Pages

29 August, 2017

Batasan

BATASAN

Di era digital dan informasi ini, pertemanan kita seakan tak berjarak, terlebih di dunia maya. Coba dicek, ada berapa sebenar-benarnya kawan yang kita kenal dari ribuan friends di friendlist kita? Coba dicek, berapa range usia? Apa sebab/mutual friends dia menjadi teman kita? Selintas lalu ataukah memang kenal dekat?

Dulu, saya punya berbagai akun dan bangga dengan banyak-banyakan followers, tanpa disaring. Sampai belahan dunia sana, sampai postingan yang tidak sesuai budaya dan agama saya berseliweran di timeline. Mendewasa, ternyata membuat saya berpikir bahwa tidak penting KUANTITAS/banyaknya teman jika tidak BERKUALITAS.

Maka saya mulai membuat batasan. Batasan siapa saja yang menurut saya positif dan potensial saling menasihati/berdakwah. Batasan usia mental untuk membaca postingan saya. Batasan agar tidak memengaruhi kinerja/objektivitas saya.

Hasilnya, berkurang drastis jumlah followers. Dan ternyata, masih banyak yang belum paham etika bermedia sosial. Ada yang lupa diri dengan mengekspresikan segala masalah pribadinya tanpa tujuan (mencari solusi, atau sharing mengambil hikmah) hingga lupa dirinya disorot oleh seluruh teman di medsosnya. Dan itu berbalik menjelekkan pribadinya sendiri.

Maka saya batasi lagi dengan gembok. Saya pun tak segan mengunfriend teman yang menurut saya tidak membawa pengaruh baik bagi saya.

Sebab, sekarang ini terlalu banyak orang yang menjudge pribadi dari medsosnya saja. Mereka lupa tentang sabda Nabi bahwa mabit/safarlah minimal 3 hari untuk mengetahui watak seseorang. Bukan kepolah dengan medsosnya. Apa yang tampak belum tentu yang sebenarnya. Too much information, so please be smart!

Ternyata, sebebas-bebasnya tetap ada batasan. Dan batasan itulah yang menjaga kita dari kejatuhan. Tetaplah jaga batasan itu, sesuai syariat yang telah kamu pelajari.

Meta morfillah

Perbanyak afirmasi positif

"Ma, aku pengin lemari buku kayak gini." Sambil menunjukkan gambar.

"Belilah."

"Tapi rumahnya juga harus besar kayak gitu."

"Ya belilah. Kamu pasti mampu. Minta sama Allah."

~~~

Lain waktu.

"Ma, mobil tadi enak ya. Meta pengin, deh!"

"Iya, enak. Tapi cuma muat 4. Nanti kamu nikah, mama sama uda di mana?"

"Meta gak suka yang gede. Pengin yang kecil aja."

"Yaudah, beli 2. Kalau cuma kamu yang pergi, bawa yang kecil. Kalau ajak mama sama uda, bawa yang besar."

"Mahal, Ma. Gaji ga bisa beli."

"Pasti bisa. Minta sama Allah."

~~~

"Met, kamu harus rapi, elegan, berpikir jauh dan besar. Siapa tahu kamu jodohnya pejabat atau pengusaha. Kamu harus bisa membawa diri dan beretika."

"Yaelah, ribet Ma. Diatur-atur kalau istri pejabat. Lagi gak nyambung ke pekerjaan Meta sekarang, Ma."

"Dimulai sejak dini, Met. Mungkin saja kamu bakal menemani seseorang yant sukses nantinya. Kita gak pernah tahu jalan hidup kita nanti. Pastikan yang terbaik dari dirimu di mana pun kamu berada. Allah Maha Kuasa, doa mama didengar, loh. Jaga sikap kamu di mana pun. Gak usah ikuti orang yang negatif."

~~~

Tahu, gak? Afirmasi yang sering direpetisi itu membuat saya meyakini bahwa masa depan ada di genggaman saya. Saya yang menentukan sikap, saya yang memgubah takdir saya dengan ikhtiar yang diridhaiNya. Dan KEPERCAYAAN yang lebay itu, tapi tidak selintas lalu membuat saya percaya bahwa kemungkinan yang mustahil menurut orang lain, sangat wajar terjadi dengan doa seseorang: mama saya.

Jadi, mengapa tidak kita sering ulangi pada diri anak kita, sekitar kita bahwa mereka BAIK, berhak mendapat TERBAIK, dengan cara yang BAIK dalam koridor ketaatan padaNya. Hingga mereka percaya bahwa benih KEBAIKAN itu ada dalam diri mereka dan mereka tersugesti hingga mengejawantahkannya dalam aksi nyata.

Maafkan dan minimalisir hal NEGATIF dengan PERBANYAK AFIRMASI POSITIF. Kurangilah komentar gak penting dan destruktif, biasakan komentar positif dan konstruktif. Belajar terus ya, Met!

Meta morfillah

27 August, 2017

#BelajarQurban

"Menjelang qurban, banyak yang daftar gabung jadi adik binaan. Sampai 100 orang. Alhamdulillah senang, mereka banyak yang mau mengaji. Tapi juga sedih, ternyata alasannya biar dapat daging qurban."

Itu salah satu percakapan di grup relawan yang saya ikuti. Miris ya? Tapi tetap sikapi dengan positif. Itulah dakwah, tidak sekadar ceramah tapi aksi nyata.

Bagi saya atau mungkin Anda sekalian, berqurban itu mungkin tidak terlalu menyenangkan. Saya pribadi, mual-mual tiap Idul Adha. Tidak tahan dengan bau, amis darah, serta keharusan menyaksikan hewan qurban kita dijagal. Kalau boleh milih, saya gak mau tuh qurban kambing (sebab belum mampu beli sapi) dan menyaksikannya.

Tapi hei, agama ini bukan dibuat berdasarkan kesukaan pribadi, tapi Allah yang Maha Tahu. Ternyata di balik ketidaksukaan saya itu, ada banyak hal baik. Ada orang yang menunggu-nunggu kapan kita berbagi daging dengannya, sebab mereka hanya merasakan nikmatnya sate kambing dan sop daging sapi di hari Idul Adha.

Bahkan demi sekantong daging itu, mereka rela mengikuti apa yang disyaratkan pemberi, misal mengaji tiap pekan. Terbayangkah, bagaimana bila yang memberi bukan seaqidah dengan mereka? Maka mereka tanpa sadar rela menggadaikan aqidahnya. Dan itu terjadi. Benarlah perkataan Rasulullah SAW bahwa kekufuran begitu dekat dengan kekafiran. Agama nomor sekian, yang penting masalah perut teratasi dengan segera. Sebab itu jauh lebih urgent, menyangkut hidup mati.

Itulah mengapa menolong tidak perlu melihat agama. Menolong adalah karena kemanusiaan. Tapi tentunya, yang pertama berhak ditolong adalah saudara terdekat, seiman kalian. Sebab kalian adalah kesatuan.

Membeli gadget mahal, sampai dibelain ngutang. Mengapa kita tidak mulai memaksa diri kita untuk mencicil persiapan berqurban? Jika dengan qurban itu, ada banyak orang yang mau mendekat pada Allah. Jika dengan qurban itu, kita bisa berkontribusi sedikit menyelamatkan aqidah saudara kita. Jangan pikirkan kesenangan diri semata. Yuk #belajarQurban sampai jadi ahli Qurban!

Jangan bosan berbuat baik, meskipun terlihat membosankan.

Meta morfillah

Larutkan emosi negatif dalam air kesibukan positif

Saya pernah baca buku berjudul "Larutkan kesedihanmu dalam air kesibukan". Dan ternyata, tidak hanya kesedihan, masalah juga emosi negatif lainnya bisa dilarutkan dalam kesibukan. Kesibukan dalam kebaikan.

Sibuk belajar, sibuk menolong orang, sibuk bekerja agar bisa bersedekah hebat, sibuk menulis agar banyak yang membaca dan tergerak berbuat baik, sibuk membahagiakan orang lain, dan sibuk baik lainnya.

Saking sibuknya, sampai kita lupa sama gadget sebab lebih peka melihat yang nyata. Saking sibuknya, sudah gak semangat buang waktu haha hihi gak jelas di mall atau diskusi yang gak berfaedah. Saking sibuknya, gak minat bahas yang bikin baper atau mikirin kenapa orang itu jahat sama kita. Yang ada di pikiran hanya: sibukkan diri dengan kebaikan! Kebaikan apalagi nih yang bisa aku lakukan, meski terbatas jarak, waktu, dana, tenaga, dll?

Kita jadi kreatif dan memunculkan energi positif. Meski ada yang sering memicu emosi negatif kita untuk timbul, kita jadi tidak meladeninya. Selesaikan dengan cara meminta maaf, berlaku baik dan kembali stay on the track, menuju goals kebaikan pengantar ke surga. Kita lagi lomba. Fastabiqul khairat. Dengan segala daya upaya kita.

Gak perlu minder, kecil hati, jika ternyata peran kita gak terlalu besar. Mungkin memang di peran figuran itu, kita berkesempatan membuat kebaikan besar. Coba kalau semua mau jadi peran utama, siapa yang akan jadi figuran? Semua kebaikan kita, pada dasarnya karena Allah mudahkan untuk melaksanakannya. Jadi kalau berhasil dengan satu kebaikan, jangan sombong. Terus cari kebaikan lain, bersyukur kalau dikasih kesempatan.

Alhamdulillah... kurangi mengeluh, banyakin bersyukur. Itu pembelajaran yang saya alami beberapa waktu ini.

Meta morfillah

23 August, 2017

Bekal dari Mama

BEKAL DARI MAMA

Mama identik dengan masakannya. Masakan mama selalu yang terlezat. Sebab diramu dengan cinta yang tulus. Disesuaikan dengan selera anaknya. Tiap anak berbeda. Dan mama tahu itu. Mama rela makan dengan lauk sederhana, demi membelikan anaknya daging, ayam, ikan. Padahal anaknya tidak masalah makan apa saja. Tapi mama selalu mau yang terbaik untuk anaknya.

Semakin lama saya tinggal dengan mama, semakin sering saya merasakan cintanya. Sungguh seperti surga. Bangun tidur, sudah disiapkan sarapan, pulang kerja langsung dimasakkan makanan baru. Belum lagi aneka penganan dan cemilan khas. Ada saja makanan SALDI (aSAL jaDI) yang enak dimakan, hasil coba-coba mama. Tak jarang saya dibekali.

Masakan mama adalah candu. Selama ada mama di rumah, saya akan bergegas pulang dan tidak jajan. Justru saya jajan saat mama sedang tak di rumah. Dan seringkali rasanya tetap lebih enak masakan mama.

Teman saya melihat bahwa hal itu tidak baik, membiarkan mama memasak dengan jarinya yang rapuh sementara saya makin malas ke dapur. Tapi ternyata bagi mama suatu kebahagiaan memasakkan makanan untuk anak di usia senjanya. Tentang saya jarang ke dapur, itu semacam apresiasi saya bahwa mamalah ratu di dapur. Saya memberi panggung untuknya. Tapi kalau saya mau masak dan mama minta dimasakkan sesuatu, ya bertukar peranlah. Kami sama-sama tahu dan tidak suka direcoki saat sedang berkarya, lebih baik bekerja sendiri.

Dan sungguh, tidak pernah mama menyusahkan saya. Bahkan saya yang sering menyusahkannya. Jadi, permintaan agar ia ditemani di usia senjanya menurut saya sangat wajar. Bukan pemberat hingga saya belum menikah. Saya hanya perlu bersabar untuk dipertemukan dengan dia yang paham peran ibu dan agama dengan menyeluruh.

Bagi saya, mama selalu menjadi cinta sejati saya. Cinta yang mencukupkan fisik saya dengan makanan dan jiwa saya dengan agama serta teladan. Dan saya mau menjadi ibu yang bisa sehebat mama saya!

Meta morfillah

21 August, 2017

Seperti daun gugur

Seperti daun tua dan menguning yang berguguran
Seperti itulah seharusnya kesombongan kita
Berguguran seiring bertambahnya usia
berlalunya waktu
mendewasakanmu
mengingatkan bahwa kelak
kau akan mati berkalang tanah
dirayapi cacing dan hewan beracun dalam gelap pekat
setinggi apa pun pencapaianmu
semencakar langit pun tinggimu
tetap kau akan rebah
pada tanah
yang kauanggap hina
dan kauinjak-injak tiap harinya
lantas, apa yang mau kausombongkan?

Meta morfillah

*suatu pagi saat pohon jati meranggas, menaati titah Tuhannya.

17 August, 2017

[Review buku] Tabula rasa

Judul: Tabula rasa
Penulis: Ratih Kumala
Penerbit: Grasindo
Dimensi: vii + 185 hlm, cetakan ketiga April 2006
ISBN: 978 979 732 714 9

Dua orang yang hidup di masa berbeda, memiliki kisah mendalam dengan seseorang di masa lalu, bertemu dan mencoba menjalin cinta. Namun, Galih tetap teringat pada Krasnaya, kekasihnya di Rusia yang dibunuh. Sementara, Raras memendam cintanya pada Violet yang mati OD tanpa pernah tahu kalau Raras mencintainya. Cinta sesama jenis.

Berlatar belakang Rusia pada tahun 1990an, lalu Yogya di tahun 2000an, kisah ini sarat akan konflik yang kompleks. Isu PKI tahun 1965, LGBT, free seks, dan narkoba menjadikan novel ini begitu mencengangkan alurnya. Ending dengan antiklimaks yang so sad. Ada banyak istilah yang baru saya tahu, juga penggambaran tentang latar tempat dan waktu cukup rinci dan menambah wawasan saya tentang budaya luar.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Kamu seperti menara. Selalu dapat kulihat walau jauh dan di kerumunan orang." (H.3)

"Jika seseorang merasa kehilanganmu, berarti kamu berarti."(H.98)

Meta morfillah

[Review buku] Argh! Di mana jodohku?!

Judul: Argh! Di mana jodohku?!
Penulis: Astrid Tito
Penerbit: Matahari
Dimensi: 287 hlm, cetakan I Mei 2013
ISBN: 978 602 17815 86

Perjalanan Freya, teller Bank Nasional yang menyambi kuliah di malam hari dalam menemukan cinta, rezeki, dan jati dirinya. Bertemu dengan Fabian yang suka melakukan kekerasan, Ashley dan ibunya yang meremehkan, Frans yang merupakan gay, Kak Anas yang lebih memilih Ziyah, dan akhirnya Rafa dengan segala kekayaan dan kerendahhatiannya.

Tak luput sahabat sejatinya Irma, Luly, dan Lani, serta atasannya yang baik, Mbak Rini. Semua lika-liku itu mengantarkan Freya pada mimpinya. Ibarat dream comes true!

Novel ini sebenarnya cukup seru, sayang alurnya yang maju mundur, agak membingungkan kronologis sebab tokoh utamanya keseringan mengenang masa lalu. Juga karakternya kurang kuat, seperti sang Ibu, di awal kesannya cerewet, rese, tapi semakin ke belakang dipuji terus seakan santun, tegar, dll. Pun tokoh utamanya, terkesan begitu ustadzah. Banyak sekali nasihatnya, sehingga lebih terasa kayak buku pengembangan diri/teori dibanding novel. Klimaks dan endingnya pun begitu klise, tak ada konflik berarti.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Seberapa besar atau kecil action kamu untuk meraih apa yang kamu inginkan, tergantung dari kedekatanmu pada Tuhan." (H.66)

"Kekayaan hakiki yang ada di hati. Bukan saja kaya harta, tapi juga kaya teman, kaya sehat, kaya kebebasan waktu, kaya iman. Jadilah kaya di berbagai bidang kehidupan." (H.194)

"Ada dua cara menjalani kehidupan. Pertama, menganggap bahwa tidak ada satu pun kejadian yang ajaib. Kedua, menganggap bahwa semua yang terjadi adalah keajaiban." (H.237)

Meta morfillah

[Review buku] Dilema

Judul: Dilema
Penulis: Alvi Syahrin
Penerbit: Bukune
Dimensi: xiv + 334 hlm, 13 x 19 cm, cetakan kedua oktober 2012
ISBN: 602 220 064 4

Kisah tiga sahabat: Estrella, Kira, dan Adri yang berkembang menjadi kisah cinta dan cemburu. Estrella yang pendiam dan memiliki masalah keluarga, Adri yang cuek dan memendam dendam pada ayahnya, serta Kira yang mencintai Adri namun cemburu pada Estrella. Ini bukan kisah cinta segitiga pada umumnya. Namun tetaplah bergenre teenlit.

Alurnya progresif, konflik dan klimaksnya lebih ke batin, endingnya tertebak. Aah, menurut saya kurang menarik dan membosankan. Atau karena sudah tidak cocok baca teenlit yang konfliknya begitu-gitu aja haha. Tapi lumayanlah, tidak terlalu klise.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Lo nggak butuh waktu dan tempat yang romantis untuk ngungkapin perasaan cinta." (H.161)

"Setiap masalah, membentuk lukanya sendiri, menguatkan." (H.257)

"Karena cinta yang tulus bukan soal memiliki, tetapi melindungi." (H.261)

"Karena cerita dimulai ketika kita mengakhiri." (H.332)

Meta morfillah

13 August, 2017

[Review buku] A

Judul: A
Penulis: Dwika Rezza
Penerbit; Wahyumedia
Dimensi; iv + 316 hlm, 12.7 x 19 cm, cetakan I 2013
ISBN: 979 795 771 3

Daniel dan Lucas adalah kakak adik dari konglomerat di Jakarta. Setelah 6 tahun bersekolah di Paris, mereka kembali ke Jakarta untuk kuliah sesuai dengan jurusan yang dipilihkan ayahnya. Daniel, sang kakak selalu menuruti orangtuanya, meski hatinya tidak setuju. Berbeda dengan adiknya, Lucas yang cuek dan sering membangkang.

Tapi semua berubah saat Daniel mengenal Bella, gadis yatim piatu, di kampus. Demi cintanya pada Bella, Daniel membangkang dan memilih keluar dari rumah. Akankah perjuangan cintanya berujung menyatu seperti puncak menara Eiffel?

Alur cerita progresif, dengan PoV 1 dari Daniel. Namun terlalu banyak voice sang penulis hingga membuat cerita membosankan. Lagi-lagi sudut pandang aku tapi tahu segalanya sampai detil. Memangnya Daniel punya banyak mata? Semua bergantung pada prasangkanya. Juga alasan cintanya pada Bella, menurut saya tidak dalam dan mendasar. Aneh! Bahkan seperti memaksa dari kasihan, pun Bella mengapa jadi GRan?

Aah, benar-benar maksa dan gak recommended bagi saya. Membacanya saja, hanya sekelebat scanning karena pilihan katanya pun maksa, kaku, sok puitis padahal gak nyambung.

Saya apresiasi 2 dari 5 bintang.

Meta morfillah

12 August, 2017

[Review buku] Ketika

Judul: Ketika
Penulis: Aiman Bagea
Penerbit: Bukune
Dimensi: x + 302 hlm, 13 x 19 cm, cetakan I Mei 2012
ISBN: 978 602 6486 07 3

Nai yang pendiam dan memilih meneruskan jejak almarhumah ibunya sebagai pelukis, tak pernah mengira bahwa hidupnya akan berwarna sebab sosok Aji. Selama ini hanya dua orang yang mewarnai hidupnya: ayah dan Diba, sahabatnya. Di saat yang sama, Diba pun menemukan sosok yang ia sukai di kampus bernama Rul. Nai amat bahagia mendapati kisah cinta dan persahabatannya begitu indah.

Sampai suatu ketika... fakta bahwa Aji dan Rul adalah orang yang sama membuat semuanya berbalik 180 derajat. Manakah yang harus ia pilih? Cinta atau persahabatan? Lalu saat semuanya kembali membaik, takdir tidak berpihak padanya. Nai harus kehilangan hal yang ia cintai. Mampukah Nai bertahan dan tetap melanjutkan hidup?

Secara alur dan konflik, novel ini begitu klise, mudah ditebak dan membosankan. Tapi secara pilihan kata/narasi, saya suka diksi penulis. Sepertinya penulis lebih cocok di genre teenlit, namun diksinya memang puitis filosofis. Agak berat untuk genre tersebut. Hal itulah yang membuat aneh alur novel ini. Remaja menjelang dewasa tapi kata-katanya terlalu "tua", dan kesan pengarang tahu segalanya padahal PoV yang digunakan adalah orang pertama sebagai aku.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Terkadang, cinta selalu berawal dari kata T-E-M-A-N." (H.59)

"Orang dewasa hanya butuh satu hal. Keberanian. Mengumpulkan keberanian untuk mengakui perasaan masing-masing." (H.173)

Meta morfillah

[Review buku] Vegetarian

Judul: Vegetarian
Penulis: Han Kang
Penerbit: Baca
Dimensi: 222 hlm, cetakan I Februari 2017
ISBN: 978 602 6486 07 3

Di tahun kelima pernikahannya, Kim Yeong Hye bermimpi buruk. Akibat mimpi itu, ia membenci daging dan menjadi vegetarian. Obsesi vegetarian ini ternyata berkembang makin ganjil dan mengubah drastis hidupnya. Mulai dari hubungannya dengan sang suami, orangtua, saudara, hingga kakak iparnya.

Dengan suaminya, ia tidak lagi mau berhubungan suami istri sebab mual dengan daging di tubuh suaminya. Orangtua, terutama ayahnya sampai menampar dan memaksanya memakan daging di hadapan sang suami, namun ia memilih bunuh diri. Hal itu membuat murka ayahnya. Sementara ia malah berhubungan dengan kakak iparnya yang merupakan seniman hanya karena tubuhnya tidak berbau daging sebab dilukis dengan cat dahulu. Hingga akhirnya ia diceraikan dan dimasukkan ke dalam RSJ oleh kakaknya yang baik.

Terdapat 3 PoV utama dan 1 PoV kilasan dalam novel ini. Dimulai dari PoV sang suami, kakak ipar dan terakhir sang kakak. Sementara PoV Kim Yeong Hye sendiri hanya muncul di beberapa part berupa deskripsi mimpi buruknya. Alurnya maju mundur. Dengan kalimat pembuka yang membuat penasaran dan konflik berawal dari vegetarian, novel ini membuat saya terhanyut.

Lebih dalamnya, novel ini membahas hal tersirat tentang psikologis manusia. Tentang kebebasan berekspresi, kekerasan dalam rumah tangga, kehampaan jiwa, ke-sok-tegaran dan sedikit budaya keluarga di Korea. Sayangnya, endingnya menggantung dan membuat saya bingung. Tapi saya suka dengan konflik utamanya, yang sebenarnya bukan tentang vegetarian, tapi kemuakan pada setiap yang berdaging atau spesifiknya manusia lain hingga dirinya sendiri.

Tapi saya tidak rekomendasikan novel ini untuk kalian yang logis, imajinatif membayangkan, dan religius. Sebab banyak adegan dewasa yang aneh dan cukup vulgar.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Hidup itu aneh, manusia tetap makan dan minum, buang air, mandi, serta terus melanjutkan hidup mereka apa pun yang terjadi meski hal sangat tragis telah menimpa mereka." (H.203)

Meta morfillah

10 August, 2017

Karena aku butuh dia

You know I can't smile without you
I can't live, and I can't sing
I'm finding it hard to do anything

Dulu saya bingung kalau ada rekan kerja izin tidak masuk karena suami, anak, orangtuanya sakit. Sebab menurut saya, itu tidak berpengaruh ke kinerja, kan bukan dirinya yang sakit.

Tapi, Allah mengasah kepekaan saya dengan memberikan saya situasi yang sama di awal tahun 2015. Bahkan keputusan saya begitu ekstrem. Resign. Padahal yang sakit mama, tapi kinerja saya menurun.

Why?
Sebab hidup bukan hanya tentang diri kita saja. Ada seseorang yang merupakan dunia bagi diri kita, meskipun bagi dunia... ia hanyalah seseorang. Seseorang yang bila terganggu stabilitasnya, membuat dunia kita teralihkan. Seseorang itu biasanya yang kita cintai dengan sungguh-sungguh hingga rela berkorban deminya.

Bisa pasangan hidup, keturunan, orangtua, atau keluarga lain. Saya merasakan hal ini kembali. Diingatkan sama Allah cuma lewat kejadian kecil, tapi seharian saya tidak konsentrasi bekerja. Tertawa, senyum, tapi pikiran mengembara. Rasanya blank. Pengin cepat menuntaskan amanah dan profesional. Pengin cepat pulang, meskipun kehadiran saya tidak menambah signifikan. Hanya diam menemani saja.

Because I'm only human... I can't be perfect in any time or place. Sometimes I wrong, blank, hang, and whatever.

Meta morfillah

09 August, 2017

Tunas, merah jambu

TUNAS, MERAH JAMBU

"Ibu, tukar dong posisinya."
Kenapa? Ternyata biar dekat murid ikhwan yang dia suka.

"Ibu, bagi foto Bu Meta yang tadi di kebun dong."
Ternyata yang diminta foto saya yang berdua murid ikhwan yang dia suka. Murid ikhwan itu sedang pose berlutut sambil mengulurkan pakcoy yang seperti buket bunga pada saya.

"Ibu, aku belum pernah merasa kayak gini, loh! Kok sekali lihat aku langsung suka sama dia, ya?"

Sejauh ini sih, saya & guru lain tidak melarang suka itu. Tapi menjaga agar tetap pada fitrahnya. Tetap diingatkan tidak boleh pacaran, tidak boleh menyentuh ikhwan akhwat, kalau memang suka berusahalah agar pantas dengannya sesuai syariat. Qadarullah yang dia sukai adalah idola kebaikan. Hafalan quran & akademiknya bagus. Jadi kadang kami menjadikan ikhwan tersebut untuk penyemangatnya.

"Hayo, kalau kamu suka sama dia, kamu harus semangat hafalan qurannya. Masak kalah. Pasti dia maunya yang juga saleha, cerdas, dan baik. Jaga perilaku kamu."

Duh, SMP... Usia remaja, dalam Islam sih tidak ada remaja. Adanya dewasa/akil baligh & belum dewasa. Rawan-rawannya virus merah jambu. Mulai ada debar suka atau kagum yang kadang dikira cinta. Mulai ada persaingan & kecemburuan bila si dia dekat dengan lawan jenis yang lain.

Saya coba mengingat lagi saya saat SMP dulu bagaimana. Saya coba rasakan lagi debaran rasa saat kali pertama suka lawan jenis. Ternyata dulu saya tak begitu peduli. Baru mulai suka hanya saat SMK & tak seterus terang dia. Suka hanya selingan, bisa saya redam dengan hobi atau sahabat.

Saya coba memahami dia, agar dia tetap terbuka & kami selaku guru paham bagaimana treatmentnya. Sebab menurut saya, jauh lebih baik dia curhat terbuka seperti ini, daripada diam-diam atau kode-kode dengan temannya sementara gurunya tidak update. Itu jauh lebih berbahaya. Khawatir malah salah curhat & salah arahan.

Ah, guru SMP itu bikin saya kayak remaja lagi. Kayak saya yang mengalami jatuh cinta. Padahal sudah lama konsep itu saya ubah menjadi bangun cinta.

Rabbi habliminashshalihin, semoga semua pendidik & orangtua mampu menjadi tempat curhat ternyaman bagi tunas bangsa ini, sehingga bisa meluruskan sebelum jatuh ke jurang berbahaya.

Meta morfillah

05 August, 2017

Sendiri bukan masalah

SENDIRI BUKAN MASALAH

Sendiri bukanlah masalah, selama kamu tidak mempermasalahkan kesendirianmu.

Allah sedang memfokuskan dirimu menapaki tangga kehidupanmu, agar kamu tiba di tujuan dengan cepat, sesuai target, dan tuntas dalam kesendirian. Sebab, tugas perkembanganmu saat sudah menggenap ada di tangga berbeda yang levelnya pun beragam.

Kesendirianmu adalah cara Allah mempercepat dirimu untuk mengajakmu melihat prestasimu dari puncak. Agar luruh segala egomu. Agar kamu siap berbagi setelah tahu betapa kebersamaan itu berharga untuk kelangsungan perjalanan yang lama.

Tahukah kau ibadah dan perjalanan terlama itu apa?
BERKELUARGA.

Jadi, jangan mempermasalahkan kesendirian. Tapi pantaskan diri agar Allah ridha pada diri kita, baik sendiri maupun saat menggenap dan berpinak.

Meta morfillah

01 August, 2017

Menahan diri

Salah satu hal yang paling sulit bagi saya adalah perihal MENAHAN DIRI.

Menahan diri untuk tidak mengambil peran agar memberi kesempatan bagi orang lain untuk belajar.
Menahan diri untuk tidak berkomentar saat tidak ditanya.
Menahan diri untuk tidak memberi nasihat saat tidak diminta.
Menahan diri untuk tidak berkicau hal tidak penting/konyol di grup komunitas.
Menahan diri dari amarah.
Menahan diri dari menunjukkan kehebatan.
Menahan diri dari pujian yang membuat saya merasa luar biasa.
Menahan diri dari suka memerintah, menyuruh, mengatur, mengintervensi dan memanipulasi orang lain untuk mewujudkan keinginan saya.
Menahan diri dari godaan setan yang terkutuk.

Dan... saya sedang menantang diri saya untuk PR itu. Menahan diri untuk mengambil jeda, memilih prioritas genting-penting, lebih banyak berdialog internal untuk mendalami diri sendiri dan lebih mengenal pencipta saya: Allah SWT.

Saya berharap dialog internal itu membuat saya menemukan jawaban akan hal yang sedang saya cari. Sesuatu yang besar dari hidup dan diri saya.

Perjalanan terjauh, ke dalam hati saya.

Jadi, jangan kangen ya kalau saya banyak diamnya sekarang... hehe

Meta morfillah

Text Widget