Pages

11 August, 2018

[Review buku] Secangkir kopi dan pencakar langit

Judul: Secangkir kopi dan pencakar langit
Penulis: Aqessa Aninda
Penerbit: Elex Media Komputindo
Dimensi: 345 hlm, cetakan ketiga Maret 2017
ISBN: 9786020287591

Bagi Satrya, inner beauty is bullshit. Ia selalu menilai bahwa penampilan wanita dan kecerdasannya yang penting. Kepribadian, nomor akhir. Sampai ia bertemu Athaya di kantor barunya. Wanita dengan wajah sederhana, tapi memiliki kepribadian baik. Inner beauty is the true beauty, he thought.

Athaya memendam rasa pada Ghilman sejak kali pertama ia melihatnya di kantor. Sosok lelaki biasa, namun memiliki kepribadian santun. Sayang, ia sudah punya pacar.

Ghilman suka dengan profesionalisme kerja Athaya. Kalau disuruh pilih orang untuk jadi timnya, ia pasti memilih Thaya. Bersama Thaya, ia merasa nyaman dan lebih terbuka dibanding dengan Vanda, pacarnya. Ia hanya menganggap itu rasa suka biasa. Toh, Athaya sedang diincar oleh Satrya, anak baru yang ganteng dan jadi idola kantor.

Cinta segitiga antara Satrya-Athaya-Ghilman perlahan bergulir. Masing-masing memiliki perasaan dan luka yang berbeda. Namun penentunya adalah Athaya. Siapakah yang akan ia pilih? Satrya yang menarik dan fun atau Ghilman yang baik hati dan selalu bikin ia deg-degan? Benarkah dicintai rasanya lebih menyenangkan daripada mencintai?

Sejujurnya, ada beberapa karakter yang kurasa agak aneh, karena awalnya imperfect, tapi lama-lama kok buat kagum ya? Kayak gak sesuai deskripsi awal. Alur ceritanya pun ketebak banget. Tapi, gaya menulisnya itu kok asyik ya diikuti? Bikin aku gak mau berhenti. Ditambah jokes antara Radhi dan Ganesha (Oh, I love these characters. Both of you!).

Belum lagi penggambaran suasana kantor dan hubungan yang terjadi, bikin aku kangen dan teringat kawan-kawan kantor dulu. Terua quotable banget. Banyak kalimat yang "ngena" dan bikin baper haha. Of course, I love the ending too!

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Sastra itu buat gue seperti membuka mata dan pikiran, sisi kehidupan lain yang mungkin nggak akan pernah kita jamah. Pemikiran orang yang kita nggak tahu. Bikin kita lebih empati, lebih buka mata bahwa dunia kadang nggak selalu hitam dan putih. Kalau dulu gue nggak baca buku, mungkin gue nggak se-tough ini. Nggak ngejalanin hidup sesantai ini. Nggak ngerti cara bersyukur yang benar, nggak paham tentang mimpi dan cita-cita." (H.73)

"Membuat perempuan jatuh cinta itu cukup membuatnya tertawa saja." (H.177)

"Walau kerjaannya susah dan capek banget, senang punya teman-teman satu tim yang gila. Mereka tuh hiburan banget. Di balik kesulitan, selalu ada hal yang bisa ditertawakan. Kerja tuh udah berat, capek, susah. Jangan ditambah-tambah lagi drama yang aneh-aneh. Ibarat ya lo butuh gue, gue butuh lo, udah dibawa asyik aja." (H.179)

"Kalau boleh memilih, lebih enak dicintailah daripada mencintai. Because it's easier to fall in love when someone loves you. Tapi, kadang kamu kan tidak bisa memilih siapa yang akan kamu cintai dan siapa yang mencintai kamu." (H.187)

"Apakah dicintai duluan lebih baik daripada mencintai tetapi menunggu?" (H.212)

"Pernikahan itu bukan akhir dari hubungan. When bad times comes, aku ingin suamiku menatap aku seperti ibuku  menatap ayah, seperti ayahku yang tidak mau jauh dari ibuku." (H.274)

"Aku ingin tahu siapa pun lelaki yang menjadi suaminya kelak mengerti akan doa yang aku sematkan di namanya. Menganggapnya seperti hadiah terindah dan mencintainya dengan tulus." (H.314)

"Mengetahui fakta bahwa kita dicintai seseorang itu semenyenangkan ini ya rasanya?" (H.317)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget