatif). Terutama pada wanita. Ada keadaan khusus yang kadang bukan kemauan kita (haid, melahirkan, dll). Titik kritis, biasanya di waktu itu iman kita turun, sebab tidak bisa beribadah seperti biasanya.

"Dunia tempat menanam, akhirat tempat menuai/memanen." (Ibnu qayyim al jauzilah)

Seringlah menghisab dan menimbang perbandingan amal shalih dan kemaksiatan kita. Apakah kita termasuk yang rugi atau menang?

Maka pandailah memanage aktivitas. Mana yang harus didawamkan (prioritas), mana yang harus dihindarkan.

Dampak positif memiliki kekuatan iman:
1. Saat diuji, kita tetap semangat dan ceria. Sebab kita yakin dan optimis bahwa Allah akan menolong kita.

"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (Q. S. Muhammad [47] :7)

2. Senantiasa memiliki ketenangan dan ketentraman jiwa. Tidak ada kekhawatiran.

3. Memiliki kemampuan memikul beban.
Seperti Fatimah az zahra, ditempa dengan kondisi sulit meski anak Presiden (Rasul sebagai pemimpin tertinggi) sedari kecil, juga saat menikah dengan Ali yang bahkan maharnya saja diberi Rasul, sampai ketika mengadu pada ayahnya (Rasul) meminta khadimat, malah disuruh bertasbih, tahmid, dll. Imanlah yang membuatnya kuat.
Pun keluarga Nabi Ibrahim a.s. yang sarat ujian.

Tanda orang beriman:
1. Adanya amal shalih sebagai pakaian  dakwah
Jika lelaki, ia akan suka shalat berjamaah di masjid. Jika wanita, bisa dilihat panjang pendek kerudung dan pakaian syar'inya. Wallahu'alam dengan hati (menyikapi tren muslimah syar'i sampai cadar), tapi insya Allah mencerminkan keimanan/ketakwaan.

2. Tidak pernah ragu pada apa yang diyakini.

Upaya agar meningkatkan keimanan:
1. Berusaha shalat tepat waktu dan khusyu'
2. Memperbanyak shalat sunnah
3. Shaum sunnah
4. Tilawah quran
5. Zikr dan tafakur
6. Zikrul maut (mengingat mati)

#catatansepemahamanpenulis

Meta morfillah

[Review buku] Secangkir kopi dan pencakar langit

Judul: Secangkir kopi dan pencakar langit
Penulis: Aqessa Aninda
Penerbit: Elex Media Komputindo
Dimensi: 345 hlm, cetakan ketiga Maret 2017
ISBN: 9786020287591

Bagi Satrya, inner beauty is bullshit. Ia selalu menilai bahwa penampilan wanita dan kecerdasannya yang penting. Kepribadian, nomor akhir. Sampai ia bertemu Athaya di kantor barunya. Wanita dengan wajah sederhana, tapi memiliki kepribadian baik. Inner beauty is the true beauty, he thought.

Athaya memendam rasa pada Ghilman sejak kali pertama ia melihatnya di kantor. Sosok lelaki biasa, namun memiliki kepribadian santun. Sayang, ia sudah punya pacar.

Ghilman suka dengan profesionalisme kerja Athaya. Kalau disuruh pilih orang untuk jadi timnya, ia pasti memilih Thaya. Bersama Thaya, ia merasa nyaman dan lebih terbuka dibanding dengan Vanda, pacarnya. Ia hanya menganggap itu rasa suka biasa. Toh, Athaya sedang diincar oleh Satrya, anak baru yang ganteng dan jadi idola kantor.

Cinta segitiga antara Satrya-Athaya-Ghilman perlahan bergulir. Masing-masing memiliki perasaan dan luka yang berbeda. Namun penentunya adalah Athaya. Siapakah yang akan ia pilih? Satrya yang menarik dan fun atau Ghilman yang baik hati dan selalu bikin ia deg-degan? Benarkah dicintai rasanya lebih menyenangkan daripada mencintai?

Sejujurnya, ada beberapa karakter yang kurasa agak aneh, karena awalnya imperfect, tapi lama-lama kok buat kagum ya? Kayak gak sesuai deskripsi awal. Alur ceritanya pun ketebak banget. Tapi, gaya menulisnya itu kok asyik ya diikuti? Bikin aku gak mau berhenti. Ditambah jokes antara Radhi dan Ganesha (Oh, I love these characters. Both of you!).

Belum lagi penggambaran suasana kantor dan hubungan yang terjadi, bikin aku kangen dan teringat kawan-kawan kantor dulu. Terua quotable banget. Banyak kalimat yang "ngena" dan bikin baper haha. Of course, I love the ending too!

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Sastra itu buat gue seperti membuka mata dan pikiran, sisi kehidupan lain yang mungkin nggak akan pernah kita jamah. Pemikiran orang yang kita nggak tahu. Bikin kita lebih empati, lebih buka mata bahwa dunia kadang nggak selalu hitam dan putih. Kalau dulu gue nggak baca buku, mungkin gue nggak se-tough ini. Nggak ngejalanin hidup sesantai ini. Nggak ngerti cara bersyukur yang benar, nggak paham tentang mimpi dan cita-cita." (H.73)

"Membuat perempuan jatuh cinta itu cukup membuatnya tertawa saja." (H.177)

"Walau kerjaannya susah dan capek banget, senang punya teman-teman satu tim yang gila. Mereka tuh hiburan banget. Di balik kesulitan, selalu ada hal yang bisa ditertawakan. Kerja tuh udah berat, capek, susah. Jangan ditambah-tambah lagi drama yang aneh-aneh. Ibarat ya lo butuh gue, gue butuh lo, udah dibawa asyik aja." (H.179)

"Kalau boleh memilih, lebih enak dicintailah daripada mencintai. Because it's easier to fall in love when someone loves you. Tapi, kadang kamu kan tidak bisa memilih siapa yang akan kamu cintai dan siapa yang mencintai kamu." (H.187)

"Apakah dicintai duluan lebih baik daripada mencintai tetapi menunggu?" (H.212)

"Pernikahan itu bukan akhir dari hubungan. When bad times comes, aku ingin suamiku menatap aku seperti ibuku  menatap ayah, seperti ayahku yang tidak mau jauh dari ibuku." (H.274)

"Aku ingin tahu siapa pun lelaki yang menjadi suaminya kelak mengerti akan doa yang aku sematkan di namanya. Menganggapnya seperti hadiah terindah dan mencintainya dengan tulus." (H.314)

"Mengetahui fakta bahwa kita dicintai seseorang itu semenyenangkan ini ya rasanya?" (H.317)

Meta morfillah

09 August, 2018

FIQH DAKWAH - KAIDAH 5: DAI WAJIB MENGOPTIMALKAN UPAYA MANUSIAWI SAMBIL MEMOHON BANTUAN RABBANI

KAIDAH 5: DAI WAJIB MENGOPTIMALKAN UPAYA MANUSIAWI SAMBIL MEMOHON BANTUAN RABBANI

Seorang dai harus berupaya maksimal mengeluarkan kemampuannya (ikhtiar manusiawi) sambil memohon bantuan  Allah. Contoh saat perang uhud, Nabi berbeda pendapat dengan sahabat terkait taktis dan strategi, tapi Nabi menerima dan memakai pendapat sahabat. Sebab itu adalah upaya manusiawi, tidak memaksakan pendapatnya, meskipun wahyu turun melalui beliau.

Dalil Q.S. Al Baqarah: 286, "laa yukallifullahu nafsan illa wus aha...(Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hambaNya)"

Pemahaman keliru tentang ayat tersebut, bahwa kemampuan yamg dimaksud adalah batasan minimal yang bisa berubah tergantung motivasi.

Padahal para sahabat pun komitmen dengan  kapasitas kemampuannya. Buktinya, kebanyakan mereka wafat di luar negeri demi dakwah.

Abu Ayub Al-Anshari wafat di benteng konstantinopel, Ummu Haram binti Milhan berakhir hidupnya di pulau Qobros (Yunani), Uqbah bin Amir meninggal di Mesir, Bilal dimakamkan di Syria. Demikianlah mereka mengembara ke pelosok negeri untuk meninggikan panji Islam, dan mengerahkan sesuatu yang mahal dan berharga di jalan dakwahnya.

Jadi, apa batasan kemampuan sebenarnya?

"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. At-Taubah : 41)

Maksud dari firman Allah : انفروا خفافاً وثقالاً,  sama saja apakah kalian dalam keadaaan ringan untuk pergi berjihad atau dalam keadaan berat. Keadaan ini mengandung beberapa pengertian.

Pertama: ringan, karena bersemangat untuk keluar berjihad, berat, karena merasa sulit untuk berangkat.
Kedua: ringan, karena sedikit keluarga yang ditinggalkan, berat, karena banyaknya keluarga yang ditinggalkan.
Ketiga: ringan, persenjataan yang dibawa, sebaliknya berat, karena beratnya persenjataan yang dibawa.
Keempat: ringan, karena berkendaraan. Berat, karena berjalan kaki.
Kelima: ringan, karena masih muda. Berat, karena telah uzur usia.
Keenam: ringan, karena bobot badan yang kurus. Berat, karena kelebihan bobot berat badan.
Ketujuh: ringan, karena sehat dan fit. Berat, karena sakit atau kurang enak badan.  

Adapun dakwah di jalan Allah, tidak hanya berperang, tetapi lebih luas dan umum dari itu. Dakwah dengan segala bentuknya adalah bentuk manuver di jalan Allah. Oleh karena itu dalam surat At-taubah disebutkan :

"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. At-Taubah : 122)

Imam Ar-Razy berkata : Kewajiban berdakwah bagi para sahabat terbagi menjadi dua golongan, satu golongan keluar untuk berperang, golongan lainnya tetap tinggal bersama Rasulullah SAW. Golongan yang berperang mewakili golongan yang tidak ikut serta. Yang tidak ikut serta mewakili yang berperang dalam hal mendalami ilmu pengetahuan (tafaqquh). Dengan cara inilah urusan agama dapat terselesaikan secara sempurna.

Bila seorang memahami dengan baik hal tersebut di atas, pasti dirinya akan merasa takut jika belum mengerahkan kemampuan sesuai yang dituntut kepadanya dan semakin berhati-hati dalam melaksanakannya. Seorang Mu’min yang paham akan hal ini selalu tidak puas dan rido dengan amalnya, juga dengan kesungguhan yang telah dikerahkannya, khawatir telah mengabaikan tuntutan yang diminta dari seorang Mu'min. Maka berdakwahlah dengan segala upaya yang kalian bisa.

#tausiyahsepemahamansaya

Meta morfillah

06 August, 2018

[Review buku] Elena

Judul: Elena
Penulis: Ellya Ningsih
Penerbit: HutaMedia
Dimensi: viii + 288 hlm, 13 x 19 cm, cetakan pertama Juli 2018
ISBN: 9786025713651

Finally, tahu juga kisah yang bikin emak-emak pada baper dan rembes di facebook! Hahaha... cuma butuh 2 jam untuk melahapnya. Dan memang, bikin hati teraduk-aduk membayangkan jadi sang tokoh utama. Untung bacanya di sekolah jadi nahan air mata!

Elena, mencintai Eugene, lelaki asal Kanada. Sayangnya, perbedaan agama dan keberatan orangtuanya pada hubungan mereka, menyebabkan Elena harus memilih. Ia memilih menikah dengan seorang duda beranak satu, bernama Ibnu, yang dipilihkan oleh orangtuanya.

Bersama Ibnu, Elena mengarungi bahtera rumah tangga. Meski tidak mencintainya, Elena perlahan terbasuh hatinya oleh kesalehan Ibnu. Sayang, dosa zina yang telah ia lakukan bersama Eugene menghasilkan bukti nyata yang harus ditanggungnya selama hidupnya.

Meski begitu, konflik tidak selesai sampai di sana. Perlakuan Ibnu yang berubah setelah Elena melahirkan Al, membuat posisinya semakin terpuruk. Hingga puncaknya, ia dimadu. Tak lama Eugene kembali dalam hidupnya. Lelaki itu pun telah memeluk Islam. Apakah yang harus Elena pilih? Pernikahannya dengan Ibnu yang menduakannya, ataukah kembali pada cintanya, Eugene?

Betapa hijrah tidak mudah. Itu pelajaran utama novel ini. Betapa Allah selalu menjadi yang pertama, utama, dan setia, jika kita memilihNya.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang. Sempat ada typo nama Eugene menjadi Ibnu di halaman 226.

"Cinta saja tidak cukup. Kau takkan bisa meraihnya. Kau takkan mampu bersaing dengan Rabbnya." (H.58)

"Jangan kalian khawatirkan perasaan cinta yang belum hadir di antara kalian. Cintai saja Allah dulu. Orang yang sama-sama mencintai Allah, keduanya tidak akan sulit untuk saling jatuh cinta." (H.106)

"Tidak ada jalan hijrah yang mudah, harga surga tidaklah murah." (H.137)

"Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu." (H.216)

"Ini bukan tentang siapa yang kali pertama datang, bukan siapa yang paling mencintai. Tetapi, tentang yang datang setelahmu, menerimaku, dan bertahan untuk tidak pergi." (H.276)

Meta morfillah

04 August, 2018

[Review buku] Ubur-ubur lembur

Judul: Ubur-ubur lembur
Penulis: Raditya dika
Penerbit: GagasMedia
Dimensi: viii + 232 hlm, 13 x 20 cm, cetakan ketiga 2018
ISBN: 9789797809157

"Gue melihat orang yang bekerja kantoran tapi nggak sesuai dengan minat mereka itu seperti seekor ubur-ubur lembur. Lemah, lunglai, hanya hidup mengikuti arus. Lembur sampai malam, tapi nggak bahagia. Nggak menemukan sesuatu yang membuat hidup mereka punya arti. Gue nggak mau jadi ubur-ubur lembur; gue mau punya tulang belakang. Gue mau bisa berjalan di antara dua kaki. Gue percaya kalau kita hidup dari apa yang kita cintai, maka kita akan mencintai hidup kita." (H.226)

Khasnya radit, berkisah tentang hidupnya yang mungkin gak kece amat, tapi dia ubah sudut pandang. Bahwa hidup bisa ditertawakan. Semua ketidakberuntungan yang kita alami, bisa dilihat dari perspektif lain. Tentunya dengan gaya komedinya.

Tapi, bagi saya... kali ini terasa radit lebih dewasa, mendalam, dan bijak. Kedewasaan dari pertambahan usia, ragam ujian, dan statusnya yang sudah menikah (meski pada saat buku ini terbit, doi belum nikah) cukup mempengaruhi. Makin matang.

Pelajaran penting yang saya ambil adalah, gak semuanya yang terlihat enak itu enak. Kita gak pernah tahu ada proses sejauh dan sepanjang apa, yang mungkin pahit, nyesek, berair mata sampai jadi ditampilkan seakan sukses dan lucu.

Jadi ingat kata-kata saya sendiri, bahwa kadang orang yang banyak ketawa atau melucu, biasanya orang yang paling berat punya masalah. Semakin kencang tawanya, makin banyak pula masalahnya. Itulah salah satu cara dia menyikapi masalahnya. Ditertawakan saja.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Tumbuh dewasa, ya, begitu. Tempat-tempat lama kita akan terasa lebih kecil dibanding dulu. Tapi tempat itu nggak berubah. Kita yang tumbuh besar." (H.91)

"...sekarang lebih getir dalam melihat hidup. Mungkin karena orang dewasa adalah koleksi trauma-trauma masa lalunya." (H.98)

"Yang penting bikin karya aja. Nggak usah takut apa kata orang. Jelek bisa jadi bagus. Kalau nggak pernah bikin apa-apa, nggak ada yang bisa dibagusin." (H.173)

Meta morfillah

Text Widget