Pages

28 November, 2017

Menjadi gurunya manusia: Mengajar seru, belajar seru

Menjadi gurunya manusia: Mengajar seru, belajar seru!

Oleh Iska Meta Furi

“Maaf ya, Bu Meta… menurut saya pelajaran ini sangat berat bagi anak kelas 2 SD. Yang kelas 5 saja belum tentu mengerti tangga konversi seperti ini. Saya paham, Bu Meta masih guru baru, dan kalau tidak salah terbiasa mengajar SMP. Tolong jangan samakan SD dan SMP. Pertimbangkan juga kemampuan anak, jangan memaksakan materi. Saya berkata begini, karena saya juga seorang guru.”

Masih jelas di ingatan saya saat kali pertama bekerja di Sekolah Islam Ibnu Hajar. Saat itu saya mengajarkan Matematika di kelas 2 SD. Bab mengukur berat, membahas tangga konversi kilogram, ons dan gram. Mengikuti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang tersedia, saya mengajarkan hanya menambah dan mengurangi angka 0 (nol) di belakangnya. Lalu saya beri beberapa soal untuk latihan di rumah. Ternyata banyak yang kebingungan.

Waktu pulang sekolah tiba, ada seorang ibu yang masuk ke kelas saya dan bertanya siapa yang mengajarkan matematika tadi pagi. Saya pun menjawab, bahwa saya yang mengajarkan. Dengan raut muka yang serius dan agak kurang bersahabat, ibu tersebut menegur saya dengan kalimat pembuka di atas.

Bayangkan, hari pertama bekerja, saya sudah kena tegur orangtua! Beragam penolakan dalam diri saya ingin saya keluarkan. Ada banyak alasan yang bisa saya kemukakan untuk membela diri saya, misalnya saja saya belum dilatih untuk mengajar sesuai cara sekolah ini, saya hanya mengikuti RPP yang sudah disediakan oleh sekolah (yang kurang sesuai dengan gaya mengajar saya), dan banyak lagi. Tapi saya memilih diam. Tidak ada gunanya menyalahkan keadaan atau orang lain. Saya mencoba berpikir dari sudut pandang sang ibu dan memikirkan lagi kata-katanya. Ibu tersebut tidak sepenuhnya salah.

Pada akhirnya saya hanya diam dan berkata, “Baik Bu. Terima kasih untuk masukannya. Saya akan perbaiki cara mengajar saya. Semoga bisa lebih baik.”

Malamnya, saya tidak bisa tidur. Memikirkan bagaimana cara terbaik mengajarkan hal yang sulit dan abstrak seperti Matematika pada anak kelas 2 SD yang pikirannya masih sangat konkret. Saya baca-baca lagi buku terkait materi. Tidak ketemu caranya. Saya tanya-tanya ke forum, tidak ada juga yang bisa memberi ide. Bosan, saya buka media sosial. Dan saya melihat beragam lagu anak-anak yang dikreasikan dalam pembelajaran. Aha! Saya dapat ide. Saya menggubah sebuah lagu menjadi media pembelajaran saya untuk besok.

Esok paginya, saya mengajar Matematika kembali. Kali ini saya lebih bersemangat.

“Anak-anak, matematika kemarin kita belajar apaa?”

“Kilo, ons, dan gram, Buuu!”

“Betul sekali. Sudah hafal beluuum??”

“Belum, Bu.”

“Susah Ibu!”

“Aku gak ngerti, Bu.”

“Susah yaaa?? Hehe… mau Ibu buat gampang, gak?”

“MAUUU!!”

“Gimana caranya, Bu?”

“Ibu buatkan lagu, dicatat dulu di buku ya, nanti kita nyanyikan sama-sama.”

Lalu saya pun menulis di papan tulis mengenai liriknya.

Nada lagu : saya mau tamasya/becak

Dari kilo ke ons, nolnya ditambah satu
Dari ons ke gram, nolnya ditambah dua
Dari kilo ke gram, nolnya ditambah tigaaaa
Jika dibalik, nolnya dikurang aja!

Setelah itu, saya menyanyikannya dahulu, lalu saya ulangi per baris kemudian diikuti anak-anak. Saya suruh mereka mengulangi hingga 3 kali. Setelah mereka tahu nadanya, saya jelaskan sedikit dan memberikan contoh.

“Nah, sekarang coba Ibu kasih soal ya, 8000 gram =… kg. Berapa hasilnya?”

Tiba-tiba anak yang kemarin ibunya menegur saya mengangkat tangan dan menjawab dengan lantang dan benar.

“8, Bu!”

“Mengapa bisa hasilnya 8?”

“Kan kata lagunya, kalau dari kilo ke gram nolnya ditambah tiga. Tapi ini dibalik, jadi nolnya dikurang tiga. Nolnya dicoret aja. Sisanya 8 deh, Bu!”

“Wah hebat! Benar sekali. Yang lain paham maksudnya?”

“Paham, Buuu!!” serentak mereka menjawab.

Saya tersenyum puas. Sebab mereka hampir semuanya menjawab soal yang saya berikan dengan tepat, maka saya pun memberikan free time 10 menit untuk bermain.

“Karena kalian sudah hebat di Matematika, Ibu mau kasih kalian reward.”

“YEEEYYY!!! Reward apa, Bu?”

“Kita main kereta-keretaan, yuk! Keliling kelas sambil menyanyikan lagu tadi. Sekarang, baris! Ikhwan di depan, Ibu di tengah, batas ikhwan dan akhwat, akhwat mengikuti di belakang Ibu.”

Mereka pun segera berbaris dan menuruti perintah saya. Mereka senang, saya jauh lebih senang. Kelas kami pun jadi menyenangkan.

Ternyata, saat guru menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaya belajar anak, pembelajaran pun otomatis akan seru dan menyenangkan. Kebetulan, anak di kelas saya saat itu banyak yang Insting (ini saya ketahui kelak, saat belajar STIFIn) yang memang suka belajar dalam keadaan damai dan memakai musik/lagu. Saat saya mengajar berikutnya, banyak dari mereka yang meminta saya menggubah lagu kembali agar bisa dinyanyikan. Dan saya pun jadi suka searching berbagai lagu yang menunjang pembelajaran. 

Maka hal pertama untuk mengajar seru sehingga menciptakan belajar seru bagi anak didik adalah dengan merencanakan metode belajar yang sesuai dengan jenjang penerimaan pembelajaran (usia dan gaya belajar anak).

--------+++++----------

Nah, lain lagi saat saya mengajar di SMP Angkatan Pertama yang didominasi belahan otak kanan: Feeling dan Intuiting (saat mengajar SMP, saya sudah sedikit paham mengenai STIFIn teaching dan STIFIn learning). Amat berbeda dengan pengalaman saya mengajar 2 tahun di komunitas homeschooling SMP. Kalau dulu, saya bisa dengan mudah mengajar dengan memberi instruksi dan menjelaskan rinci langsung ke materi, sekarang tidak seperti itu.

Membangun minat belajar anak SMP dengan dominan belahan otak kanan cukup menantang. Sebab, mereka gemar bercerita, diskusi, kritis, moody-an dan santai abis. Jika saya menerapkan langsung metode pembelajaran atau gaya mengajar saya terdahulu (yang dominan belahan otak kiri: Thinking banget!), mereka tidak akan tertarik, bosan, mengantuk, dan jangan harap akan mendapatkan hasil maksimal.

Maka menjadi sangat penting, menarik perhatian mereka di awal pembelajaran dengan setting alpha zone dan apersepsi.

Saat merancang RPP pun, saya jauh lebih fokus menciptakan kenyamanan dan minat belajar mereka. Sehingga baru kali itu, saya banyak membaca dan mencari beragam ice breaking yang bisa dikombinasikan ke dalam pelajaran. Untuk tiap tipe STIFIn, berbeda alpha zonenya.

Sensing: ice breaking
Thinking: brain games
Intuiting: games
Feeling: fun story
Insting : music

Sebab di kelas itu hanya ada 3 tipe yakni Sensing, Intuiting, dan Feeling, maka saya fokus menciptakan sebuah alpha zone yang mengandung unsur ice breaking, games, dan fun story.

Saat itu semester 2, tema Eco Culinary (kuliner sehat). Perlu diketahui, meski SMP, kami tetap menganut kurikulum tematik yang berbeda tiap semester. Goalnya pun berbeda untuk tiap semester. Semester kedua ini, anak-anak dituntut untuk bisa berbisnis kuliner sehat. Dengan tetap memperhatikan aliran ilmu dan materi pembelajaran yang bisa diintegrasikan pada tema, saya membuka semester dua dengan pelajaran IPA, bab ciri-ciri makhluk hidup. 

Saya membuat games “kuliner” dengan bercerita lucu yang di dalamnya terkandung jenis dan rasa makanan (fun story). Saat mereka mendengar kata “sadas”, maka mereka harus membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang (ice breaking). Sementara saat mendengar kata “burger” mereka membentuk kelompok 3 orang, dan kata “lapis talas” membentuk kelompok 2 orang.

Lalu saat mendengar rasa “pedas”, maka mereka harus menghentakkan tangan dan kaki, sembari berteriak “HAH!!”. Saat mendengar kata “asin”, mereka harus senyum datar 5 jari, menyipitkan mata dan mengangkat bahu. Dan saat mendengar kata “manis”, mereka harus berekspresi menyilangkan kedua telunjuknya di pipi sembari senyum. Yang telat berekspresi atau membentuk kelompok dapat konsekuensi dicoreng wajahnya dengan bedak.

Saya memulai games dengan menjelaskan rinci aturan main dan kesepakatan. Setelah semua jelas, saya bercerita dengan intonasi yang dimainkan.

“Kemarin, Ibu pusing dan sedang ingin makan sesuatu yang pedas.”

Sengaja saya mengetes dengan memberi penekanan pada kata “pedas”. Mereka pun berekspresi sesuai yang saya harapkan, dan itu lucu sekali! Lalu saya melanjutkan cerita.

“Akhirnya Ibu makan sa…mbal (sengaja mengecoh, agar mereka berpikir saya akan berkata ‘sadas’, dan ternyata memang beberapa bersiap membentuk kelompok, hahaha).”

“Huuu… ibu mah! Kirain mau ngomong ‘sadas’.”

“Iya, niih. Ibu sengaja ya?”

“Hahahaha…”

“Tapi ternyata memang kurang pedas, jadi Ibu membeli sadas level 3.”

“Eh, kelompok! Kelompok!”

“4, 4… hayo buruan!”

Tersisa 3 orang yang tidak berhasil membentuk kelompok (sebab jumlah muridnya hanya 11), dan jatuhlah konsekuensi coreng bedak pada mereka, hahaha!

“Hayo, Bu… lanjut! Buruan!”

Mereka begitu semangat hingga permainan selesai. Saat saya melihat mereka tertawa puas dan siap menerima pelajaran, maka saya melanjutkan dengan melontarkan pertanyaan apersepsi.

“Menurut kalian, sadas dan burger itu termasuk kuliner jenis apa, sih? Sehat atau tidak?”

“Tidaaakk!!”

“Junk food, Bu. Gak sehat itu!”

“Ya, benar. Terus yang dibilang kuliner sehat itu yang bagaimana?”

“Yang banyak sayurnya, Bu.”

“Masaknya gak pakai mecin, Bu.”

“4 sehat 5 sempurna, Bu!”

“Bagus. Nah, kalau istilah kuliner atau eco culinary nya kalian tahu tidak maksudnya?”

“Kuliner itu makanan, Bu!”

“Maknyoss!!”

“Hahaha, betul bahwa kuliner berkaitan dengan pengolahan makanan. Dan eco culinary adalah pengolahan makanan yang sehat atau selaras dengan kehidupan. Baiklah kita lanjut tonton video berikut ini. Kalian perhatikan dan cari tahu apa maksud isi video ini, ya!”

Saya pun memutarkan video tentang bahaya junk food dan mendiskusikannya bersama-sama. Barulah saya masuk ke materi pembelajaran IPA.

“Jadi, makan itu penting tidak untuk makhluk hidup?”

“Penting, Bu! Kalau gak makan nanti lemas.”

“Bisa mati juga, Bu!”

“Mengapa penting?”

“Sebagai sumber energi, Bu.”

“Nah, makhluk hidup selain manusia ada apa lagi?”

“Hewan.”

“Tumbuhan.”

“Betul sekali! Hewan dan tumbuhan makannya bagaimana?”

“Ya, gitu, Bu!”

“Tumbuhan dari akar. Hewan ada yang macam-macam makanannya, Bu. Ada daging, rumput, dll.”

“Ya, benar. Sekarang, apa saja sih ciri-ciri makhluk hidup dan makhluk tak hidup/benda mati?”

Begitulah usaha membuat mereka mau belajar. Meski memang butuh waktu yang agak banyak untuk memulai, tapi tidak mengapa yang penting hasrat belajar mereka timbul dan mereka senang dalam melakukannya.

Sehingga cara kedua saya untuk mengajar seru sehingga menciptakan belajar seru bagi anak didik adalah dengan mengaplikasikan STIFIn dalam proses pembelajaran.

--------+++++---------

Ada juga cara seru mengajar lainnya, yakni memadukan konten materi ke dalam modifikasi permainan. Saya suka mengajak mereka mereview materi dengan bermain. Bisa dengan ular tangga, cerdas cermat, atau BINGO. Hal ini biasa saya lakukan saat materi pelajaran sudah selesai disampaikan. 
Saya memodifikasi games ular tangga yang umum diketahui dengan gaya saya sendiri. Jadi saya bilang ini games “Ular tangga ala Bu Meta”.

Saya menggambar sejumlah 10 kotak mendatar dan 10 kotak menurun di papan tulis menggunakan spidol. Sehingga akan tercipta 100 kotak. Di kotak 1, saya menuliskan “START”, di kotak 100 saya menuliskan “FINISH”, di kotak-kotak lainnya ada yang saya biarkan kosong, ada yang saya gambari buah (apel, jeruk, pisang), ada yang saya beri tulisan “POIN 50” dan “POIN 100”, juga ada gambar ular dan tangga yang seimbang jumlahnya.

Cara bermainnya, saya membentuk kelompok berdasarkan STIFIN mereka, dan memberi mereka kertas origami yang sesuai warna STIFIn mereka (merah untuk Sensing, hitam untuk Thinking, biru untuk Intuiting, hijau untuk Feeling, dan kuning untuk Insting). Kertas itu saya tempelkan selotip di ujungnya, sebagai pion jalan mereka. Lalu saya membuat 6 gulungan kertas sebagai pengganti dadu. Mereka akan jalan sesuai dengan urutan kelompok STIFIn, mengambil kertas yang dikocok, lalu menjalankan pion.

Bila pion mereka berhenti di kotak yang kosong, maka mereka berhak mendapatkan pertanyaan. Pertanyaan tersebut harus dijawab dalam waktu 5 hitungan (10 hitungan untuk soal MTK/IPA yang membutuhkan perhitungan). Bila berhasil menjawab, mereka mendapatkan 50 poin. Bila tidak, pertanyaan tidak akan dilempar dan mereka tidak mendapat poin. Bila pion mereka berhenti di kotak yang bergambar buah, maka mereka tidak mendapat pertanyaan. Bila berhenti di kotak yang ada tulisan “POIN 50” atau “POIN 100”, maka mereka mendapatkan poin tanpa perlu menjawab pertanyaan. Bila berhenti di kotak yang ada gambar ular maka ia harus turun ke kotak yang dituju ekor sang ular. Bila berhenti di kotak yang ada gambar tangganya, maka ia boleh naik ke kotak yang menjadi ujung tangga.

Peraturannya, saya tentukan waktu main, misal 1 jam. Yang berhasil mencapai finish pertama, dialah yang menang dan permainan pun berakhir, Jika sampai 1 jam, belum ada yang mencapai finish, maka pemenang adalah yang mengumpulkan poin terbanyak.

“Ibu, itu gambar bom atau apa, sih?”

Biasanya mereka akan tertarik saat melihat saya menggambar kotak-kotak dan isi dalam kotak.

“Kita mau ngapain, sih, Bu?”

Saya hanya tersenyum dan terus menggambar. Nanti ketika saya menjelaskan maksud gambar dan permainan ini, biasanya mereka akan berkomentar seperti ini,
“Ih, Ibu itu apel sama jeruknya kayak bom. Pisangnya kayak bulan sabit. Terus ularnya jelek banget ih, gak jelas.”

“Ya, soalnya Ibu gak jago gambar. Kalau Ibu jago, Ibu bukan mengajar IPA, PLH, tapi ngajar SBK. Udah, terima aja. Yang penting gamesnya seru.”

“Sini, aku yang gambarin, Bu!”

“Gak usah. Yuk, kita mulai permainannya!”

Mereka pun akan menertawakan gambar saya dan tetap asyik mengikuti pelajaran. Dan bila tiba saat permainan berakhir, biasanya mereka minta diperpanjang waktunya, bahkan menagih untuk terus bermain. Di akhir permainan, kelompok yang menang akan diberikan reward. Biasanya saya akan membelikan cokelat atau es krim.

Begitulah beragam upaya saya dalam menciptakan cara mengajar seru sehingga belajar pun seru. Sebab saya ingin menjadi “gurunya manusia”.

Menjadi “gurunya manusia” artinya harus menjadi guru yang mengajar dengan hati dan tentunya menyenangkan. Itu hal yang senantiasa saya ingat dari orangtua dan dosen saya. Mengajar dengan cinta, sehingga berhasil menjadi “dokter cinta belajar”. Sebab yang kita ajarkan, bukanlah robot. Anak didik kita adalah manusia utuh yang memiliki jiwa dan perasaan. Meski dalam tantangan di kesehariannya nyatanya tidaklah mudah.

Well… ada banyak cara untuk mengajar seru sehingga belajar pun menjadi seru dan menyenangkan. Tapi satu hal yang perlu dilakukan sebelum mencari cara itu, adalah mengondisikan hati kita agar ikhlas mengajar dan mau berupaya terbaik bagi keberhasilan anak didik. Meskipun mungkin cukup menyita waktu dan perlu banyak persiapan, latihan, serta pembelajaran. Sebab, tidak ada kata “berhenti” untuk belajar, terutama bagi gurunya manusia!
***

#Tulisan ini memenangkan hadiah Juara I di Lomba Menulis: Mengajar seru, belajar seru dalam Pekan Lomba Hari Guru Nasional di Sekolah Islam Ibnu Hajar Bogor.
##Bogor, 15 November 2017

Meta morfillah

[Review buku] Teach like Finland

Judul: Teach like Finland
Penulis: Timothy D. Walker
Penerbit: Grasindo
Dimensi: xxx + 198 hlm, cetakan II Agustus 2017
ISBN: 978 602 452 0441

Berdasarkan pengalaman mengajar di Amerika, penulis merasakan banyak perbedaan dengan cara mengajar di Finlandia. Mulai dari jam mengajar yang lebih singkat, waktu istirahat yang lebih banyak, jarangnya PR, dan tidak adanya ujian standardisasi/UN. Namun hasilnya sangat maksimal, Finlandia membuktikan bahwa siswanya adalah peringkat tertinggi dalam penilaian internasional. Sehingga banyak yang 'penasaran' dengan sistem pendidikan negara ini.

Dalam buku ini, penulis menceritakan beberapa strategi mengajar yang ia rasakan selama mengajar di Finlandia.

Ada 5 hal yang harus diperhatikan oleh pengajar:
1. Kesejahteraan
Ada enam tips dalam bab ini:
a. Jadwal istirahat otak (istirahat 5 menit setiap 45 menit pelajaran)
b. Belajar sambil bergerak (merancang daily stretching dan adakan "penggiat istirahat" yaitu murid yang bertanggung jawab mengajak temannya bermain dan aktif bergerak)
c. Recharge sepulang sekolah (memberi PR seminimal mungkin dan meninggalkan pekerjaan di kantor, jangan bawa pulang ke rumah)
d. Menyederhanakan ruang (tidak perlu terlalu banyak tempelan di dinding, kecuali yang patut diapresiasi)
e. Menghirup udara segar (keluar kelas)
f. Masuk ke alam liar (melakukan kegiatan di alam: camping, pendakian, dll)
g. Menjaga kedamaian (membuat aturan pokok, membuat pengatur kebisingan dan menciptakan sebuah keseimbangan)

2. Rasa dimiliki
a. Mengenal setiap anak (menyapa nama anak, makan siang bersama, dan kunjungan ke rumah)
b. Bermain dengan murid-murid
c. Merayakan pembelajaran mereka (beri waktu untuk merayakan hasil kerja keras mereka dan ucapkan terima kasih)
d. Mengejar mimpi kelas (membuat suatu keputusan/target bersama)
e. Menghapus bullying (diskusi dam dengarkan dari kedua belah pihak tanpa menilai, meminta siswa menuliskan solusi dan masukannya)
f. Berkawan (memasangkan murid dengan juniornya, misal kelas 6 diminta menjaga kelas 1, sistem satu kakak-satu adik)

3. Kemandirian
a. Mulai dengan kebebasan (berusaha mempercayai dan tidak menolak ide yang diberikan siswa, juga tidak terlalu mengekang/mengatur)
b. Meninggalkan batas (membuat daily reading/do know)
c. Menawarkan pilihan dalam membuat tugas
d. Buat rencana bersama siswa Anda
e. Buat jadi nyata (roleplay/simulasi, bahkan praktik menjahit dengan jarum sungguhan bagi kelas 1 SD, dll)
f. Tuntutan tanggung jawab (membiarkan siswa mengevaluasi dan menilai sendiri tes mereka)

4. Penguasaan
a. Ajarkan hal-hal mendasar (memprioritaskan hal-hal esensial berdasarkan kurikulum)
b. Gunakan buku pegangan
c. Manfaatkan teknologi (sebagai alat pendukung pembelajaran, bukan distraksi)
d. Memasukkan musik
e. Menjadi pelatih
f. Buktikan pembelajaran (berikan pertanyaan terbuka)
g. Mendiskusikan nilai (membiarkan siswa menilai diri sendiri, lalu membandingkan dengan penilaian guru, dan menyepakati nilai bersama)

5. Pola pikir (inilah hal paling esensial bagi seorang guru)
a. Mencari flow (bekerja sebaik mungkin, tanpa membandingkan diri dengan orang lain/mengejar superioritas)
b. Berkulit tebal (percaya diri dalam keahlian sebagai seorang guru)
c. Kolaborasi lewat kopi (sharing/meluangkan waktu bersama rekan guru lainnya)
d. Menyambut para ahli (kolaborasi dengan rekan kerja yang ahli dalam suatu bidang, mengundang mereka sebagai narasumber ke dalam kelas)
e. Melepaskan diri untuk berlibur
f. Jangan lupa bahagia

Secara isi, beberapa mirip dengan buku Quantum Teaching. Namun, yang saya cermati dari kisah penulis adalah betapa sistem pendidikan di Finlandia sangat sistemik dan didukung penuh oleh pemerintah dan masyarakatnya. Beberapa strategi ada yang sudah diterapkan di sekolah saya mengajar dan beberapa terasa kurang pas. Namun itulah strategi, tidak harus sama persis ditiru. Sebab berbeda latar, akan berbeda pula perlakuan.

Beberapa typo dan cetakan yang kurang bagus saya temukan sehingga agak mengganggu dan membuat pusing saat membaca (tulisan berbayang).

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Pentingnya meninggalkan tempat kerja untuk mengisi ulang, dalam rangka untuk tetap kuat sebagai guru. Mengajar lebih seperti marathon daripada lari sprint." (H.26)

"Mengajar, sebuah pekerjaan yang membuat kita merasa sendirian, dalam artian guru menghabiskan banyak waktu dengan murid dibanding dengan rekan. Tidak demikian di Finlandia. Guru menghabiskan waktu bersama rekan saat makan siang, ngobrol, berbagi trik mengajar, penyelesaian masalah, dan menjalin pertemanan." (H.56)

"Mengucapkan terima kasih merupakan praktik yang mengurangi hasrat yang merugikan: mengejar superioritas, karena menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang mencapai apa pun seorang diri." (H.178)

Meta morfillah

13 November, 2017

[Review buku] Personality Reality

Judul: Personality Reality
Penulis: Patrick David Yanello
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Dimensi: xx + 242 hlm, 21 cm, cetakan I 2005
ISBN: 979 694 4650

Buku ini membahas 5 kepribadian yang diwakilkan oleh 5 tanda baca.

Tipe tanda seru ! senantiasa ingin bertindak cepat, tegas, mendesak, andal dalam mengerjakan, menyelesaikan/memutuskam sesuatu, juga bisa memengaruhi orang lain untuk mengambil tindakan/keputusan.

Tipe tanda tanya ? senantiasa menanyakan segala hal, terbaik dalam pemikiran dan pertimbangan.

Tipe tanda hubung - senantiasa menjaga perdamaian, menolong, memelihara hubungan penuh perhatian, menyenangkan.

Tipe tanda titik . senantiasa memerhatikan detail, fakta, terbaik dalam menyimpan catatan dengan hati-hati, terinci dan sempurna.

Tipe tanda bintang * senantiasa memancarkan emosi dan mengungkapkan perasaan, dramatis, pemimpi, gagasan menarik, penuh penggambaran, terbaik memotivasi dan memengaruhi orang untuk mengikuti perasaan/dorongan hati.

Buku ini pun membahas 25 interaksi yang mungkin terjadi antar tiap tipe dan 4 kemungkinan saat berhadapam dengan tiap tipe (atas-bawah). Apa saja kelebihan dan kekurangan tiap tipe. Dan yang menarik adalah perbandingan teori ini dengan teori-teori psikologi lainnya seperti hipocrates, DISC, MBTI, dll.

Namun saya merasa agak membingungkan sebab dasar penilaiannya hanya berdasarkan pengamatan yang menurut saya cenderung berubah-ubah. Memang ada hanyak kuesioner tapi kurang mengerti di bahasanya. Mungkin sebab buku ini terjemahan, sehingga kurang pas atau memang dari sananya begitu hehe.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Anda tidak dapat menghentikan kepribadian karena kepribadian itu seperti alam. Tapi Anda dapat menggunakan payung pengetahuan untuk menjaga diri supaya tidak basah kuyup." (H.43)

Meta morfillah

12 November, 2017

[Mentoring] Hadits 7 'arbain "Agama adalah nasehat/ketulusan"

HADITS 7 'ARBAIN "AGAMA ADALAH NASEHAT/KETULUSAN"

Sabtu, 11-11-2017
Bu Efi dengan kitab Al Wafi

Agama adalah nasehat/ketulusan. Apa maksudnya? Ketulusan pada siapa saja?

1. Ketulusan pada Allah SWT
Yang dimaksud dengan nasehat kepada Allah adalah beriman kepada-Nya, tidak
menyekutukan-Nya, mensucikannya dari segala kekurangan, ta’at kepada-Nya dan tidak bermaksiat kepada-Nya (implementasi iman kepada Allah).

2. Ketulusan pada kitab Al Quran
Dengan membacanya secara tartil dan bagus, menghafal, tadabbur tiap ayat (Q. S. Muhammad [47]: 24), mengajarkan, memahami dan mengamalkannya (Q. S. As Saff [61]: 2-3).

3. Ketulusan pada rasul
Nasehat kepada Rasul-Nya adalah membenarkan risalahnya, beriman kepada semua yang dibawanya, menghormatinya, melaksanakannya ajarannya (Q. S. An Nisa [4]: 80).

4. Ketulusan pada pemimpin
Yakni dengan menyukai kebaikan dan kebenarannya, membantu pemimpin untuk senantiasa dalam kebenaran dengan mengkritisinya: bisa dengan mendoakan, atau aksi agar kepemimpinan tetap lurus (Q. S. An Nisa [4]: 59).

5. Ketulusan pada kaum muslimin
Dengan menuntun mereka pada kebaikan dunia dan akhirat (dakwah).

6. Nasehat yang paling baik adalah ketika diminta nasehat.
Dilakukan saat orang itu tidak ada di hadapan (tetap membela kebaikannya). Bahkan menurut Hasan Al Bashri, dikatakan sebuah nasehat adalah saat orang yang dinasehati bergerak sesuai nasehat yang diberikan.

7. Adab memberi nasehat
Tidak diketahui orang lain (menutupi aib saudara).

8. Ibrah hadits 7 arbain ini adalah:
a. Nasehat adalah Islam itu sendiri (meliputi ucapan dan perbuatan)
b. Nasehat hukumnya fardhu kifayah
c. Pertimbangkan maslahat dan mudharat saat memberi nasehat. Bila orangnya berbahaya dan tidak terbuka terhadap nasehat, maka boleh memilih tidak memberi nasehat.

*catatan sepemahaman penulis

Meta morfillah

11 November, 2017

[Review buku] Drunken marmut

Judul: Drunken Marmut
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel books
Dimensi: 204 hlm, 19.5 cm, cetakan I Agustus 2009
ISBN: 978 602 0851 174

Buku ini memuat 17 kisah keseharian penulis yang luar biasa "gila" dan berani melakukan hal berbeda. Hal sederhana bahkan serius bisa dibawa santai dan jadi guyon cerdas ala pidi baiq. Lucu membayangkan kalau ini dibuat film. Berkali saya menggumam "Ini beneran dia lakukan? Kok ada ya makhluk kayak dia?" Hahaha

Misalnya saja keisengan mengajak bicara dan bercanda orang yang baru dikenal seperti di "Oh Pram", "Mencatat sate", "Linglung hansip", "Lari pagi Philipina", "Malaysia HUT RI", "Warnet Bugil", dan "Kereta terowong" (yang sampai mengeluarkan uang lebih banyak demi keisengan berfaedahnya). Niat awalnya mungkin bercanda, tapi keberanian menyapa, membuka percakapan dan menjalin silahturrahim penulis ini unik hingga menghasilkan cerita di atas, padahal polanya mirip semua.

Yang lebih lucu lagi, Bunda, istri dan keluarganya itu loh... sabar ya menghadapi jahilnya penulis haha. Seperti di cerita "Drunken marmut", "Binatang tipu", "Keliling awug", "Swara kamar", dan "Pengemis bunda".

Meski lucu, buku ini pun membuat saya agak #jleb di bagian "SMA berseragam" yang bercerita tentang gurunya di SMA. Mirip dengan salah satu tokoh guru di novel penulis lainnya: Dilan.

Well, secara keseluruhan isinya crunchy dan menghibur, bahasanya pun mudah dicerna. Cuma saja saya agak kurang suka dengan ilustrasi dan covernya (n__n)

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Di negara mana pun kita berada, hal terpenting adalah tetap memastikan diri untuk menjadi manusia yang keren. Manusia warga dunia yang melakukan perbuatan baik dan berguna bagi alam semesta. Semata-mata demi atas nama tuhanmu, bukan atas nama apa pun." (H.136)

"Kisah masa lalu itu indah. Atau dia indah karena sudah menjadi masa lalu. Sehingga apa yang kini tak kita anggap indah, kelak akan berangsur menjadi indah." (H.196)

Meta morfillah

05 November, 2017

[Review buku] Bidadari untuk Dewa

Judul: Bidadari untuk Dewa
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: KMO Publishing
Dimensi: x + 528 hlm, 14 x 20.5 cm, cetakan pertama oktober 2017
ISBN: 978 602 50441 06

Sudah pernah mendengar nama Dewa Eka Prayoga (DEP)? Ya, dikenal sebagai Dewa Selling dengan beragam bukunya yang sering dibagikan gratis dalam bentuk ebook pada komunitas bisnis.

Jujur, sebatas itu saja pengetahuan saya tentang DEP. Sebab saya tidak antusias terhadap selling & marketing.

Nah, novel ini diambil dari kisah hidup DEP saat memulai berbisnis. Dimulai pada rentang waktu kuliah hingga menikah. Menariknya novel ini adalah menggabungkan mitos dewa-dewi yunani dalam kisah hidupnya. Bagi saya, buku ini sedikit membosankan di bagian awal hingga tengah sebab alurnya flat. Tapi setelahnya sampai akhir bagaikan naik turun, konflik yang saya kira klimaks mencapai antiklimaks lalu ditiban lagi dengan konflik baru yang memiliki klimaksnya sendiri.

Seakan tiada henti masalah yang mendera. Mulai dari hutang 8 milyar, hubungan tidak harmonis antara ibu mertua dan menantu perempuan, beragam teror para investor, perselingkuhan yang mengancam karamnya bahtera rumah tangga, hingga penyakit GBS (Guillain Barre Syndrome) yang mengingatkan saya akan Chatelia, sahabat saya yang juga terkena penyakit ini setelah perjalanan kami ke Malaysia.

Asma Nadia begitu apik memainkan emosi pembaca terutama wanita. Aah... saya yang terhanyut alur kisah ini tidak sanggup membayangkan ada di posisi Haura dengan segala kesabaran dan kesyukurannya. Begitu terjalnya jalan menjadi Bidadari untuk Dewa.

Hanya sedikit kekurangan teknia pada buku ini terkait typo, peletakan tanda baca yang kurang pas sehingga mengubah intonasi dan arti, serta jarak spasi antar paragraf yang menurut saya terlalu jauh.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"bahagia itu sederhana: dekat denganNya dan dekat denganmu." (H.1)

"Tidak banyak yang mampu mengerti, betapa sesuatu yang sederhana sering kali menjelma menjadi hal istimewa." (H.86)

"Ternyata masalah bukan beban melainkan cara Allah membangunkan hambaNya supaya menemukan potensi terbaik." (H.132)

"Ketika berhasil, teman-temanmu tahu siapa kamu. Ketika gagal, kamu akhirnya mengetahui siapa sesungguhnya teman-temanmu." (H.256)

"Lingkungan positif tidak akan memberi manfaat jika diserap secara negatif." (H.262)

"Konon kesetiaan perempuan diuji ketika suami tidak memiliki harta sementara lelaki sebaliknya, menghadapi ujian saat dia berkelimpahan." (H.356)

"Entah kelebihan atau kekurangan, perempuan cenderung menyalahkan diri sendiri ketika dikhianati." (H.383)

"Orang yang saat ini sedang putus asa, kebanyakan mereka bukan salah di teknis. Bukan salah di strategi. Bukan di actionnya. Masalah yang terjadi pada mereka adalah dari segi KEIMANANNYA. Apakah akan mengingkari Allah atau justru semakin yakin dengan keajaiban yang akan Dia hadirkan?" (H.483)

Meta morfillah

[Review buku] I Know You

Judul: I Know You
Penulis: Miss Hiday
Penerbit: STIFIn Institute
Dimensi: xxiv + 327 hlm, cetakan pertama september 2017
ISBN: 978 602 54141 69

Pertama kenal konsep STIFIn di sekolah tempat saya mengajar, saya tidak langsung menerima. Sebab history kerja saya di dunia consulting, bagian R&D, membuat saya banyak mengenal alat tes psikologi dan semacamnya. Selama itu pula saya tidak pernah mendengar ada konsep buatan anak negeri yang ternyata diakui, akurat, dan efektif.

Maka hal yang saya lakukan adalah menolak konsep itu. Sebab tidak sesuai dengan literatur psikologi yang sering saya baca. Saya pun meragukan validitas dan reliabilitasnya. Pertanyaan terbesar saya saat itu, kalau benar konsep ini bagus, mengapa di setiap training perusahaan mana pun jarang memakainya? Malah lebih sering konsep koleris-melankolis, MBTI, DISC, dll.

Tapi saat saya memilih bekerja di suatu tempat, saya memutuskan sami'na wa atho'na. Maka mulailah saya cari literatur tentang awal mula STIFIn yang ternyata ada di buku Kubik Leadership. Mantan competitor kantor saya dulu. Baca buku itu memang ilmiah, tapi saya masih pusing mengaplikasikan maksudnya.

Sementara masalah keseharian saat mengajar terus berdatangan dan harus diselesaikan sesuai konsep STIFIn. Alhamdulillah, sekolah memiliki seorang konsultan STIFIn bernama Miss Hiday yang kedua anaknya pun bersekolah di tempat saya mengajar. Nah, semenjak kenal Miss Hiday, saya sering melihatnya memberikan materi di seminar dan memang jauh lebih SIMPEL.

Apa yang ada di buku ini, benar-benar mirip dengan SISTEMATIKA saat beliau mengisi seminar, RUNUT terasa seperti sedang mendengar beliau berbicara langsung. Juga DETAIL, banyak TUGAS worksheet, dan SIMPEL. Karakter beliau yang Sensing introvert banget hehe.

Membacanya tak butuh waktu lama dan lebih mudah dipahami oleh orang yang belum mengenal STIFIn. Meski agak memusingkan di dekat bagian akhir sebab harus berpikir mengenai action plan parenting yang ingin dioptimalkan. Membantu lebih APLIKATIF.

Yang dibahas adalah tentang bagaimana menjaga amanah titipan Allah yakni anak, mengetahui apakah kita termasuk orangtua malpraktik vs orangtua sukses mulia, keunikan dan pola anak dilihat dari konsep STIFIn, menentukan parent leader dan atmosfer yang sesuai dengan kenyamanan parent leader serta tips untuk parent leader disesuaikan dengan teori sirkulasi STIFIn. Lebih ke STIFIn teaching dan learning.

Kekurangannya menurut saya, ada pada beberapa part yang begitu terasa diulang-ulang, typo yang cukup banyak dan membuat saya kebingungan akan maksudnya, serta cetakan yang kurang baik sebab beberapa halaman hilang/kosong karena tidak terprint, juga gambar yang kurang jelas terutama bila poinnya banyak dan kecil. Untuk harga pun saya cukup kaget bila dibandingkan dengan buku lain yang tebalnya sama, berharap masih di range 100-150 ribuan hehe.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

Meta morfillah

Text Widget