Pages

19 February, 2013

LEARN,UNLEARN & RELEARN

The illiterate of the 21st century will no be those who can't read & write,but those who can't LEARN,UNLEARN & RELEARN.

Mereka yg buta huruf di abad ke-21 bukanlah orang yg tidak bisa membaca & menulis, melainkan mereka yg tidak dapat belajar,melepaskan pelajaran yg kadaluwarsa & belajar kembali.

-Alvin Toffler-


Salah satunya adalah pelajaran tentang BERSYUKUR.

Dalam salah satu pelatihan,saya menyuruh peserta menuliskan “25 hal yang saya syukuri dalam hidup” dalam waktu 4 menit. Dan hanya satu atau dua orang yang mampu menyelesaikannya. Sementara yang lain masih sibuk berpikir.
Inilah bedanya. Ada dua kategori manusia, ‘manusia yang bisa bersyukur’ dan ‘manusia yang mahir bersyukur’.
Manusia yang bisa bersyukur adalah mereka yang bersyukur ketika hidup berjalan sesuai keinginannya dan mengeluh ketika kesusahan datang. Sedangkan orang yang mahir bersyukur tetap bisa mengucap syukur bahkan ketika hidup tak berjalan sesuai keinginannya.

(Andreas Harefa from book “Mindset Therapy : Terapi pola pikir tentang makna Learn, Unlearn dan Relearn”)
  1. Terima Kasih Allah atas nikmat SEHATMU.
  2. Terima Kasih Allah atas nikmat IMANMU.
  3. Terima Kasih Allah atas nikmat ISLAMMU.
  4. Terima Kasih Allah atas nikmat BAHAGIAMU
  5. Terima Kasih Allah atas nikmat SEDIHMU
  6. Terima Kasih Allah atas nikmat RAHASIAMU
  7. Terima Kasih Allah atas nikmat PEMBELAJARANMU
  8. Terima Kasih Allah atas nikmat BELAJARMU
  9. Terima Kasih Allah atas nikmat MALAIKAT TANPA SAYAPMU (Mama)
  10. Terima Kasih Allah atas nikmat MERCU SUARMU (Bapak)
  11. Terima Kasih Allah atas nikmat KASIHMU (Keluarga & semua kenalanku)
  12. Terima Kasih Allah atas nikmat CINTAMU
  13. Terima Kasih Allah atas nikmat UKHUWAHMU
  14. Terima Kasih Allah atas nikmat HIDUPMU
  15. Terima Kasih Allah atas nikmat KARUNIAMU
  16. Terima Kasih Allah atas nikmat REZEKIMU
  17. Terima Kasih Allah atas nikmat SAKITMU
  18. Terima Kasih Allah atas nikmat HUJANMU
  19. Terima Kasih Allah atas nikmat KEMARAUMU
  20. Terima Kasih Allah atas nikmat KECERDASANMU
  21. Terima Kasih Allah atas nikmat RASAMU
  22. Terima Kasih Allah atas nikmat KELENGKAPANMU (Panca Indera)
  23. Terima Kasih Allah atas nikmat KEINDAHANMU (Cantik)
  24. Terima Kasih Allah atas nikmat ILMUMU (Bersekolah hingga Perguruan Tinggi)
  25. Terima Kasih Allah atas nikmat SYUKURMU
Aku membuat daftar ini dalam waktu 7 menit dan lumayan lama berpikir. Jadi aku pun harus banyak berlatih dan belajar untuk menjadi orang yang MAHIR bersyukur, tak sekedar BISA.
Bagaimana denganmu??

With love,
Meta Morfillah

18 February, 2013

Cerpen Keempatku


ALFABET

Namanya Ibu Nimfa.
Dia sangat mencintai ilmu. Bahkan demi ilmu tersebut separuh hidupnya ia habiskan untuk belajar. Konon ia sempat bertemu dengan periplaneta americana yang tinggal di Amerika. Ia adalah sosok kecoa teranggun dan terpintar yang pernah ku lihat selama hidupku. Baru tiga hari yang lalu ia tiba di kota kami dan mengajar di sekolah pusat. Ibu Nimfa sangat bersemangat mengajak kaum kecoa untuk belajar. Namun itu adalah suatu hal yang aneh di kota kami. Kota kami begitu makmur dan tenteram, sehingga para tetua kota menganggap keturunan kaum kami tidak perlu belajar. Sekolah yang dibangun pun hanyalah formalitas dan fungsi utamanya adalah tempat untuk para pejantan dan betina saling berkenalan, sebelum akhirnya mereka saling menyatukan janji menjadi sejoli. Maka, kehadiran Ibu Nimfa pun dianggap sebagai sesuatu yang aneh.


Hari ini pelajaran alfabet di sekolah. Ibu Nimfa yang mengajar. Namun sedari tadi Ibu Nimfa menjelaskan, pejantan dan betina tidak memperhatikan. Mereka malah saling asik memberi kode. Mencoba terlihat menarik sembari berharap kodenya tidak bertepuk sebelah antena (karena kami tidak punya tangan).
“Walaupun kita bangsa kecoa, namun kita tetaplah harus pintar agar tidak mudah dijajah atau ditipu bangsa lain. Untuk pintar kita harus banyak membaca. Dan untuk membaca, maka kita tidak boleh buta huruf. Di sini, kita akan memberantas buta huruf tersebut. Kita akan mempelajari alfabet yang digunakan oleh bangsa manusia.” Jelas Ibu Nimfa.
“Hoaaemm...alfabet apa tuh Bu? Makanan baru ya?” celetuk Rudi yang sering tidur di kelas.
“Bukan Rud, nama betina manusia. Ya kan bu?” seru Budi, yang memang agak budi (budek dikit).
“Ha..ha...ha..ha....” para pejantan dan betina menertawakan Rudi dan Budi.
“Sst.. sudah, sudah. Kembali ke materi. Sebelum kita mulai latihan pengucapan alfabet, ada yang mau ditanyakan?” tanya Ibu Nimfa.
Aku mengacungkan antenaku.
“Ya Blatta?”
“Mengapa kita mempelajari alfabet bahasa manusia Bu? Mengapa tidak bangsa lain saja, seperti kucing misalnya?” tanyaku.
“Pertanyaan cerdas. Mengapa bangsa manusia, dan bukan bangsa lain. Karena kita tahu..bahwa bangsa terhebat di muka bumi ini adalah bangsa manusia. Dan jika kita ingin belajar sungguh-sungguh, belajarlah dari mereka yang terbaik. Selain itu, hampir semua produk dan properti yang kita gunakan berasal dari bangsa manusia dan ditulisi alfabet manusia. Jadi untuk mengetahui kegunaan produk dan properti itu, kita harus dapat membaca alfabetnya dengan benar. Agar tidak terjadi efek samping yang membahayakan.” Jelas Ibu Nimfa.
“Ribet amat sih Bu, buat apa susah payah kayak gitu. Itu kan gak penting. Yang penting itu kita harus meneruskan keturunan. Pejantan harus bisa cari makanan, betina harus bisa bertelur banyak. Itulah tujuan hidup kita bu!”
Ibu Nimfa menghela napas mendengar ucapan Ratu, kecoak betina yang suka dandan. Ratu memang tidak peduli dengan sekolah, dia ke sekolah hanya karena dipaksa oleh ayahnya yang merupakan tetua kota. Sekedar formalitas.
“Memang benar perkataan Ratu. Di kota kalian yang begitu nyaman dan makmur ini, segalanya telah tersedia. Hingga tugas kalian hanyalah meneruskan keturunan. Namun ketahuilah, coro-coroku.. dengan ilmu yang kalian pelajari, kalian akan menjadi kecoa yang berkualitas. Dengan membaca, kalian dapat meningkatkan taraf hidup kalian. Kalian bisa membedakan mana produk yang berbahaya dan mana yang tidak. Dan tidaklah pernah ilmu itu akan merugikan kita.”
Ibu Nimfa menatap seisi kelas. Kebanyakan mereka tak acuh dengan perkataan Ibu Nimfa, dan masih saja asik bertukar kode antena.
“Oke, Ibu rasa cukup pertanyaannya. Sekarang mari kita latihan.” Ucap Ibu Nimfa sembari menghela nafas panjang. Ia tahu ini akan sulit dan butuh waktu yang lama.


“Hei Blatta, lo tahu gak kalau Ibu Nimfa kemarin berdebat dan dicaci sama tetua kota di sidang bulanan kota?” tanya Sari tetanggaku yang senang bergosip.
“Tahu darimana kamu?” tanyaku.
“Ayahku yang cerita, kemarin ia bertugas menjaga keamanan sidang. Dan ayahku bilang, itu adalah perdebatan sengit yang pernah terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir.”
“Memang apa yang didebatkan?” aku jadi penasaran.
“Ibu Nimfa menginginkan agar dibuat sebuah kebijakan bagi para pejantan dan betina yang berusia 20 hari hingga 40 hari untuk menyelesaikan sekolah. Dia begitu menekankan pentingnya membaca dan memberantas buta huruf. Dia bilang bangsa kita dalam bahaya bila kita tidak melek huruf. Tentu saja tetua kota tidak setuju dengannya. Karena menurut mereka sekolah itu tidak penting. Buta huruf pun masih bisa hidup. Dan usia 20-40 hari adalah waktu yang tepat untuk bertelur, bukannya untuk sekolah. Tapi Ibu Nimfa begitu keras kepala meminta dibuatkan kebijakan itu. Akhirnya terjadilah perdebatan dahsyat itu. Tetua kota tidak menyukai pemikiran Ibu Nimfa. Dan malah mengatainya coro pastur (pasaran turun), karena tidak ada kecoa pejantan yang memilih Ibu Nimfa sebagai pasangannya dan Ibu Nimfa pun belum pernah bertelur.”
“Apa? Tetua kota berkata seperti itu?”
“Iya, ayahku bilang muka Ibu Nimfa sampai mencokelat tua menahan marah dan malu. Lalu ia mengucapkan terima kasih dan pergi dari ruang sidang.”
Duh Gusti, kasihan sekali Ibu Nimfa. Aku tak sampai hati membayangkan ia dipermalukan oleh tetua kota di depan kecoa banyak.


“Huaa....huaaa....ibuuuu....”
“Ayaaahhh...jangan tinggalkan kamii.. Huhuhuhu..”
Begitu banyak tangisan dan ratapan anak-anak kecoa memenuhi kota kami. Ini adalah hari terkelam di kota kami. Banyak mayat-mayat kecoa pejantan dan betina yang mati.
Ini bermula siang tadi. Saat rumah besar yang tiga tahun kaum kami tempati ingin dihuni kembali oleh manusia. Ratu yang melihat manusia itu pertama kali. Kemudian ia memberitahukan pada teman-teman se-gank­nya. Didorong rasa penasaran akan kehadiran manusia, mereka pun melanggar aturan tetua kota. Mereka mendekati barang-barang yang dibawa manusia tersebut. Dan celakanya, Ratu yang tidak pernah serius saat belajar Alfabet, malah mendekati sebuah tabung bertuliskan “TK – Tumpaskan Kecoa!!”. Ia memanjat tutup tabung itu dan menghirup racun anti kecoa. Ia pun mati seketika. Melihat Ratu yang tak bernyawa, teman-teman betinanya menjadi panik dan berteriak minta tolong. Kecoa lain yang mendengar jeritan teman-teman Ratu pun segera terbang menghampiri mereka.
Dan urusan ini menjadi demikian kapiran. Anak perempuan manusia itu melihat kawanan kecoa yang terbang dan menjerit.
“AAArghh..... KECOAAAA!!!!”
Ayahnya yang melihat anak itu ketakutan, segera mengambil tabung lain dan menyemprotkannya pada kawanan kami. Sehingga makin banyak korban kecoa yang berjatuhan dan suasana menjadi gaduh.
Sinta, salah seekor kecoa teman Ratu yang berhasil selamat menceritakan kronologis peristiwa tersebut. Dan inilah akhirnya. Kami berada di pengiringan doa massal dengan diam-diam agar tak ketahuan manusia tersebut. Kami bahkan tak kuasa memakamkan mereka dengan layak.
Ibu Nimfa yang berada di sebelahku memandang sedih pada kecoa yang kehilangan anggota keluarganya. Aku sempat mendengar gumaman lirihnya, “Seandainya kalian tidak buta huruf, ini tidak akan terjadi.”


Cerpen simbolisme yang disertakan dalam lomba “Gerakan Ayo Membaca” EDUWA UNJ ini ditulis oleh...
Iska Meta Furi, Teknologi Pendidikan UNJ angkatan 2007. Hobi membaca, menulis, berkhayal.
FB : meta ‘morfillah’

Text Widget