Lunez mengakrabi malam selayaknya sahabat. Ia memiliki kedekatan
batin pada jubah pekat itu. Mungkin karena namanya yang bermakna bulan,
hanya akan terlihat bila malam. Ini adalah malam ke 8760, malam yang
berbeda--walau tiap malam memang tak pernah sama baginya. Malam ini
Lunez akan menyempurnakan pemahamannya akan khair--kebaikan.
Setelah hal-hal rutin yang menuntut dan membentuk
perilakunya--yang selalu dikatakan ibunya, bahwa ia tak akan bosan
melakukannya--mengantarkan ia pada kematangan. Saat di mana rakyat
Lemanyi menentukan jalan hidupnya. Lunez selalu bertanya, akankah
khairnya mampu menjaganya dari utusan Ablasa. Selama ini ia mematuhi isi
kitab lima perkara, bertindak sewajarnya dan hidup di pendopo sebagai
Lemanyian (rakyat Lemanyi yang memiliki kekuatan aksara). Namun, di
malam ke 8760 ini, Lunez merasakan hal berbeda. Ada sesuatu dari dalam
dirinya--sesuatu yang purba, dan sejak lama memaksanya. Namun ia abaikan
walau ia merasakannya dengan kuat--yang menentang khair.
Sesuatu itu menekan batas kewajarannya. Memanusiakan
dia menjadi manusia. Mengajaknya membantah dengan caranya agar tak kaku
dan seperti kerbau dungu menjalani hidup dengan menerima begitu saja
jalan menjadi Lemanyian.
Beragam aturan kitab perkara yang kadang membuatnya
merasa terkekang, tak bebas, namun tetap dipatuhinya. Kini, membuat ia
berpikir ulang. "Mengapa tidak menjadi diri sendiri saja? Toh Sang
Rahmani pasti tetap mengenali niat umatnya. Bahkan memudahkan, bila aku
menetapkan ciriku. Aku mulai muak diseragamkan dan dinilai terlalu
tinggi. Aku ingin merasakan kebebasan rajawali tanpa melupakan jati diri
Lemanyian," pikir Lunez.
Mungkin akan banyak omongan tetua yang mencibirnya,
tapi Lunez telah menetapkan pilihannya. Pemahaman akan khairnya memang
berisiko, tapi ia yakin ada--banyak sekali--jalan lain mencapai khair
tanpa harus menjadi seorang Lemanyian. Lunez memutuskan akan keluar dari
pendopo Lemanyian dan memilih nyiar--apa adanya--sebagai hidupnya.
Sementara Lunez larut dalam pemahaman barunya, di
langit malam sosok hitam seperti asap melayang tanpa suara. Wajahnya
yang tak jelas lelaki atau perempuan karena tertutup jubah hitam
tersenyum. Tibalah takdirnya membayangi Lunez. Inilah waktu yang sudah
ditunggu-tunggu olehnya, utusan Ablasa.
meta morfillah
No comments:
Post a Comment