Pages

06 June, 2022

[Review buku] Sri Sumarah


Judul: Sri Sumarah
Penulis: Umar Kayam
Penerbit: Pustaka Jaya
Dimensi: 260 hlm, cetakan ketiga 1995
ISBN: 9794191329

Jika melihat nama penulis, yang terbayang pasti "Seribu kunang-kunang di Manhattan" dan #cerpen itu memang ada di #kumcer ini. Namun, bagi saya "Sri Sumarah" tetap yang paling memikat. Kalimat pertama hingga deskripsi dan endingnya begitu menarik dan tak membosankan. Sisanya biasa saja. Terutama cerpen "Chief Sitting Bull", "Musim gugur kembali di Connecticut", dan "Kimono biru untuk istri" yang endingnya agak gantung dan saya kurang paham budaya serta latar waktu di 3 cerpen tsb. 

Menilik 10 cerpen di dalam #buku ini, terlihat sekali penulis banyak menjelajah serta deskripsi latarnya begitu bagus. Saya bisa bayangkan zaman itu sebagaimana yang disampaikan penulis. Hanya satu konflik utama, selalu tentang gerakan kiri/komunis. 

Mungkin sebab cetakan lama, fontnya agak buat mengantuk dan kertasnya kurang bagus. Sudah hampir lepas dan terburai jilidnya.

Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.

"Kalau ada yang tidak pernah mau mengalah menunggu, itu adalah usia namanya." (H.61)

"Kalau Nyonya kawin dengan seseorang yang Nyonya kagumi dan cintai betul, Nyonya akan mengambil oper semua kebiasaannya menjadi kebiasaan Nyonya." (H.142)

Meta morfillah

#1hari1tulisan #resensibuku #reviewbuku #bacabuku #umarkayam

02 June, 2022

[Review buku] Maryam

Judul: Maryam
Penulis: @okkymadasari 
Penerbit: @bukugpu 
Dimensi: 280 hlm, 20 cm, cetakan kedua Februari 2013
ISBN: 9789792280098
Tentang mereka yang terusir karena iman di negeri yang penuh keindahan.

Berkisah tentang Maryam, wanita suku Sasak yang lahir di Lombok dan dibesarkan sebagai Ahmadi. Namun, perjalanan hidupnya membuat ia memilih hal yang berbeda dari keyakinannya selama ini. Hingga semua berujung penyesalan dan tragedi pengusiran keluarganya dari tanah kelahiran. Meski ia sendiri tak lagi kembali karena iman, namun ia tak dapat menerima perlakuan terhadap keluarganya yang menjadi pengungsi tanpa kejelasan. Gugatan melalui surat ia layangkan pada pejabat. Meski terasa sia-sia, tapi Maryam tetap mencoba. Mengapa di desa kecil seperti Gerupuk dan Gegerung, tidak bisa menerima perbedaan seperti di kota besar?

Membaca ini, membuat saya teringat sebuah kejadian di Bogor awal kepindahan saya. Pernah saya menumpang shalat ashar di sebuah masjid yang saat itu kosong, lalu saat saya sudah selesai, tiba² saya diusir oleh bapak marbot dan setelahnya saya melihat dia marah² sambil menyiram tempat saya shalat.

Dulu saya tak tahu Islam apakah itu. Hingga tak lama ada demo masyarakat dan hingga kini masjid itu tak boleh lagi dibangun, setelah dihancurkan. Jamaahnya terlalu eksklusif dan tidak melebur dengan masyarakat. Begitu tertera di media.

Sedih sebenarnya, saat sama² Islam namun bisa begitu berbeda. Di #buku ini, Ahmadiyah mirip seperti itu. Bahkan setelah saya pelajari, ternyata ada perbedaan di bagian Nabi/Imam Mahdinya. Hingga saya paham kegalauan #Maryam hingga ia tak lagi ingin menjadi Ahmadi (sebab tak dijelaskan detail di novel ini apa bedanya). Namun yang disoroti dalam novel ini, tentang hak harta benda masyarakat yang terusir. Di bagian ini, saya pun menyayangkan. Bukankah seharusnya tetap tidak boleh mengambil hak mereka.

#Novel yang mendeskripsikan dengan baik, salah satu isu krusial di Indonesia.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Adakah pasangan yang lebih sempurna dari seorang yang membuat kita mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya mustahil?" (H.217)

Meta morfillah

#1hari1tulisan #resensibuku #reviewbuku #bacabuku

Text Widget