Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Di sisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
Puan melanggar janjinya. Janji tiga belas tahun silam pada ayahnya.
Janji untuk tidak menangis, walau hidup yang dijalaninya semakin berat.
Kali ini Puan tak tahan. Kata-kata bijak pun tak mampu meredam. Puan
meledak. Dalam kesunyian. Seperti bintang yang mengalami teori Big Bang.
Puan menangis. Berharap seiring luruhnya air mata, masalah yang
dihadapinya pun akan lebur. Mengalir mengikuti laju air matanya. Puan
rindu, sangat rindu pada almarhum ayahnya. Begitu rindunya ia pada bahu
tegap ayahnya, tempat ia bersandar dahulu. Rindu pada dada bidang
ayahnya, tempat ia berlindung dari kekejaman dunia yang serasa ingin
menariknya dalam kerumitan hidup. Puan melamun sembari menangis. Ia
mengingat masa kecilnya bersama ayah tercinta. Ketika ia bisa bebas
memeluk dan bermanja pada tubuh kokoh ayahnya. Melambungkan dirinya dan
merendahkan masalah yang ia hadapi setiap kali ia merasa sedih.
Menghirup hangat segar napas dan segar harum tubuh ayahnya. Ayah nomor
satu di dunia. Ayah yang dengan sigap dan tangkas menangkap ia, jika
terlihat ia goyah dan akan jatuh. Bersama ayahnya, Puan menapaki dunia
impian. Ia sering menjadi telinga ayahnya dan selalu
mengangguk-anggukkan kepalanya—seperti boneka besar yang ada di salah
satu restoran Jepang—setiap kali ayahnya menceritakan mimpi-mimpi dan
harapannya.
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak
Air matanya semakin menderas. Kesedihan Puan semakin membengkak,
ketika ia mengingat mimpi dan harapan ayahnya. Ayah Puan—ayah nomor satu
di dunia—selalu berkata bahwa Puan harus menjadi yang terbaik baginya.
Puan harus mematuhi perintah ayahnya dan menjauhkan diri dari
godaan-godaan bodoh yang mungkin akan Puan lakukan dalam waktu beranjak
dewasa. Ayahnya tidak ingin Puan terbelenggu, jatuh dan terinjak karena
kebodohannya sendiri. Tapi kini, Puan telah melanggar salah satu
perintah ayahnya sebelum meninggal. Puan menangis.
“Ya Tuhan, izinkan aku melanggar perintahnya sekali ini saja. Aku
sungguh tak sanggup lagi. Aku merindukan, aku butuh bahunya, aku butuh
sandaran, namun tiada yang dapat kuandalkan kecuali diriku sendiri,
Tuhan,” ratap Puan merutuki betapa lemah hati dan dirinya saat ini.
Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Kuterus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan kubuktikan kumampu penuhi semua maumu
“Tuhan, tolong sampaikan pada ayahku, aku sangaaaat mencintainya. Aku
minta maaf, kali ini aku tak mematuhi perintahnya. Tapi aku berjanji,
aku tak akan mengkhianati mimpi-mimpinya. Aku akan berusaha menjadi
terbaik dari diriku. Aku akan membuktikannya, Ayah. Sungguh. Tolong
Tuhan, sampaikan itu padanya,” doa Puan dalam isak tangisnya.
“Aku selalu mengingat kata-katamu, Ayah. Don't let them in, don't let them see, be the good girl you always had to be. Bila
ini menjadikanku wanita penipu nomor satu, tak mengapa. Aku akan selalu
baik-baik saja. Setelah ini, setelah tangis ini. Maafkan aku, Ayah
untuk tangisanku kali ini.”
Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Kurindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati
Waktu selalu berkuasa atas jiwa manusia. Mungkin karena itulah, dalam
kitab suci, Tuhan selalu bersumpah atas nama waktu. Karena waktu tak
pernah ingkar. Maka, Puan hanya mampu merindukan detik-detik dahulu yang
telah bergulir. Hanya mampu membayangkan suasana yang mampu membasuh
jiwanya dengan sisa-sisa ingatan kelima panca inderanya. Bila bahagia
hanyalah bayangan, mungkin itulah bayangan sejati bagi Puan. Puan,
perempuan rumit yang mendapati posisi dilematis dalam hidupnya.
Itulah kisah Puan, dengan pengandaian yang dramatis dan sedikit
sarkastis di penghujungnya. Selamat bertemu lagi, di cerita lirik
lainnya! See yaaa…
*cerita lirik lagu “Yang terbaik bagimu” – Ada Band ft. Gita Gutawa
Meta morfillah
No comments:
Post a Comment