“Wajahmu tak pantas dihiasi kesedihan. Entahlah, semacam kutukan, kau tercipta untuk terus tersenyum.”
Gadis menatap lawan bicaranya dengan kosong. Kata-kata itu, tepat
seperti godam yang dipukulkan ke kepalanya. Semacam
kutukan? Gadis menghela napas panjang. Tak pernah diinginkan atau pun
diniatkan seperti itu. Gadis sudah membuka dirinya, namun seperti buku
beraksara Hangeul atau mungkin arab, tak semua orang mampu membacanya sekejap. Atau
mungkin dirinya seperti buku how to
yang tak menarik di deretan rak toko buku. Sehingga walau pun terbuka tak ada
sedikit pun yang peduli pada isinya, melirik pun tidak. Jauh di dalam hatinya,
Gadis ingin dimengerti. Berharap ada yang mampu membaca apa yang sedang
dipikirkannya. Setidaknya, mampu menyikapi apa yang dibutuhkan oleh Gadis. Kadang
pintanya hanya sederhana. Sekadar telinga untuk mendengar, atau pundak untuk
bersandar, atau sekadar kehadiran yang setia, diam saja menemani dirinya
menatap berbagai pemandangan yang acak abstrak di dalam pikirannya. Segala sesuatu
berotasi di kepalanya. Ia sendiri sulit mengilustrasikan dan memahami dirinya
sendiri. Ia pun sadar akan hal itu. Tak mudah menjadi dirinya.
Pernah Gadis merasa bahagia sekejap karena ada temannya yang
berhasil menangkap isyarat lirih matanya. Temannya berkata, “Aku tahu kau
sedang menyembunyikan sesuatu. Perihal kesedihan. Namun kau berusaha
menutupinya dengan tawa. Kau tak bisa berbohong Gadis, masalahmu begitu berat. Lantas
mengapa kau masih saja sibuk mengurusi dan membantu orang lain? Seolah kau tak
perlu dibantu?”
Tapi sebatas pernyataan dan pertanyaan itu saja. Lalu temannya
berlalu dan mungkin sudah lupa pernah melontarkan pertanyaan seperti itu. Gadis
kembali merasa sendiri. Ada dunia yang tak dimengerti di bagian dirinya. Ketika
berbicara dengan dinding kamar tampak lebih menjanjikan dan memberikan rasa
nyaman, maka perlahan Gadis tercipta untuk terbuka namun tertutup ketika ada
yang bersimpati. Untuk apa? Pikirnya.
Tak ada yang mampu menolongnya lagi, kecuali dirinya dan Tuhannya. Mereka yang
diceritakan masalahnya, hanya mampu menambahkan menjadi dua kali lipat tanpa
solusi. Tapi yaa…begitulah hidup. Tak semua seperti yang kau inginkan, bukan?
Teruslah diam dalam kerianganmu, Gadis.
And then a hero lies
in you.
Karena kamu adalah makhluk terasing. Lahir sendirian dan
akan mati sendirian pula. Maka kembalilah pada keterasingan. Tanpa mengandalkan
siapa pun, kecuali dirimu.
No comments:
Post a Comment