Pages

29 January, 2014

Memohon keselamatan iman

Tidak sedikit orang yang sudah beriman kepada Allah SWT tetapi kemudian imannya hilang karena mereka tidak meminta keselamatan iman. Oleh karena itu biasakanlah untuk memohon keselamatan, khususnya keselamatan iman dan kesehatan.

Mengapa? Siapa yang bisa menjamin, bahwa orang yang nampak saleh akan selalu masuk surga? Siapa yang bisa menjamin pelacur akan selalu masuk neraka? Bukankah telah dikisahkan, seorang saleh masuk neraka karena ia dicabut nyawa tepat ketika ia berada di sebuah bar tempat maksiat dan ternyata ia melupakan hak-hak tetangganya. Ia terlalu asyik menekuni kebaikan sendirian. Padahal surga begitu luas, mengapa tak ia ajak tetangga lainnya untuk bertobat? Pun pelacur, hanya karena ia tulus memberikan makanan pada anjing yang kelaparan di tepi jalan. Ia memasuki surga karena kepekaannya.

Tidak ada yang dapat menjamin akhir yang baik bagi diri kita. Namun, seyogyanya memang kita harus selalu berikhtiar terbaik untuk selalu menjalankan kebaikan. Walau konsekuensinya, pada zaman ini semakin terasa kamu terasing karenanya. Maka, teruslah memohon pada Allah, agar kita selalu dijaga dalam kesehatan dan keselamatan iman, hati, jiwa, ruh dan fisik.

Sebab sudah merupakan fitrahnya, bahwa manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (Q. S. Al-Ma'arij: 19)

Manusia akan menjadi pengeluh nomor satu, walau baru diberikan kesusahan kecil. Namun ketika kesusahan tersebut diangkat oleh Allah, ia langsung lupa. Bahkan ketika diberi kenikmatan melimpah, ia menjadi kikir untuk membaginya pada sesama. Tentu saja, itu tidak berlaku bagi orang-orang yang beriman.

Maka, harta terbesar di dunia ini adalah imanmu. Ketika iman tercerabut dari dalam dada, kebahagiaan, ketenangan apalagi yang kamu harapkan?

Oleh karena itu biasakanlah untuk memohon keselamatan, khususnya keselamatan iman dan kesehatan.


*Tiap telunjuk mengarah, 4 jari menunjuk diri. Tiap lisan mengucap, telinga sendirilah yang paling dekat. NASIHAT KITA, ADALAH UNTUK KITA. Tulisan ini untuk mengingatkan diri saya, utamanya. Dan untuk saling mengingatkan dengan kalian, wahai saudara-saudariku. Semoga kita terus termasuk ke dalam golonganNya. Aamiin*

Meta morfillah

Bahkan pada dua hal yang serupa, tidak akan sama rasanya

Bahkan pada dua hal yang serupa, tidak akan sama rasanya.

Seperti menulis. Kamu mencintai menulis. Pekerjaanmu pun tentang menulis. Beragam proposal, silabus, dan artikel tentang dunia pekerjaanmu kau hasilkan tiap hari. Pun ragam cerita, tulisan lepas seperti gumamanmu atas keadaan sekitar dan puisi kau hasilkan tiap hari. Tapi, apa sama rasanya? Kepuasannya?

Bisa sama, jika dunia kerja yang kamu geluti selaras dengan dunia tulis menulismu. Bisa juga tidak, karena ternyata dunia kerjamu terlalu riil dan penuh tekanan. Sedangkan dunia tulis menulismu mengijinkanmu terbang, membebaskan dan melepaskanmu dari tekanan. Kepuasannya berbeda. Yang satu dari otak tanpa rasa, harus benar menurut kriteria perusahaan. Yang lain dari hati melibatkan otak imajinasi tanpa peduli benar, hanya rasa yang terpuaskan.

Maka dalam dua hal serupa tersebut, akan kamu temui jelas perbedaannya. Mana dunia yang kamu cintai dan ingin kamu resapi sedalam-dalamnya, seperti akar mengikat air di dalam tanah. Mana dunia yang cukup kamu tahu, tanpa kamu ingin masuk ke dalamnya, seperti air di daun talas.

Sama seperti perkara lainnya, tidak semua lelaki itu sama. Mereka serupa, kadang main hati, agak playboy, tapi ada yang tidak dari hati dan diniatkan. Pun wanita, ada yang terlihat memberikan harapan, namun tidak diniatkan untuk itu. Nah, rumit kan! Nampaknya tulisan ini sudah mulai melantur Hahahaha... Baiklah, saya cukupkan saja.

Bahkan pada dua hal yang serupa, tidak akan sama rasanya.

Meta morfillah

24 January, 2014

Ketika sebuah peluk menjadi mahal

Ketika sebuah peluk menjadi mahal

Kok bisa sebuah peluk menjadi mahal?
Ya bisa aja dong. Gak percaya? Mari kuceritakan sebuah kisah perumpamaan.

Kamu sedang lelah, sangat lelah, secara fisik dan batin. Di kantor, pekerjaan serasa tiada habisnya. Tekanan atasan, sesama rekan dan bawahan semakin bertambah. Lalu mereka semua selalu menyalahkan apa yang kamu pikir sudah terbaik kamu berikan. Rasanya salah terus hingga membuatmu sesak.

Sementara dalam kehidupan sosialmu, di komunitas atau lingkaran sosialita, kamu memiliki beberapa tanggung jawab. Walau kamu sudah menolak karena kamu lelah, mereka tetap membujuk, berupaya agar kamulah yang memegang semua kendali. Janji-janji manis terlontar agar kamu mau menempati jabatan dan tanggung jawab itu. Ketika kamu bersedia, mereka berulah. Dan kamu harus menanggungnya. Kamu lelah di saat bersamaan.

Tak hanya dunia kerja dan sosialitamu, pribadimu pun terusik dengan ragam cinta yang ditawarkan. Kamu ingin menyendiri, tapi tak bisa. Mereka terus gigih mendekatimu, mempermainkan hatimu. Semakin tegas dirimu, semakin membandang rayuan dan ulah mereka untuk menaklukkan hatimu. Dipikirnya kamu semakin menantang, padahal tidak. Kamu hanya lelah dan tak ingin bermain hati. Kamu semakin lelah dan sangat lelaaah... Hingga menarik nafas panjang pun tak habis-habis.

Nah, di titik terlelah kamu, pastinya bukan nasihat atau pun banyak kata yang kamu harapkan. Kamu hanya ingin suatu hal yang sederhana. Pelukan. Yaa... Sebuah peluk hangat yang menenangkan. Diam dalam pelukan yang hangat, serasa kembali ke dalam rahim ibu yang lembut. Berharap ada sebuah tangan yang mengusap-usap punggungmu dengan lembut dan meninabobokan dirimu serta semua masalahmu. Hingga pagi menjelang dan kamu terbangun dengan segar. Walau masalah tak kunjung usai dan belum selesai, setidaknya energimu sudah kembali untuk menghadapi semuanya.

Namun, kamu hanya sendirian. Dan orang yang bisa mengerti dirimu hanyalah ibumu. Satu-satunya manusia yang tarikan nafasnya adalah satu dengan tarikan nafasmu. Karena kalian pernah berada dalam satu tubuh selama sembilan bulan. Ketika kamu sangat ingin dipeluk oleh ibumu, namun dia berada jauh darimu. Bukankah kamu harus mendatanginya? Menyisihkan sebagian uang yang kamu cari untuk menjemput pelukan hangat tersebut. Tapi apalah arti uang dibandingkan pelukan yang membuat energimu kembali seratus persen dan bertahan lama? Kamu pasti tidak perhitungan. Kamu bahkan tak menyadari, bahwa harga pelukan hangat ibumu kini menjadi begitu mahal.

Tapi lebih baik mahal, dibandingkan tak dapat lagi kamu rasakan. Karena ada pelukan yang tak terjangkau harganya. Yakni, pelukan ayahmu yang sudah tiada lagi di dunia ini.

Yaa.. Berbahagialah kalian yang masih memiliki orang tua lengkap, dekat dan ada setiap saat di sisi kalian terutama saat kalian membutuhkan mereka. Sebab, semua tersedia dengan murah. Maka, peluklah mereka sesering mungkin. Selama pelukan itu belum menjadi mahal dan mampu menghangatkan tulang-tulang renta mereka.

Ketika sebuah peluk menjadi mahal. Camkan kisah ini baik-baik. Salam untuk orang tua kalian.


With love,
Meta morfillah

Sendiri

Aku tak mau sendiri. Tapi aku tak takut sendiri. Sebab aku tak pernah merasakan benar-benar sendiri. Selalu ada Allah bersamaku. Dalam aneka ragam bentuk. Ia bisa hadir dalam sebentuk kasih dari keluarga, sahabat, teman baru, atau orang yang dikenal selewat dalam perjalanan. Ia juga bisa hadir dalam sebentuk keindahan yang rendah hati seperti panorama senja yang menyejukkan mata atau birunya laut yang megah dan menyadarkan betapa kecilnya diri ini. Atau Ia hadir dalam keriangan yang anggun seperti tawa bayi, tingkah anak kucing yang gemas dengan gulungan benangnya atau pun ayam betina yang menjadi primadona di antara jago sekampung.

Sama seperti saat aku menuliskan tulisan ini. Aku sendirian, duduk di pojok cafe. Memakan roti harum yang memakai bubuk kopi sebagai pengawetnya, sembari memperhatikan orang yang lalu lalang di Stasiun Gambir. Ya, secara fisik aku sendiri. Terlihat aneh bagi sebagian orang--mengenaskan lebih tepatnya menurut candaan teman-teman dekatku. Mereka bilang dari wajahku kelihatan banget jomblonya--karena aku tak terlihat menunggu siapa atau apa pun. Tapi, orang lain tahu apa di dalam hatiku? Jika ternyata kesendirian yang tampak dari luar itu justru membawa kedamaian dan memberikan ruang serta waktu untukku merenung. Semacam pemberhentian, ya seperti stasiun. Aku berhenti sejenak untuk menelaah apa saja kebaikan dan keburukan yang kulakukan seharian ini dan kemarin lalu. Karena sejatinya kesendirian tak selalu sama dengan kesepian. Orang yang sedang sendiri, bisa jadi ia sedang melarutkan diri dalam ramainya perasaan dia. Bahagia, sedih, heran, cemas, dan sebagainya tapi tidak merasakan kesepian yang hening, pekat, mengecam dingin. Tapi orang kesepian, sudah pasti ia sendirian. Karena tidak ada lagi makhluk hidup atau benda mati yang mampu menjadi temannya.

Jadi, aku tak mau sendiri. Tapi aku tak takut sendiri. Sebab aku tak pernah merasakan benar-benar sendiri. Selalu ada Allah bersamaku.

*See, dengan terlihat 'sendiri' di kasat mata kalian, aku mampu melahirkan tulisan gumaman ini. Setidaknya pikiranku bekerja, tanganku berkarya, dan paling penting AKU TIDAK MERASA KESEPIAN (ʃ⌣ƪ) *

Meta morfillah

Bosan

Jika kuberbicara tentang bulan di kala malam, apakah kamu akan bosan?
Itu semata karena aku tak memiliki satu topik pun untuk kubicarakan di dekatmu. Yang terlihat hanya bulan dengan rupa bulat sempurnanya yang putih. Padahal jauh di dalamnya, aku ingin berbicara perihal dirimu.

Jika aku menyukai waktu malam untuk berdua denganmu, apakah kamu akan bosan?
Sebab dalam pekat malam aku mampu memandangimu sepuas hati tanpa kamu tahu. Ketika kamu berpikir aku tak tertarik, sesungguhnya sudut ekor mataku selalu menangkap detail gerikmu. Merekamnya dengan sempurna, tak mau luput sedetik pun. Bila saja bisa, tak usah berkedip pun aku rela.

Jika aku selalu menengadah ke langit malam, apakah kamu akan bosan?
Sebab leherku kaku serasa kelu bila harus bersitatap pandang dengan kedua matamu.

Apakah diriku akan membosankan bagimu?
Apakah hal sederhana yang kusukai saat bersamamu akan membosankanmu?
Apakah bersamaku adalah hal paling membosankan bagimu?

Satu rahasia kecilku, aku selalu meminta pada Tuhan agar kamu tak pernah bosan padaku.


Meta morfillah

22 January, 2014

Hujan di mata Puan

Andai kalian tahu
Rasa yang kalian titipkan padaku menjelma sembilu
Memerahkan hatiku
Jiwaku berdarah-darah karenanya

Mengapa padaku?
Seringkali pertanyaan congkak itu terlintas
Bukan congkak dari hati
Semata karena terlalu bodohnya diri
Luput bahwa semakin tinggi yang ingin dicapai
Semakin kencang pula godaan untuk jatuhnya
Seperti monyet yang memanjat nyiur
Diterpa angin semilir hingga badai
Jatuh atau tidak,
Dialah sang penentu takdirnya

Lantas, kala gelap meringkus bumi
Selalu ada hujan di antara kedua mata Puan
Ada andil dirimu di sana, Tuan!

Meta morfillah

21 January, 2014

Senyum Gadis

“Wajahmu tak pantas dihiasi kesedihan. Entahlah, semacam kutukan, kau tercipta untuk terus tersenyum.”

Gadis menatap lawan bicaranya dengan kosong. Kata-kata itu, tepat seperti godam yang dipukulkan ke kepalanya. Semacam kutukan? Gadis menghela napas panjang. Tak pernah diinginkan atau pun diniatkan seperti itu. Gadis sudah membuka dirinya, namun seperti buku beraksara Hangeul atau mungkin arab, tak semua orang mampu membacanya sekejap. Atau mungkin dirinya seperti buku how to yang tak menarik di deretan rak toko buku. Sehingga walau pun terbuka tak ada sedikit pun yang peduli pada isinya, melirik pun tidak. Jauh di dalam hatinya, Gadis ingin dimengerti. Berharap ada yang mampu membaca apa yang sedang dipikirkannya. Setidaknya, mampu menyikapi apa yang dibutuhkan oleh Gadis. Kadang pintanya hanya sederhana. Sekadar telinga untuk mendengar, atau pundak untuk bersandar, atau sekadar kehadiran yang setia, diam saja menemani dirinya menatap berbagai pemandangan yang acak abstrak di dalam pikirannya. Segala sesuatu berotasi di kepalanya. Ia sendiri sulit mengilustrasikan dan memahami dirinya sendiri. Ia pun sadar akan hal itu. Tak mudah menjadi dirinya.

Pernah Gadis merasa bahagia sekejap karena ada temannya yang berhasil menangkap isyarat lirih matanya. Temannya berkata, “Aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu. Perihal kesedihan. Namun kau berusaha menutupinya dengan tawa. Kau tak bisa berbohong Gadis, masalahmu begitu berat. Lantas mengapa kau masih saja sibuk mengurusi dan membantu orang lain? Seolah kau tak perlu dibantu?”

Tapi sebatas pernyataan dan pertanyaan itu saja. Lalu temannya berlalu dan mungkin sudah lupa pernah melontarkan pertanyaan seperti itu. Gadis kembali merasa sendiri. Ada dunia yang tak dimengerti di bagian dirinya. Ketika berbicara dengan dinding kamar tampak lebih menjanjikan dan memberikan rasa nyaman, maka perlahan Gadis tercipta untuk terbuka namun tertutup ketika ada yang bersimpati. Untuk apa? Pikirnya. Tak ada yang mampu menolongnya lagi, kecuali dirinya dan Tuhannya. Mereka yang diceritakan masalahnya, hanya mampu menambahkan menjadi dua kali lipat tanpa solusi. Tapi yaa…begitulah hidup. Tak semua seperti yang kau inginkan, bukan?

Teruslah diam dalam kerianganmu, Gadis.

And then a hero lies in you.

Karena kamu adalah makhluk terasing. Lahir sendirian dan akan mati sendirian pula. Maka kembalilah pada keterasingan. Tanpa mengandalkan siapa pun, kecuali dirimu.

Semoga saja, kau temukan pasangan yang mampu meredakan sedikit beban di pundakmu. Tapi itu hanya anganmu saja.

Meta morfillah

Belajar itu

Belajar itu memang bisa di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, melalui peristiwa apa saja.

Yaa.. Hari ini entah mengapa, mulai dari kitab berisikan firman Tuhan yang saya baca pagi ini hingga perkataan-perkataan selentingan dari rekan kerja, teman main, chat, dan sebagainya merujuk pada satu hal.

Menjaga hati.

Di kitab Al Qur'an surah Luqman ayat 13, saya terpekur dan berulang kali membaca terjemahannya. Saya garisbawahi pada kalimat:
"Yaa bunayya laa tusyrik billah"
Artinya: wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah.

Kalimat nasihat dahsyat dari seorang ayah pada anak lelakinya. Rasanya, saya seperti ditegur kembali akan keimanan saya. Menyadarkan saya, bahwa mungkin doa-doa saya yang belum terkabul disebabkan adanya dosa syirik kecil pada diri saya. Mempersekutukannya dengan ramalan, atau hal lainnya. Secara tidak sengaja, dengan perkataan lain yang membuat saya yakin akan terjadi, melampaui takdirnya.

Lalu dari kata-kata rekan kerja saya yang sedang diambang perceraian setelah puluhan tahun menikah dan memiliki beberapa orang anak.
"Terus jaga hati, Met. Lebih baik menunggu orang yang tepat daripada menghabiskan waktumu dengan orang yang salah."

Saya terdiam mendengar nasihatnya. Lalu tak lama tersenyum tulus. Yaa.. Saya tersenyum tulus dan bahagia, karena rekan tersebut terbukti memperhatikan dan menyayangi saya. Ia menasihati saya di saat yang tepat, kemungkinan ia melihat saya agak gegabah dengan memaksakan diri menuruti keinginan orang tua tanpa memperhatikan kebahagiaan saya sendiri. Walau restu itu penting, namun hidup sepenuhnya ada di kendali kita. Maka yang menentukan bahagia atau tidak, adalah kita. Mungkin tidak selamanya kita mampu menuruti apa yang diinginkan orang tua. Seperti pekerjaan, jodoh, materi, dan lainnya. Namun kita masih bisa menegosiasikannya, agar kebahagiaan kita selaras dengan kebahagiaan orang tua. Toh, semua orang tua pasti akan bahagia melihat anaknya bahagia.

Lalu ucapan selewat teman kampus saya:
"Jujur itu sakit, tapi apa lo mau terus terbuai kebohongan?"

Sudah dua orang teman saya yang tak sengaja mengatakan kalimat dengan nada serupa pada saya. Di situasi bercanda, namun dalam maknanya bagi saya. Yaa.. Kenyataan memang pahit, tapi lebih baik kita sadar itu daripada terus terbuai dalam kebohongan. Manis memang, namun lama-lama membuat eneg, obesitas dan mematikan.

Bukan dari siapa yang penting, kalimat-kalimat itu tersampaikan pada saya. Yang penting adalah, APA yang disampaikan kalimat-kalimat itu. Maknanya, hikmahnya, pembelajarannya.

Demi zat yang jiwaku ada di tanganNya, aku diajarkan melalui berbagai perantara.
Demi zat yang begitu mudah membolak-balikkan hati, terima kasih begitu besar.. Membuatku sensitif akan ajaranMu yang meneguhkanku kembali.
Demi zat yang mampu menjadi tempat penghiburan di kala aku sedih dan tempat bersandar di kala aku kelelahan, sesungguhnya hambaMu yang sedang terombang-ambing dalam ketidakpastian ini begitu bersyukur mendapatkan nikmat kecerdasanMu.

Jika kamu mau sadari, begitu banyak ayat-ayatNya yang terbentang sebagai pertanda. Tinggal kitalah yang menentukan, mau memikirkannya atau tidak? Mengambilnya sebagai pembelajaran atau mengabaikannya?

Sebab belajar itu memang bisa di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, melalui peristiwa apa saja.

Meta morfillah

20 January, 2014

Serpihan tulisan (alay)

Nemu tulisan SMK kelas 1. Agak alay, tapi gapapa, lucu juga. Jadi tha ketik ulang. Heheh.. Ini dia:
Di sebuah kerajaan yang bernama "Brother Land" lahirlah seorang putri yang sangat manieez sekali. Ia bernama Iska Meta Furi. Saat putri ini lahir, seluruh pelosok masyarakat diundang termasuk tujuh peri "Water Land". Ketujuh peri ini bertugas memberikan doa bagi sang putri di masa mendatang. Namun sayang, peri ketujuh malah memberikan kutukan bagi putri kecil itu. Yaitu pada saat putri berusia tujuh belas tahun, putri akan tertusuk paku karatan. Lalu putri akan sakit tetanus. Tapi putri akan cantik kembali, jika putri dipijat oleh seorang pangeran yang ganteeeng dan mencintainya. Seketika raja pun menyuruh para pengawal membersihkan istana dari paku-paku.

Saat putri berusia lima tahun, putri maniez yang dipanggil meta-chan ini dikawal oleh dua puluh bodyguard yang kekar-kekar (5 depan, 5 belakang, 5 kanan, dan 5 kiri). Putri kecil ini pun lama-lama jenuh, karena ia tidak memiliki kebebasan seperti teman-teman lainnya. Apalagi saat menjelang ultahnya yang ketujuh belas, bodyguardnya ditambah menjadi enam puluh orang! Putri merasa kesal, lalu sehari sebelum ultahnya yang ketujuh belas, ia kabur.

Di saat pelariannya ke "Disease Jungle", ia tertusuk paku karatan di sana. Dan ia pun terkena tetanus. Sehingga ia tidak mau lagi menampakkan dirinya.

Di saat yang sama, di kerajaan telah terjadi keributan besar. Raja yang takut terjadi sesuatu pada diri putrinya itu menyuruh pasukan kerajaan mencari putrinya ke seluruh pelosok kerajaan. Di antara satu prajurit itu, ada yang bernama Wallace Huo. Sebenarnya prajurit yang satu ini sangat mencintai putri Meta-chan. Dan prajurit ini merasa kalau putri meta-chan pergi ke "Disease Jungle". Di saat itu pula ia langsung pergi ke Disease Jungle. Dan... Ternyata benar! Ia menemukan putri dalam keadaan sakit tetanus yang sedang merintih memohon pertolongan. Seketika itu pula Wallace Huo langsung menolong putri dan memijat kaki putri yang katanya pegal-pegal. Dan.... AJAIB! Luka putri pun hilang seketika. Kutukan itu ternyata telah dikalahkan oleh cinta tulus prajurit Wallace Huo! Lalu putri pun jatuh cinta dan ia menikah dengan prajurit Wallace Huo. Mereka pun hidup bahagia forever.

***The end***

Cerita di atas saya ketik asli, tanpa perbaikan tanda baca atau pun EYD. Sengaja, biar terlihat sejauh apa alaynya saya dahulu. Tapi satu hal yang menarik, saya mulai suka mereka-reka dan menuliskan hal konyol sejak awal SMK ternyata. Selama ini saya pikir, sejak tingkat kedua, semester keempat ketika kuliah. Ternyata salah!

Nah, dengan adanya dokumentasi tulisan ini, saya mampu menemukan potongan waktu yang hilang dari pribadi saya. Jadi, tetap simpan tulisanmu, dari terawal, teralay, tergak-bingiits, terga-pentiiing, dan ter-, ter- lainnya dengan rapi ya. Membantu sekali untuk merunut peristiwa, merecall kesan dan menyusun ulang biografi atau sejarah hidupmu. Tak lupa, mengambil hikmah setelah membacanya kembali, tentu :)

Semangat menulis, menuliskan semangat!

Meta morfillah

Review Buku: Ronggeng Dukuh Paruk

Judul: Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis: Ahmad Tohari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ketujuh, Nov 2011
Jumlah halaman: 408, 21cm
ISBN: 978-979-22-7728-9

Segi cover:
Cover buku ini sudah berganti menjadi cover film (karena novel ini menjadi inspirasi film "Sang Penari"). Saya tidak masalah dengan cover bukunya. Oke-oke saja.

Segi teknis penulisan:
Sejauh saya membaca, saya belum menemukan--atau luput--kesalahan typo, EYD dan semacamnya. Mungkin karena sudah merupakan cetakan ketujuh, jadi sudah semakin baik dan direvisi. Saya nyaman membacanya.

Segi isi:

Kelebihan: Ahmad Tohari begitu hebat menggambarkan suasana/latar dalam ceritanya. Terlihat jelas bahwa beliau mengenal alam dengan sebaik-baiknya. Deskripsinya tidak membosankan, membuat saya mampu membayangkan suasana Dukuh Paruk dalam kegersangan, kemiskinan dan kebodohannya. Pun dengan penokohannya yang berpusat pada Srintil, sedangkan Rasus sebagai penutur kisah. Konflik yang dihadirkan pun terpusat satu saja, namun beliau mampu membuatnya tidak menjemukan ke dalam 408 halaman. Plotnya rapi, alurnya progresif--walau ada beberapa kali flash back--sejak Srintil kanak, remaja hingga dewasa.

Kelemahan:
Sejujurnya saya tidak menemukan kelemahan berarti. Hanya agak bingung ketika ending, saya baru menyadari bahwa di buku ini penutur adalah Rasus. Ada kejanggalan yang terasa, ketika pengarang memakai PoV 1, dengan "aku" namun kadang terasa menjelaskan dengan PoV 3, seakan pengarang tahu segalanya. Itu saja.

Segi tema yang diambil dan endingnya:
Tema harkat, martabat wanita yang masih sangat relevan. Serta humanisme dan kemiskinan. Endingnya cukup twist juga, dan meninggalkan kesan pada saya. Ada beberapa bagian yang masih membuat saya bertanya-tanya. Sebenarnya apakah yang dialami Srintil ketika ditahan selama dua tahun hingga menyebabkan degradasi moral jiwanya. Apa yang menyadarkan dia hingga ingin berubah tak lagi menjadi ronggeng. Namun dengan beberapa pertanyaan yang saya miliki, tak mengurangi kehebatan penulisnya.

Bintang:
Buku ini mendapatkan 4,5 dari 5 bintang. 

meta morfillah

17 January, 2014

Kota Hujan

Kudatangi hujan ke kota asalnya. Ya, kota yang terkenal dengan nama masa lalu Buitenzorg. Rasa ingin tahuku yang terlalu tinggi membuatku menjejakkan kaki di kota ini. Bukankah segala sesuatu akan lebih spesial, lebih murni jika kau datangi ke kota asalnya? Maka inilah yang sedang kulakukan. Aku ingin memaknai hujan dari titik mulanya. Dari kota tempat asalnya.

Kota ini nampak sama dengan kota asalku. Suasana metropolitan masih tampak. Tak selugu yang aku bayangkan. Hanya celotehan orang-orang yang lalu lalang, yang menyadarkanku di mana aku sedang berada kini. Celotehan khas tanah padjajaran. Kata temanku, jangan mencari hujan di kota. Pergilah ke sudut kota yang masih belum terjamah manusia. Maka bergegaslah aku menuju salah satu tempat yang sudah disediakan oleh temanku. Tempat meresapi hujan.

Bertukar dua kali angkot, berganti sekali ojek motor, akhirnya sampailah aku di rumah sederhana itu. Tanah baru namanya. Karena memang tanah ini baru saja ditemukan di peta kota itu. Menarik sekali. Sebuah bagian yang terlupakan dari kota asal hujan ini. Suasananya masih sangat asri, hijau dan belum padat. Tak jauh dari sana ada ladang tebu yang cukup luas. Temanku bilang, jangan sekali-kali ke ladang tebu itu jika sudah lewat pukul lima sore. Kegelapan yang pekat akan menerjangmu, dan banyak sekali ular pohon di sana.

Pukul satu siang, aku tiba. Setelah menggelar tikar pandan, aku mulai menunggu. Tiada makanan cemilan atau pun minuman, aku hanya menunggu saja. Menunggu apa? Ya menunggu hujan, tentunya. Lumayan lama. Hujan baru datang pukul empat sore. Kedatangannya didahului oleh semilir angin dingin, langit yang berubah kelabu dan suara guntur bersahutan. Seperti orkestra yang diawali musik intro. Keren!

Setelah musik intro--kira-kira lima menit--berlalu, hujan menari dengan ritmis. Merayu-rayu mataku untuk mengantuk. Tak berhasil. Kesal mungkin, hujan menjelma lebat. Ia menderas, didukung oleh angin yang semakin kencang, guntur yang kian menyalak dan langit yang meredupkan diri. Seluruh pohon menari bersama hujan. Udara kian dingin, membuatku gigil. "Apa yang membedakan hujan di kota asalnya dan di kota lain?" Batinku.

Aku belum menemukan perbedaannya selagi hujan berkutat pada deras tariannya. Hingga perlahan hujan kelelahan, lalu ia mereda. Guntur berhenti menyalak, angin kembali sepoi dan langit mencerahkan dirinya. Tak juga aku menemukan bedanya.

Esok lusa, dengan pemahamanku yang bertambah baik, aku akan menemukan perbedaannya. Hujan ketika di kota asalnya, begitu meraja. Ia selalu turun sesuka hatinya. Bahkan tiada hari tanpa hujan. Seakan hujan menjelma denyut kota itu.

Oh ya, satu lagi! Hujan tak pernah dicaci di kota ini.

Meta morfillah

Senandung Kecewa

Kamu lelaki kesekian, yang jujur mengungkapkan bendera putih untuk memperjuangkanku. Terima kasih, karena kamu telah meminta ijinku untuk pergi, ke luar dari hidupku. Walau masih tetap berada di lingkaran hidupku. Terima kasih, telah lugas menyerah dalam kedamaian dan kesadaranmu untuk menjadikanku wanitamu. Tenang saja, semua akan kembali seperti sedia kala. Kita akan baik-baik saja. Ini bukan kali pertama untukku.

Mungkin butuh waktu buatmu. Tapi ketahuilah, dalam bab aku dan kamu bertemu, semoga ada pembelajaran yang kamu ingat seumur hidupmu. Setidaknya jujurlah, walau itu pahit. Walau kebanyakan wanita lebih menyenangi kebohongan yang manis dibandingkan kenyataan pahit dari mulutmu, tapi aku lebih memilih kepahitan itu sendiri. Setidaknya pahit seperti obat, meracuni tapi menyembuhkan bila tepat meramu dan menakar dosisnya. Daripada ragam hal yang manis, lalu menjadikanmu obesitas kemudian komplikasi penyakit yang makin parah.

Terima kasih, telah singgah dalam persinggungan hidupku. Tidak, ini tidak berakhir. Kita hanya saling berjalan mundur, ke titik asal. Untuk menelaah lagi, ke arah mana seharusnya kita berjalan. Menyadari, seberapa jauh kita telah tersesat. Bukan tidak mungkin pula, di suatu waktu yang akan datang... Kita akan menjadi kawan, lawan atau bahkan dua orang yang tak pernah saling mengenal.

Lihatlah tulisanku ini, betapa hebat sebuah rasa. Mampu menciptakan aliran kata. Maka, pilihannya menikmati atau meratapi? Dan aku memilih pilihan pertama. Selamat menikmati, lirih senandung kecewaku untuk kali kesekian.

Meta morfillah

Ini tentang selembar kain di atas kepalamu.

Aku memulai tulisan ini dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Ini tentang selembar kain di atas kepalamu. Kain--tebal atau pun tipis--yang mengubah seluruh hidupmu. Memutuskan untuk mengenakannya sebagai penyempurna pakaianmu, begitu berat bagi kebanyakan wanita. Mungkin sama dengan memutuskan kau akan bekerja di mana, menikah dengan siapa atau pindah rumah ke mana. Karena dengan selembar kain di atas kepalamu ini, kau akan menghabiskan sisa hidupmu. Selembar kain ini pula yang memberikan warna pada jiwa dan keseluruhan hidupmu. Jika kamu menetapkan diri untuk mengenakannya, tidak bisa tidak! Kamu pasti--dituntut--harus mengubah dan menyesuaikan diri mengikuti aturan memakainya. Sebab, ini bukan selembar kain sembarangan. Ajaib.

Ini tentang selembar kain di atas kepalamu. Yang kerap diperdebatkan, mengatasnamakan kain ini, namun yang diukur bukanlah kainnya melainkan akhlakmu. Padahal, antara kain di atas kepalamu--hijab--dan akhlak jelas dua hal yang berbeda. Berhijab adalah perintah wajib bagi para wanita muslimah yang sudah akil baligh, tanpa memandang akhlaknya baik atau buruk. Sedangkan akhlak adalah budi pekerti, pembawaan masing-masing individu. Jika ada wanita berhijab, melakukan pelanggaran atau dosa, itu bukan karena hijabnya, melainkan akhlaknya. Yang berhijab belum tentu berakhlak mulia, namun yang berakhlak mulia sudah tentu berhijab. Wallahu'alam.

Ini tentang selembar kain di atas kepalamu. Saat memutuskan memilih kain itu sebagai penyempurna, mungkin banyak yang akan bertanya-tanya. Banyak pula jawaban yang akan mendasarinya. Namun aku yakin, begitu yakin, dari semua alasan tersebut, sebenarnya tidak ada alasan. Kamu hanya merasa mau dan memang sudah seharusnya memakainya tanpa perlu alasan ini-itu. Sebab itu adalah tanda bahwa di sanubarimu yang terdalam, masih ada tanda keimanan yang mendekatkanmu pada cara mencintaiNYA. Bukankah cinta sejati seringkali dikatakan adalah cinta yang tak memerlukan alasan? Sebab bila masih saja ada alasan, itu adalah pamrih. Dan cinta akan lenyap bersama sebabnya.

Ini tentang selembar kain di atas kepalamu. Tak usah ragu atas penilaian individu. Kamu tak akan pernah sempurna di mata mereka. Kalau pun kamu salah, ya diperbaiki. Kalau salah lagi, ya perbaiki lagi. Terus menerus belajar dan memperbaiki. Bukankah itu esensi hidup? Longlife learning. Because, learning is never ending process till you die.

Ini tentang selembar kain di atas kepalamu. Kamu yang menentukan, maukah kamu mengenakannya?

Semoga tulisan ini sedikit mencerahkan.

Dari sang pandir dengan sedikit ilmu, yang ingin berbagi apa yang telah dialaminya dengan selembar kain di atas kepalanya.

Meta morfillah

11 January, 2014

Beritahu perempuanmu!

Apa yang aku suka, belum tentu kamu suka, dan harus disukai olehmu. Pun apa yang kamu suka, belum tentu aku suka, dan harus kusukai. Sama seperti aku tak menyukai perempuanmu.

Entah apa yang dipikirkan oleh perempuanmu, hingga ia begitu bertingkah setiap ada aku di dekatmu. Seperti ketakutan tergantikan. Padahal tak sedikit pun aku ingin menaikkan posisimu dari seorang teman menjadi seorang yang istimewa.

Jika kamu telaah lagi sikapku, adakah yang salah? Sikapku baik kepadamu, sama halnya dengan sikapku baik kepada teman-temanku lainnya. Tak ada yang istimewa. Sudah sering aku jelaskan bukan, aku peduli sebagai teman. Aku memang suka memperhatikan dan tidak pernah mengharapkan perhatian balik darimu. Tolong, jangan salah artikan. Beritahu perempuanmu tentang hal itu!

Atau mungkin, perempuanmu yang seharusnya membaca kelakuanmu lebih baik lagi. Mengapa sampai timbul rasa "tidak aman", "mudah tergantikan" padanya bila ada aku di dekatmu. Aku yang salahkah? Atau kamu yang terlalu tak dapat dipercayakah? Atau dia yang terlalu tak percaya diri memenangkan hatimukah? Aah.. Yang jelas, aku tak mau terjebak dalam hubungan ilusi fana kalian. Hidupku sudah cukup rumit tanpa kalian!

Aku keluar. Aku biasa saja padamu. Maka beritahu pada perempuanmu, untuk tetap tenang ketika aku berada di dekatmu. Tenang saja, aku tak mau menyakiti dia dengan merebutmu. Karena aku tak mau mendulang sakit yang sama di kemudian hari, bila caraku tidak baik. Hal baik, harus diniatkan sedari awal dengan baik dan dilakukan dengan cara yang baik. Beritahu perempuanmu tentang hal itu!


Meta morfillah

10 January, 2014

My Resolution in 2014

Jujur saja, selama hidup saya, belum pernah saya membuat resolusi. Apa pula pengertian resolusi? Karena penasaran, maka saya searching beberapa pengertian tentang resolusi. Intinya sih, resolusi itu sebuah penetapan target yang diniatkan pencapaiannya. Butuh usaha keras dan kekonsistenan untuk mewujudkannya. Mungkin ini beberapa hal yang sangat saya ingin capai tahun 2014 ini:

Pertama, Menikah. Agak ragu saya menempatkan resolusi ini sebagai prioritas pertama. Tapi saya sadar, sebentar lagi usia saya akan menjelang seperempat abad. Walau ego saya masih begitu besar, tapi keinginan saya untuk menjadi wanita sepenuhnya—menjadi (insyaa allah) seorang istri dan ibu—lebih besar lagi. Saya pun semakin menyadari, bahwa ada batas kesehatan bagi wanita untuk memiliki keturunan. Mungkin saya akan melakukan ekstra effort untuk hal ini. Semakin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, mengurangi interaksi yang kurang berguna dengan lawan jenis, kecuali memang urgent dan perlu. Agar jodoh saya semakin didekatkan dan diperlihatkan oleh Tuhan. Tuhan percaya bahwa saya sudah siap untuk itu.

Kedua, Berqurban. Tahun lalu saya berhasil mencapainya. Menilik kebutuhan dan beragam pengeluaran saya di tahun ini, kemungkinan untuk berqurban seekor sapi sepertinya masih harus diurungkan. Tapi saya akan berusaha, setidaknya seekor kambing akan saya qurbankan kembali. Semoga Tuhan memperkenankan.

Ketiga, Menerbitkan buku. Ini adalah impian saya sejak lama. Prinsip setidaknya menerbitkan sebuah buku sebelum meninggalkan dunia yang fana ini sangat ingin saya wujudkan. Sudah dirilis sejak akhir tahun 2013 kemarin, semoga lancar. Insyaa allah akan hadir buku kumpulan cerita pendek bersama lima belas penulis lainnya yang berjudul “Potret Rasa”. Semoga buku pertama yang dicetak melalui penerbit ini—karena saya sudah memiliki dua buah buku yang saya jilid sendiri, tanpa melalui penerbit. Hanya sekadar mengumpulkan tulisan saya yang terserak. Semacam portofolio tulisan saya selama ini—menjadikan motivasi menulis saya semakin tinggi.

Keempat, Memperbaiki penguasaan bahasa asing. Seiring jalan, saya mulai menerapkan berbincang menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Walau secara grammar mungkin masih banyak salah dan kosakata saya masih sangat kurang. Tapi kepada beberapa teman, saya berkomunikasi via media sosial dan aplikasi messenger dengan bahasa asing tersebut. Saya hanya meyakini bahwa “Practice makes perfect”.

Mungkin inilah resolusi saya yang terpenting di tahun 2014. Pencapaian kecil lainnya, yang tidak begitu prioritas meliputi jalan-jalan keliling Indonesia, naik gunung, naik pesawat ke luar negeri kembali dan melihat serta memegang hewan-hewan yang unik seperti panda, kuda laut, bintang laut dan lainnya akan saya capai seiring jalan.

Meta morfillah

Yang terbaik bagimu

Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Di sisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu

Puan melanggar janjinya. Janji tiga belas tahun silam pada ayahnya. Janji untuk tidak menangis, walau hidup yang dijalaninya semakin berat. Kali ini Puan tak tahan. Kata-kata bijak pun tak mampu meredam. Puan meledak. Dalam kesunyian. Seperti bintang yang mengalami teori Big Bang. Puan menangis. Berharap seiring luruhnya air mata, masalah yang dihadapinya pun akan lebur. Mengalir mengikuti laju air matanya. Puan rindu, sangat rindu pada almarhum ayahnya. Begitu rindunya ia pada bahu tegap ayahnya, tempat ia bersandar dahulu. Rindu pada dada bidang ayahnya, tempat ia berlindung dari kekejaman dunia yang serasa ingin menariknya dalam kerumitan hidup. Puan melamun sembari menangis. Ia mengingat masa kecilnya bersama ayah tercinta. Ketika ia bisa bebas memeluk dan bermanja pada tubuh kokoh ayahnya. Melambungkan dirinya dan merendahkan masalah yang ia hadapi setiap kali ia merasa sedih. Menghirup hangat segar napas dan segar harum tubuh ayahnya. Ayah nomor satu di dunia. Ayah yang dengan sigap dan tangkas menangkap ia, jika terlihat ia goyah dan akan jatuh. Bersama ayahnya, Puan menapaki dunia impian. Ia sering menjadi telinga ayahnya dan selalu mengangguk-anggukkan kepalanya—seperti boneka besar yang ada di salah satu restoran Jepang—setiap kali ayahnya menceritakan mimpi-mimpi dan harapannya.

Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak

Air matanya semakin menderas. Kesedihan Puan semakin membengkak, ketika ia mengingat mimpi dan harapan ayahnya. Ayah Puan—ayah nomor satu di dunia—selalu berkata bahwa Puan harus menjadi yang terbaik baginya. Puan harus mematuhi perintah ayahnya dan menjauhkan diri dari godaan-godaan bodoh yang mungkin akan Puan lakukan dalam waktu beranjak dewasa. Ayahnya tidak ingin Puan terbelenggu, jatuh dan terinjak karena kebodohannya sendiri. Tapi kini, Puan telah melanggar salah satu perintah ayahnya sebelum meninggal. Puan menangis.

“Ya Tuhan, izinkan aku melanggar perintahnya sekali ini saja. Aku sungguh tak sanggup lagi. Aku merindukan, aku butuh bahunya, aku butuh sandaran, namun tiada yang dapat kuandalkan kecuali diriku sendiri, Tuhan,” ratap Puan merutuki betapa lemah hati dan dirinya saat ini.

Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Kuterus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan kubuktikan kumampu penuhi semua maumu

“Tuhan, tolong sampaikan pada ayahku, aku sangaaaat mencintainya. Aku minta maaf, kali ini aku tak mematuhi perintahnya. Tapi aku berjanji, aku tak akan mengkhianati mimpi-mimpinya. Aku akan berusaha menjadi terbaik dari diriku. Aku akan membuktikannya, Ayah. Sungguh. Tolong Tuhan, sampaikan itu padanya,” doa Puan dalam isak tangisnya.

“Aku selalu mengingat kata-katamu, Ayah. Don't let them in, don't let them see, be the good girl you always had to be. Bila ini menjadikanku wanita penipu nomor satu, tak mengapa. Aku akan selalu baik-baik saja. Setelah ini, setelah tangis ini. Maafkan aku, Ayah untuk tangisanku kali ini.”

Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Kurindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati

Waktu selalu berkuasa atas jiwa manusia. Mungkin karena itulah, dalam kitab suci, Tuhan selalu bersumpah atas nama waktu. Karena waktu tak pernah ingkar. Maka, Puan hanya mampu merindukan detik-detik dahulu yang telah bergulir. Hanya mampu membayangkan suasana yang mampu membasuh jiwanya dengan sisa-sisa ingatan kelima panca inderanya. Bila bahagia hanyalah bayangan, mungkin itulah bayangan sejati bagi Puan. Puan, perempuan rumit yang mendapati posisi dilematis dalam hidupnya.


Itulah kisah Puan, dengan pengandaian yang dramatis dan sedikit sarkastis di penghujungnya. Selamat bertemu lagi, di cerita lirik lainnya! See yaaa…

*cerita lirik lagu “Yang terbaik bagimu” – Ada Band ft. Gita Gutawa

Meta morfillah

08 January, 2014

Diam-diam suka

Kau adalah incaran hatiku
Kuselalu memperhatikanmu

"3...,2...,1...,"
Dio sampai di kursinya. Lalu menaruh tasnya ke dalam laci meja.
"Setelah menaruh tas, habis ini dia duduk dan minum,"
Dio duduk dan membuka tumblernya. Meneguk dengan khidmat. Haus sekali.
"Habis minum, dia pasti akan menyapaku,"
"Hai Tania, selamat pagi!" Seru Dio.
Persis seperti apa yang dipikirkan Tania dalam benaknya. Tania begitu hafal gerak-gerik teman sebangkunya ini. Tentu saja, telah mudah diterka, Tania menghafal semua itu karena memiliki rasa. Dio adalah lelaki incaran hatinya. Sejak mereka duduk sebangku karena perintah Bu Nurma, wali kelas mereka. Wajah Dio memang biasa saja, dibandingkan anak lelaki lain yang bersaing mendapatkan hati Tania. Namun, semakin lama Tania berinteraksi dengan Dio, mengenalnya, sungguh menyenangkan. Dio lucu, baik, dan perhatian. Sekadar ucapan "Selamat pagi, Tania!" seperti yang baru saja ia lontarkan, begitu rutin. Ditambah senyumnya. Walau Dio mengucapkan selamat pagi ke semua temannya, tapi Tania tetap merasa spesial, karena ia adalah orang pertama yang selalu mendapatkan ucapan itu dari Dio, di kelas.

Tak henti menjadi teman berbagi
Semoga kau rasa apa yang kurasa

Dio celingukan.
"Nih, pakai punyaku dulu," ujar Tania sembari menyodorkan pulpen pada Dio.
"Wah, makasih Tania. Tahu aja aku nyari pulpen, heheeh...," cengir Dio.
"Ya tahulah, sering banget kamu kehabisan pulpen," jawab Tania "makanya aku nyiapin banyak pulpen di tempat pensilku," lanjut Tania dalam hati.
"Memang kamu teman sebangku paling T.O.P B.G.T. Tan!" Dio mengacungkan dua jari jempolnya.
Tania hanya tersenyum.
"Duh, Diooo... Nyadar kek! Aku suka sama kamu. Jangankan pulpen, hatiku juga siap aku kasih ke kamu," batin Tania.

Di balik senyumku ada cinta untukmu
Di balik matamu ada hati yang menunggu

"Nih buat kamu, Tan!" Dio menyodorkan roti pisang coklat ke hadapan Tania.
"Wah, makasih yaa...," Tania tersenyum lebar.
"Hitung-hitung biaya sewa pulpenmu. Hehehe. Sengaja kubeli pisang coklat, soalnya kamu ga suka keju kan?"
"Iya, kok kamu tahu?" Tania terkejut.
"Kan kamu pernah bilang ga doyan keju, waktu Kevin ngasih kamu oleh-oleh keju dari Australi,"
"Oh, iya ya? Hehee...,"
Memang benar, Kevin anak lelaki kelas IX-3 yang menyukainya beberapa minggu lalu memberikannya oleh-oleh keju dari Australia. Tapi sayangnya, Tania menolak. Selain ia tidak suka keju, ia juga tidak suka Kevin. Menerima hadiah dari lelaki yang jelas-jelas menyukainya, namun tidak ia sukai, bukanlah prinsip Tania. Takut disangka memberi harapan palsu, atau lebih parahnya dibilang cewek matre!
Mengingat Dio memperhatikan kata-katanya, Tania semakin tersenyum manis.
"Aah..., Dio. Kamu perhatian sekali," batin Tania sembari menatap punggung Dio yang menjauh ke arah kantin.

Aku diam-diam suka kamu
Kucoba mendekat
Kucoba mendekati hatimu
Aku diam-diam suka kamu
Semua kan indah seandainya aku bisa memilikimu

Sebentar lagi kenaikan kelas. Tania merasa tidak semangat untuk naik ke kelas IX. Bukan UN atau guru-guru yang dikabarkan galak di kelas penghujung itu yang membuatnya tidak semangat atau takut. Melainkan ia takut, ia tidak akan sekelas lagi dengan Dio. Lebih tepatnya, ia takut tidak akan sebangku lagi dengan Dio. Aah, segala upayanya mendekati Dio sepertinya hanya dianggap murni sebagai sahabat atau teman sebangku oleh Dio. Dio tak pernah menyadari, bahwa diam-diam Tania suka padanya. Pada pribadi sederhananya. "Seandainya saja, aku bisa memilikimu, Dio. Pasti dunia akan terasa lebih indah," keluh Tania dalam hati.

*cerpen Lirik Lagu Cherry Belle - Diam Diam Suka

Meta morfillah

[FF] Punggung

Apa rasanya bila kau hanya mampu menatap punggung orang yang kamu sukai? Sakit bukan? Bahkan matanya pun tak mampu kamu tatap. Seperti matahari mungkin, tak bebas kau melihat wajahnya yang begitu agung. Seperti inilah aku mengagumi dia. Bahkan melihat punggungnya saja, aku sudah bahagia.

Mengapa hanya punggung? Ah, kamu pasti akan menertawakanku bila aku beritahukan alasannya. Semata karena aku memang hanya mampu melihat dari punggungnya saja. Tiap kali ia muncul, aku tak pernah menyadari. Tahu-tahu saja, ia sudah ada di sana. Di sudut yang terlihat punggungnya saja. Beberapa kali aku coba, melihat wajahnya, namun sulit. Memang ia makhluk istimewa.

Tapi perlu kamu tahu, punggungnya memang jauh lebih terkenal daripada wajahnya. Di punggungnya, segala harapan bersemayam. Boleh dikatakan pula, ia merupakan tulang punggung di antara kawanannya. Aah..., punggung yang istimewa!

"Za, nanti malam ikut nobar ga?" Iko bertanya padaku sembari menyeruput es teh manis di hadapannya.

"Ikut doong! Masak abang kesayanganku main, gak aku dukung sih, hehe...,"

"Iya, makanya gw mau ingetin. Jangan lupa nonton. Nanti kalau kelupaan, gw juga sasaran lo. Ngambek berhari-hari dah!" Iko meledekku dengan manyun kecenya.

"Hahaha, tenang. Info tentang abang udah aku serap semua. Kali ini aku udah tahu, kapan aja dia akan tanding," tukasku percaya diri.

"Iya, biar lo cepat sembuh juga ya dari kegilaan lo akan foto-foto nomor punggung 'abang'," Iko menekankan pada kata 'abang'.

"Yah, habis. Gw kan cuma bisa ngeliat nomor punggungnya doang. Ga hafal-hafal sama wajahnya," aku merengut.

"Udah dikasih tahu berapa kali juga. Dasar kecerdasan spasial lo emang diragukan! Idola lo itu namanya Bambang Pamungkas dari PERSIJA nomor punggung 20!"

Nah, itulah dia. Nomor punggung makhluk istimewa, yang kucintai semenjak ia berhasil mempersembahkan gol keren di pertandingan lawan Malaysia kemarin.

**

Meta morfillah

06 January, 2014

Celaka!

Celaka!
Saya sudah tidak mengerti lagi, mana hubungan murni dan abu-abu. Yang jelas dunia ini semakin absurd. Dan tanpa saya sadari, saya terbawa arusnya. Bagaimana saya harus menyikapi?

Celakanya lagi!
Saya tak dapat terus berlindung seperti anak kecil di balik ketiak ibunya. Saya harus menghadapi semua keabsurditasan dunia ini, tak lagi menampik. Walau perkara mengenali diri sendiri pun saya tak mampu. Petaka! Celaka!

Di mana guru-guru yang dapat saya tanyai? Mereka sekarang telah terbatas, dan tak bisa bergegas saat saya datang lekas. Ibarat pertandingan, ini adalah one on one. Saya sendiri menghadapi dunia. Hahaa.. Lebay ya? Namanya juga sudah kena celaka! Ya wajar, kalau rasionalitasnya mengabur, toh!

Celakaaaaa....celakaaaa....
Mana kawan, mana lawan, mana adik, mana kakak?
Manaaa...manaaa...?
Rasanya semua hanya bermain dan permainan otak serta hatimu.
Ah, celaka!

meta morfillah

Kisah Lunez

Lunez mengakrabi malam selayaknya sahabat. Ia memiliki kedekatan batin pada jubah pekat itu. Mungkin karena namanya yang bermakna bulan, hanya akan terlihat bila malam. Ini adalah malam ke 8760, malam yang berbeda--walau tiap malam memang tak pernah sama baginya. Malam ini Lunez akan menyempurnakan pemahamannya akan khair--kebaikan.

Setelah hal-hal rutin yang menuntut dan membentuk perilakunya--yang selalu dikatakan ibunya, bahwa ia tak akan bosan melakukannya--mengantarkan ia pada kematangan. Saat di mana rakyat Lemanyi menentukan jalan hidupnya. Lunez selalu bertanya, akankah khairnya mampu menjaganya dari utusan Ablasa. Selama ini ia mematuhi isi kitab lima perkara, bertindak sewajarnya dan hidup di pendopo sebagai Lemanyian (rakyat Lemanyi yang memiliki kekuatan aksara). Namun, di malam ke 8760 ini, Lunez merasakan hal berbeda. Ada sesuatu dari dalam dirinya--sesuatu yang purba, dan sejak lama memaksanya. Namun ia abaikan walau ia merasakannya dengan kuat--yang menentang khair.

Sesuatu itu menekan batas kewajarannya. Memanusiakan dia menjadi manusia. Mengajaknya membantah dengan caranya agar tak kaku dan seperti kerbau dungu menjalani hidup dengan menerima begitu saja jalan menjadi Lemanyian.

Beragam aturan kitab perkara yang kadang membuatnya merasa terkekang, tak bebas, namun tetap dipatuhinya. Kini, membuat ia berpikir ulang. "Mengapa tidak menjadi diri sendiri saja? Toh Sang Rahmani pasti tetap mengenali niat umatnya. Bahkan memudahkan, bila aku menetapkan ciriku. Aku mulai muak diseragamkan dan dinilai terlalu tinggi. Aku ingin merasakan kebebasan rajawali tanpa melupakan jati diri Lemanyian," pikir Lunez.

Mungkin akan banyak omongan tetua yang mencibirnya, tapi Lunez telah menetapkan pilihannya. Pemahaman akan khairnya memang berisiko, tapi ia yakin ada--banyak sekali--jalan lain mencapai khair tanpa harus menjadi seorang Lemanyian. Lunez memutuskan akan keluar dari pendopo Lemanyian dan memilih nyiar--apa adanya--sebagai hidupnya.

Sementara Lunez larut dalam pemahaman barunya, di langit malam sosok hitam seperti asap melayang tanpa suara. Wajahnya yang tak jelas lelaki atau perempuan karena tertutup jubah hitam tersenyum. Tibalah takdirnya membayangi Lunez. Inilah waktu yang sudah ditunggu-tunggu olehnya, utusan Ablasa.

meta morfillah

Suka tidak suka

Ada orang-orang yang membahas tentang sastra sepanjang hari
Ada orang-orang yang asyik menanggapi isu dunia setiap saat
Tapi aku asyik menekunimu, hidup
Ini hanya masalah suka tidak suka saja

Ada yang berkata puisi tak melulu tentang senja, pantai, debur ombak, lazuardi dan bintang
Tapi puisiku selalu tentang itu
Ini hanya masalah suka tidak suka saja

Berbagai orang memilih menjejak kaki dalam menghadapi realita
Tapi aku melayang, berusaha meninggalkan ambisi
Menggapai langit tidak, menjejak bumi pun enggan
Ini hanya masalah suka tidak suka saja

Bagi mereka segala yang kubuat terlalu utopis
Bagiku itulah dunia yang kucipta
Ini hanya masalah suka tidak suka saja

Sama seperti kau menanggapi puisiku saat ini
Tak kutuntut kau untuk menyukai terlebih mengapresiasi
Ini hanya masalah suka tidak suka saja

meta morfillah

Cinta tak mungkin berhenti

Tak ada kisah tentang cinta
yang bisa terhindar dari air mata
namun kucoba menerima, hatiku membuka
siap untuk terluka

Ur menyisir rambut panjangnya dengan jarinya asal. Ia sudah tak peduli lagi akan penampilannya. Berita yang ia terima barusan sungguh mengacaukan pikirannya. Xanadu akan menikah di bulan purnama. Berarti hanya tinggal dua minggu lagi. Ur kecewa. Sungguh kecewa. Baru ia menyadari betapa bodohnya ia selama ini. Membuka hati pada lelaki utara itu. Padahal sudah banyak teman dan keluarga yang memperingatkannya. Belum pernah dalam sejarah Negeri Lemanyi ada pernikahan antara suku utara dan suku selatan. Perbedaan mereka begitu mencolok. Suku utara yang jauh lebih beradab dan mewah selalu menganggap suku selatan seperti bakteri yang harus dihindari. Sedangkan suku selatan selalu menganggap suku utara adalah banteng yang congkak. Perbedaan alam tempat tinggal mereka memang begitu mempengaruhi. Suku utara yang tinggal di darat yang sudah disulap menjadi kota, lebih hedonis dan necis. Suku selatan yang tinggal di hutan yang masih perawan dan tertutup dari lingkup luar lebih mandiri, namun sayangnya menutup diri dari aksara. Sehingga kebanyakan penduduknya buta huruf. Aah.. Ur terlalu naif, menyangka semua perbedaan itu bisa melebur. Ia berpikir Xanadu berbeda dengan lelaki utara lainnya. Sikap santun, ramah dan tidak pernah meremehkan dirinya sebagai suku selatan--karena Ur salah satu dari sedikit orang suku selatan yang dapat membaca--membuat Ur mau membuka hati pada lelaki itu.

cinta tak mungkin berhenti
secepat saat aku jatuh hati
jatuhkan hatiku kepadamu
sehingga hidupku pun berarti

Jatuh cinta itu mudah, yang sulit adalah berhenti mencintainya. Itulah yang Ur rasakan saat ini. Ketika ia menjatuhkan hatinya pada Xanadu, ia merasa hidupnya jauh lebih berarti. Seakan masa depan cerah tergenggam dalam kepalan tangannya. Muluk memang, tapi selalu ada harapan pernikahan mereka kelak akan menyatukan suku utara dan selatan yang selama ini terpecah. Walau mereka hanya rakyat jelata, namun hal itu pasti tetap dipandang suatu hal hebat oleh Kapefa, penguasa Negeri Lemanyi. Namun hubungan yang dimulai ketika pasang perbani harus kandas menjelang purnama. "Xanadu, teganya kau," Ur terisak lirih.

cinta tak mudah berganti
tak mudah berganti jadi benci
walau kini aku harus pergi
tuk sembuhkan hati

Benci? Seharusnya Ur membenci Xanadu demikian hebat. Namun, ketika cinta memenuhi sel-sel tubuhmu, kata benci pun tak mampu melintas dalam otakmu. Seperti itulah Ur sekarang. Menyedihkan sekali bagi yang melihatnya. Gadis tercantik, pujaan lelaki kaum selatan yang tersakiti. Ur tak sanggup berada di rumahnya, menghadapi berpuluh pasang mata yang menyiratkan keprihatinan atas nasibnya. Ur memilih pergi. Keluar dari Negeri Lemanyi. Pergi ke Benua Besar, mencari peruntungan barunya di sana dan melupakan kisah cintanya di sini.

walau seharusnya bisa saja
dulu aku menghindar
dari pahitnya cinta
namun kupilih begini
biar kuterima
sakit demi jalani cinta

Hidup akan terus berjalan, dengan atau tanpa Xanadu di sampingnya. Ur tak pernah menyesali keputusannya. Ia yang memilih Xanadu. Ia yang sadar dan menyerahkan hatinya walau bisa saja ia menghindar. Semua pilihan itu memiliki konsekuensi. Ur menyadari konsekuensinya yang salah saat ini. Ia menerima kesakitan atas pengkhianatan Xanadu padanya. Demi cinta, dosa termanis di dunia ini. Berangkatlah Ur dengan kepastian, menuju Benua besar.

*cerita lirik lagu "cinta tak mungkin berhenti"- tangga*
*beberapa nama terinspirasi dari novel Nibiru-Tasaro GK*

meta morfillah

02 January, 2014

[Review Buku] 7 Habits

Judul : The 7 Habits of Highly Effective People
Pengarang : Stephen R. Covey
Penerbit: Binarupa Aksara cetakan pertama 1997
Genre : pengembangan diri/non fiksi
Jumlah halaman: 345

Buku ini merupakan buku keenam (semoga saya tidak salah) dari karya Stephen Covey. Tapi baru karya ini yang saya baca, bahkan sudah ada penyempurnaannya menjadi 8 habits (habits terakhir tentang menemukan suara). Namun saya tetap memilih mereview buku ini, karena begitu berbekas dalam benak saya dan dipakai dalam training, bahkan dilisensi oleh salah satu kompetitor perusahaan tempat saya bekerja. Berikut paparan saya mengenai 7 kebiasaan manusia yang efektif.

Oke, dimulai dari daftar isi. Buku ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama, berjudul paradigma & prinsip merupakan prolog. Membahas tentang betapa pentingnya sebuah sudut pandang (paradigma), yang biasanya mempengaruhi keberhasilan hidup manusia. Paradigma dipengaruhi pengkondisian yang berdampak pada persepsi. Diilustrasikan melalui sebuah gambar (yang umum sekali). Dari sebuah gambar itu, dapat ditangkap dua hal, yaitu wanita berusia 20 tahun dan wanita berusia 70 tahun. Hal ini membuktikan bahwa paradigma Anda dipengaruhi pengkondisian (dari sudut mana Anda melihat) dan menghasilkan sebuah persepsi yang berbeda. Hal ini bukan masalah logis, tetapi psikologis ketika dua orang dapat melihat hal yang sama, tidak saling sepakat, namun sama-sama benar (h.14).

Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan kebiasaan. (Aristoteles)

Bagian dua, berjudul Kemenangan Pribadi, memuat tiga kebiasaan. Kebiasaan pertama, “Jadilah proaktif” membahas tentang mengubah pribadi dari reaktif (bereaksi sebagaimana stimulus diberikan) menjadi proaktif (mampu memilih dan menetapkan reaksi yang diinginkan terhadap stimulus. Memiliki kontrol kehidupan). Dimulai dari bahasa yang digunakan. Salah satu contoh bahasa reaktif “ia membuat saya begitu marah.”

Kalimat di atas menandakan bahwa emosimu tidak berada dalam kontrol dirimu. Emosimu mampu dikendalikan oleh orang lain. Seharusnya, bersikap proaktif dengan berkata, “Saya mengendalikan perasaan saya sendiri.”

Banyak sekali di antara kita yang menyalahkan kekuatan luar—orang lain, keadaan, bahkan zodiak—untuk situasi mereka sendiri. (h.69)

Mengetahui bahwa kita bertanggung jawab—mampu berespons—merupakan dasar bagi efektivitas dan kebahagiaan kita sendiri. (h.84)

Kebiasaan kedua, “merujuk pada tujuan akhir”. Mulailah segala sesuatu dengan akhir di dalam pikiran. seperti apa Anda ingin dikenang semasa hidup? Buat kriteria dasar dari sekarang. Lalu berfokuslah pada tujuan akhir tersebut. Dijelaskan pula dalam buku ini, ada 10 pusat kehidupan yang biasa dijadikan tujuan akhir manusia. Kesepuluh pusat itu adalah, pasangan, keluarga, uang, kerja, barang/milik, kesenangan, teman, musuh, gereja (organisasi agama), dan diri sendiri. Namun, bila Anda menggunakan salah satu itu sebagai pusat hidup Anda, maka tidak ada yang sejati, semua itu adalah pusat-pusat alternatif. Sedangkan pusat yang sejati adalah prinsip (yang mengandung pedoman, kebijaksanaan, dan daya).

Kebiasaan ketiga, "dahulukan yang utama”. Pernah saya bahas, tips empat kuadran waktu di grup. 

Kuadran 1: penting & mendesak, seperti krisis, proyek dengan deadline yang mendesak.
Kuadran 2: penting & tidak mendesak (kuadran efektif), seperti pengembangan hubungan, rekreasi.
Kuadran 3: tidak penting & mendesak,  seperti interupsi telepon, beberapa meeting.
Kuadran 4: tidak penting & tidak mendesak, seperti aktivitas menyenangkan, pemboros waktu.

Anda harus bersikap proaktif untuk mengerjakan kuadran II, karena kuadran I & III mengerjakan Anda. Mengapa? Karena seringkali urusan mendesak/genting akan menghabiskan waktu Anda & membuat stress, walau masalah tersebut tidak penting. Bila ingin menjadi manusia efektif, buatlah waktu Anda berada di kuadran II selagi bisa.

Dari tiga kebiasaan awal, bila dipraktikkan akan mengubah kita menjadi manusia yang ketergantungan menjadi manusia mandiri. Inilah yang dinamakan kemenangan pribadi. See… semua dimulai dari dirimu.

Bagian tiga, berjudul Kemenangan Publik, memuat tiga kebiasaan. Kebiasaan keempat, “berpikir menang-menang”. Terdapat enam paradigma interaksi manusia (berkaitan dengan negosiasi) yaitu menang/menang, menang/kalah, kalah/menang, kalah/kalah, menang, dan menang/menang atau tidak sama sekali. Pilihan mana yang terbaik? Jawabannya “Tergantung”. Untuk situasi pertandingan sepak bola yang ingin Anda menangkan, maka situasi menajdi Menang/kalah. Tapi untuk situasi hubungan yang menurut Anda persoalannya tidak penting dibandingkan harga hubungan tersebut, mungkin Anda akan berada di posisi kalah/Menang untuk meneguhkan orang lain. Prinsip menang-menang merupakan kepemimpinan antar pribadi (h. 212), dimulai dengan karakter, bergerak pada hubungan dan mengalirlah sebuah kesepakatan. Untuk memperoleh solusi menang-menang, ikutilah 4 proses berikut:

  1. Lihat masalahnya dari sudut pandang pihak lain. Usahakan benar-benar untuk mengerti dan peduli daripada yang dapat mereka lakukan sendiri.
   2. Kenali persoalan pokoknya (bukan posisi) yang terlibat.
   3.  Tentukan hasil apa yang merupakan solusi yang dapat diterima sepenuhnya.
   4.  Kenali pilihan-pilihan baru yang mungkin diambil untuk mencapai hasil-hasil itu.

Kebiasaan kelima, “berusaha dimengerti terlebih dahulu, baru dimengerti”. Hal ini memerlukan perubahan paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya berusaha lebih dahulu untuk dimengerti. Kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud untuk mengerti, mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab. Empat respon autobiografis manusia dalam mendengarkan ialah mengevaluasi (kita setuju atau tidak setuju), menyelidik (kita mengajukan pertanyaan dari kerangka acuan kita sendiri), menasihati (memberikan nasihat berdasarkan pengalaman kita sendiri) dan menafsirkan (berusaha memahami dan menjelaskan motif orang berdasarkan motif kita). Dibutuhkan keterampilan mendengar empatik yang harus terus diasah. Dan kuncinya, adalah “baru dimengerti”. Setelah kita berusaha mengerti, maka kita harus mengungkapkan bagaimana kita ingin dimengerti. Unik ya? Ada hubungan timbal balik. Tidak melulu kita yang mendengarkan/mengerti orang lain saja, melainkan kita pun dimengerti. Seimbang bukan?

Kebiasaan keenam, “wujudkan sinergi”. Alam semesta bersifat sinergistik, dan menghargai perbedaan yang ada. Anda dapat menjadi sinergistik dalam diri Anda, bahkan di tengah lingkungan yang bermusuhan. Tidak usah memasukkan hinaan ke dalam hati, luaskan perspektif Anda. Gunakan keberanian Anda dalam kerja tim (sinergis) untuk menjadi terbuka, mengekspresikan gagasan perasaan & pengalaman Anda dengan cara yang akan mendorong orang lain menjadi terbuka pula. Anda dapat menghargai perbedaan dalam keanekaragaman tanpa perlu setuju dengan mereka, anda hanya meneguhkan mereka. Carilah selalu alternatif ketiga ketika pilihan yang ada hanya benar dan salah.

Dari kebiasaan keempat hingga keenam, Anda berubah dari makhluk mandiri menjadi makhluk “saling” tergantung. Maka dari kemenangan pribadi, anda bergerak menuju kemenangan publik.

Bagian empat sekaligus penutup, adalah kebiasaan terakhir yaitu asahlah gergaji.

“Kadang ketika saya mempertimbangkan betapa luar biasanya konsekuensi dari hal-hal kecil… Saya tergoda untuk berpikir, sebenarnya tidak ada hal-hal kecil.” Bruce Barton (h. 287)

Kebiasaan ketujuh ini adalah kapasitas produksi pribadi Anda. Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan aset terbesar yang Anda miliki, yaitu diri Anda (h. 288).

Andaikan saja Anda bertemu seseorang yang sedang terburu-buru menebang sebatang pohon di hutan.
“Apa yang sedang Anda kerjakan?” Anda bertanya.
“Tidak dapatkah Anda melihat? Saya sedang menggergaji pohon ini,” jawabnya tidak sabar.
“Anda terlihat lelah. Berapa lama Anda telah mengerjakannya?”
“Lebih dari 5 jam, dan saya lelah. Ini benar-benar kerja keras!” serunya.
“nah, mengapa Anda tidak beristirahat saja beberapa menit dan mengasah gergaji itu? saya yakin Anda dapat bekerja lebih cepat setelah mengasahnya,” ucap Anda.
“Saya tidak punya waktu untuk mengasah gergaji. Saya terlalu sibuk menggergaji!”

Itu merupakan salah satu ilustrasi mengenai kebiasaan ketujuh yaitu “mengasah gergaji”, hal mana merupakan perumpamaan dari diri Anda. Ketika diri Anda sudah terlalu lelah, maka lakukanlah pembaruan meliputi empat hal, yaitu fisik (olahraga, nutrisi, manajemen stres), mental (membaca, visualisasi, perencanaan, menulis), spiritual (penjelasan nilai & komitmen, studi & meditasi) dan sosial/emosional (pelayanan, empati, sinergi, rasa aman intrinsik).

Tuhan bekerja dari dalam ke luar. Dunia bekerja dari luar ke dalam. Dunia akan membentuk manusia, tapi Tuhan dapat mengubah sifat manusia. Ezra Taft Benson.

Kelebihan buku ini: Gaya bahasanya tidak terlalu kaku walau terkadang menggunakan istilah “agak tinggi”, menggunakan beragam kasus, ilustrasi dan cerita-cerita yang memudahkan pembacanya paham.

Kekurangan: lebih kepada fisik buku ini, masih terkesan biasa dan standar. Saya sih berharap dibuat dari kertas kece seperti bukunya Rhenald Kasali “recode your DNA”.

      4.5   bintang dari 5 bintang.

Thanks,

meta morfillah

Text Widget