Pages

28 November, 2014

Mencintaimu ada caranya



Kamu tahu,
Semakin kamu jauh, aku semakin aman.

Bila kamu mulai mendekat, aku akan mulai menyebalkan. Tak lembut seperti perempuan pada umumnya. Sering kamu bilang, bahwa bila aku seperti ini terus, besar kemungkinan tak akan ada yang berani mendekatiku, lalu aku akan jadi perawan tua. Jadi perempuan itu, harus lembut, sedikit manja, tidak boleh galak, judes, atau terlalu frontal. Haha… maaf saja, itu semua sengaja kulakukan agar kamu tak berani menitipkan apa-apa padaku, seperti harapan atau bahkan yang lebih besar lagi: hatimu.

Aku tak pernah takut dengan apa yang kaukatakan tentangku. Sebab, aku percaya, Tuhan tahu alasanku. Aku mengikuti caraNya, meminimalisir kedekatanku dengan beberapa teman lelaki—terutama yang terlihat memiliki sinyal, hingga bahkan terang-terangan menyatakan cinta padaku. Aku tak ingin mencintai dengan cara yang salah atau menyalahi aturanNya.

Jadi, beginilah diriku.

Mencintaimu ada caranya. Dan inilah caraku. Hingga Tuhan berkata, “Boleh,” untuk mencintaimu… barulah aku akan mencurahkan kelembutanku dan sikap manjaku yang pantas.


Meta morfillah

21 November, 2014

Menjadi tidak peduli

Seperti tangan yang sedang terluka, jika kaupaksa untuk berjabat, yang ada semakin sakit. 
Butuh waktu untuk menyembuhkannya.
Sebaiknya kita tak bertemu dahulu, bila saling menyakiti.
Entah, apakah kita akan kembali sama, seperti tak ada apa-apa. 
Atau malah seperti roda gigi yang sudah tidak pas, bila dipaksakan hanya akan patah.
Entah, kepercayaanku padamu memudar. 
Meluruh seiring waktu. 
Berhenti berharap terhadapmu, yang mungkin tak pernah memikirkan apa yang kupikirkan.
Aku memilih menjadi robot. 
Menjadi tidak peduli pada apa pun.


Meta morfillah

Suara bising dalam penantian



Tuhan sedang menunjukkan padaku betapa banyak yang menyayangiku, melalui caranya yang unik. Masing-masing memiliki kekhawatiran tentang masa depanku. Beragam nasihat baik, terlantun untukku di tiap detik. Terutama mereka yang kusebut keluarga dan sahabat. Mereka sangat takut aku salah memilih teman hidup. Takut kalau aku memilih karena merasa tak punya pilihan, sebab usia tidak lagi muda. Dan beragam ungkapan lainnya.

Aku di sini, hanya menjawabnya dengan tersenyum. Dan itu malah menambah kekhawatiran mereka. Mereka semakin gencar berbicara bahwa kamu tak pantas untukku. Menurut mereka, aku lebih cocok dengan lelaki yang tegas, yang punya visi jelas, dan mampu saklek membimbingku. Dan bukan kamu orangnya. Mereka menyandingkan aku dengan rekan kerjaku, kawan komunitasku, kawan sekolahku dulu, dan lelaki-lelaki lain yang jauh mereka kenal dan sering bertandang ke rumahku. Hingga, menyuruhku untuk lebih fleksibel dengan pacaran, mencoba bermain hati. Dan lagi-lagi aku hanya tersenyum, walau dalam hatiku rasanya begitu pedih. Ingin menangis. Aah… bagaimana menjelaskannya pada mereka, dengan bahasa yang baik, tanpa menyakiti mereka—yang aku yakini, bahwa itu adalah cara mereka menyayangiku. Sehingga lelaki mana pun yang datang, tidak akan pernah cukup baik untukku. Seakan aku begitu bernilai dan hanya cocok untuk lelaki hebat. Padahal aku pun manusia yang banyak kekurangannya—dengan cara yang benar, di waktu yang benar.

Beginilah keseharianku dalam penantian. Begitu banyak lontaran kalimat yang menggoyahkanku. Aku bisa apa? Selain semakin mendekatkan diri padaNya. Jujur, aku sendiri tak tahu, apakah kamu memang seperti yang mereka katakan atau bukan. Tapi, ketahuilah satu hal saja… bahwa aku memiliki keyakinan padamu. Mengapa? Sebab kamu memperjuangkanku. Meski kuakui, kamu agak nekat dan kurang memiliki persiapan matang. Sehingga terlihat plin-plan di mata keluargaku. Terlihat belum siap, namun memaksa siap. Terlihat belum mampu bertanggung jawab dan menyelami diriku. Tapi, aku menitipkan keyakinanku padamu melalui doa-doaku padaNya, setiap hari. Berharap, bahwa semoga saja itu semua tidak benar. Bahwa kamu mampu membuktikan pada mereka, bahwa kamu patut diperhitungkan. Bahwa kamu memang belum mampu saat ini, tapi memiliki potensi itu. yang kamu butuhkan hanyalah waktu. Untuk saling mengenal, menyelami kehidupan kita masing-masing, yang pastinya begitu banyak perbedaan dan akan banyak pergesekan.

Aku berharap, semoga kaumembaca tulisanku ini… semoga sebelum kita bertemu, kamu mampu bersikap lebih jantan dan kokoh pada pendirian. Bukan seorang lelaki yang menuruti begitu saja apa kata orang, lalu menyerah memperjuangkanku. Sebab, semua lelaki yang mampu mengalihkan duniaku, belum tentu mampu memperjuangkanku. Tetapi, lelaki yang memperjuangkanku, aku yakin… sangat yakin… hanya tinggal hitungan waktu, dia akan mampu mengalihkan duniaku.

Tapi, bila kamu tak membaca tulisanku ini…. Tak mengapa. Aku sudah memasrahkan segalanya pada Tuhan. Melalui proses yang dimudahkan nantinya, ataukah dipersulit. Sebab, sejatinya para pencinta akan kembali pada Tuhannya. Meminta, sesuatu hal yang mereka tak kuasa. Cinta akan selamanya menjadi rahasia dan kuasaNya.

Jadi, sampai bertemu nanti.

Entah dalam kisah yang sama, atau di kisah yang berbeda.


Meta morfillah

19 November, 2014

Kepercayaan

Kepercayaan itu bagaikan keperawanan. Sekali kamu merusaknya, maka tidak akan pernah sama lagi seperti saat utuh dulu. Mau diperbaiki dengan segala macam cara (dioperasi), tetap saja rasanya tidak seperti ketika masih utuh. Artifisial!

Agak vulgar ya, perumpamaan saya kali ini? Semata, karena saya tak ingin mengumpat… maka saya gunakan perumpamaan yang agak-bukan-gw-banget ini. Bicara tentang kepercayaan, bagaimana cara agar tidak salah meletakkan kepercayaan? Atau memercayai orang yang tepat?

Hanya ada satu cara terbaik, yaitu jangan pernah menitipkan kepercayaan pada manusia mana pun. Bila tidak tahan, maka bersiaplah… titipkan kepercayaanmu, lantas bersiap untuk sakit hati. Minimal kecewa. Karena itu pasti. Keniscayaan. Jangan lupa, bahwa orang yang paling sering menyakiti kita, adalah orang yang terdekat dengan kita.

Maka, bila kamu memutuskan mempercayai seseorang, bersiaplah untuk mematah-matahkan hatimu, bila suatu hari dia mengecewakan atau mengkhianati kepercayaan yang telah kauberikan. Sebab dia manusia. Tak sempurna. Layaknya dirimu.


Meta morfillah

15 November, 2014

Rasa takut & Interstellar

Akhir-akhir ini, rasa takutku semakin menjadi. Takut akan waktu yang semakin menipis. Takut bahwa waktu yang kuhabiskan selama ini ternyata hanya untuk keegoisanku semata. Kesenanganku saja. Aku bertanya-tanya, apakah waktuku berharga, memiliki harga untuk mereka yang kusayangi. Atau sebenarnya aku hanya menipu diriku sendiri. Waktuku sia-sia, tak memiliki manfaat untuk hidup ini.  
Sebuah film yang kutonton, berjudul interstellar membuatku semakin takut. Film itu menceritakan upaya manusia menaklukkan waktu, demi menyelamatkan orang-orang yang dicintainya. Tapi nyatanya, ia malah mengorbankan orang yang dicintainya. Ia tak mampu menaklukkan waktu. Jadi, sia-siakah pengorbanan atas waktunya selama ini?  
Itulah pertanyaan yang sedang menggodam kepalaku beberapa waktu ini. Kadang, kita tak pernah menyadari betapa tuhan begitu baik merahasiakan waktu kita. Betapa tuhan tak ingin membuat kita risau, dengan menyadarkan kita bahwa waktu yang kita miliki begitu tipis. Satu tarikan nafas saja.  
Untuk beberapa orang yang mengetahui batas waktunya, ia cenderung akan mengisi hidupnya dengan hal-hal serius sebagai bekal. Beberapa mengira, ia kurang menikmati hidup. Tapi, seandainya saja kita tahu sepersepuluh cara menyikapi hidup dengan benar. Mungkin, kita akan jauh lebih serius. Mungkin, kita hanya akan tertawa sedikit. Lebih banyak menangis dan tidak peduli pada luka. Sebab, ada suatu perasaan takut yang maha dahsyat. Menyadarkan kita, bahwa tidak ada apa-apanya diri ini.


Meta morfillah

11 November, 2014

Perempuan dan Kekhawatirannya

Mungkin perempuan tercipta dari kekhawatiran. 

Sering kali merasa khawatir akan hal-hal yang belum terjadi. 

Khawatir dirinya menjadi begitu menyebalkan bagi pasangannya, khawatir tak lagi cukup cantik untuk pasangannya, khawatir dinomorduakan, khawatir pasangannya tak setia, dan kekhawatiran lainnya.
 
Itu sebabnya, perempuan seringkali bertindak preventif.

Semandiri apa pun, sepintar apa pun, semodern apa pun, sebanyak apa pun teman lelaki yang mengubah pola pikirnya, tetap saja ada sekelumit kekhawatiran dalam diri perempuan.

Tapi, berterima kasihlah pada kekhawatiran itu… sebab dengannya, kalian jadi lebih berhati-hati, pun bagi para lelaki.

Bukan bermaksud rumit, perempuan hanya bingung cara menyederhanakan dirinya sendiri.

Mungkin karena itulah, perempuan butuh dibimbing oleh lelaki… sebab ia sendiri khawatir bahwa ia tak mengenal dirinya.


Meta morfillah

05 November, 2014

Ada Kemungkinan



Ada kemungkinan…

Suatu saat, aku akan lebih memilih orang yang mencintaiku, daripada orang yang kucintai. Sebab, aku perempuan. Bagi perempuan, dicintai jauh lebih baik. Jauh lebih tidak menyakitkan dibanding mencintai, namun tidak pernah tahu apakah kamu merasakan hal yang sama.

Suatu keberuntungan, bila kita dapat menikah dengan orang yang kita cintai, yang juga mencintai kita.

Tapi… jika kenyataannya berbeda,

Maka kupastikan bahwa pasti akan ada kemungkinan di mana aku akan berhenti menunggumu untuk mencintaiku. Dan akan pergi meninggalkanmu.

Dan aku akan memilih pilihan kedua, (mencoba) mencintai orang yang aku nikahi, yang jelas-jelas mencintaiku.

Mengapa?

Sebab, mengharapkanmu yang selalu mencari sosok sempurna, tanpa melihatku di sisimu akan membuatku lelah. Kamu seperti mencari cahaya gemintang tanpa mengindahkan senter kecil di tanganmu. Kamu begitu asyik mencari, hingga abai pada sekitar. Kamu meminta menunggu, tapi sampai kapan? Berapa lama? Lalu tiba-tiba, saat waktu tunggumu habis, kamu menyalahkanku, menyalahkan keadaan, menyalahkan ketidaksabaran. Merasa bahwa kamu telah dikhianati, mendapatkan ketaksetiaan karena kamu tak lagi ditunggu.

Tahukah kamu?

Mungkin saja, bukan mereka yang tak setia. Tapi, kamu yang tak pernah memikirkan seberapa pantas kamu untuk ditunggu. Kamu yang tak pernah menghargai waktu mereka yang menunggumu. Betapa waktu mereka yang begitu berharga menjadi habis tanpa hasil, mendekati kesiaan karena kamu yang tak jelas. Masihkah kamu ingin marah? Setelah kamu mencoba melihat dari sisi lain, sisi mereka yang menunggu.

Hidup tak selamanya tentang menunggumu. Mencintaimu. Ada kalanya, kamulah yang harus bergegas, agar mereka tak menunggumu. Agar mereka yang dicintai. Ini bukan perkara kata kerja aktif dan pasif. Kamu merasa hebat, ketika banyak orang yang mencintai dan menunggumu?

Maaf saja, hidup tidak sebercanda itu.

Maka, kupastikan akan ada suatu kemungkinan, sebesar apa pun aku mencintaimu, aku akan lebih memilih orang yang menghargai waktuku.

 
Meta morfillah

Text Widget