Siang, B!
Selamat waktu makan siang, dan selamat menikmati waktu bobo
siang bagi yang sedang berpuasa sunnah Kamis/bayar hutang, hehehe…
Sosok
pemimpin yang berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya dipengaruhi oleh
banyak hal. Salah satunya adalah kualitas dalam memimpin. Seorang pemimpin dituntut
untuk mampu mengelola tanggung jawabnya, untuk terus mengembangkan dan meningkatkan
prestasi perusahaannya serta kinerja orang-orang yang dipimpinnya. Untuk itu
pemimpin yang berkualitas harus terus peka dengan perkembangan ekonomi
dan bisnis yang dapat memengaruhi institusinya atau perusahaannya.
Well,, itu adalah cuplikan silabus yang sedang saya kerjakan.
Fenomena menarik ketika saya mengerjakan silabus Leadership yang disertai
assesmennya ini (permintaan Pak Boss, of
course). Seperti biasanya, jiwa muda saya (saelaahh…uhuy) tergelitik dengan
pekerjaan saya saat ini. Lucu. Why? Karena
selama saya menempuh jenjang pendidikan & berkutat dengan buku kuliah,
serta teori yang seabrek, ini adalah hal yang kontras. Leadership atau dikenal
dengan kepemimpinan, adalah sebuah soft skills, yang mengukurnya tidaklah
mudah. Hal itu dikarenakan ia berupa soft skills, yang notabene tujuan akhirnya
adalah mengubah attitude, mindset, perspektif seseorang dalam hidupnya. Tidak mudah
kan? Hal itu berproses. Tidak sekedar dikasih pelatihan 3 hari lantas Anda bisa
mengubah hidup seseorang.
Lalu terbersit pertanyaan lainnya, apakah HARUS segala
sesuatu itu TERUKUR? Bukankah terkadang ada hal yang memang tidak dapat diukur
dalam skala manusia. Namun hal itu teruji oleh waktu yang akhirnya menghasilkan
kualitas. Kompleksitas manusia, pemikirannya yang kadang sederhana namun sulit
diterapkan, dan pemikirannya yang sulit namun mudah diterapkan, seperti itulah.
Aspek psikologi kita sebagai makhluk multidimensi, multiperan, dan multitasking
lainnya. Apakah kita memang harus terus diukur? Kalau iya, mengapa lahir penelitian
kualitatif, yang tidak menekankan pada keterukuran secara data kuantitatif?
Idealisme di usia saya yang belum berkeluarga dan sedang
panas-panasnya menggali makna kehidupan, seringkali mempertanyakan apakah semua
ini? Yang saya kerjakan, untuk apa? Seringkali kontradiktif dengan apa yang
saya pahami. Seringkali kita kecewa pada segala sesuatu terdekat kita. Seperti sekolah,
lembaga tempat kita bekerja, rumah, dlsb. Mereka tahu, mereka paham apa yang
dilakukan itu salah, namun mengapa masih diteruskan? Pekerjaan-pekerjaan yang
saya ini BERMAKNA apa? Yaa… MAKNA. Itu yang saya bicarakan.
Kemudian, berlanjut dari topik di pemikiran saya, lalu
terlontar di divisi saya. Kami mengambil contoh terdekat,,, tentu saja Pak Boss
kami. Bagaimana beliau bersikap dalam keseharian & di depan klien. Sudah pantaskah
beliau menjadi role model pemimpin yang bukan sekadar manajerial? Sudahkah
beliau mengisi aspek ruh, jiwa & pikiran kami dengan mental model yang
benar? Juga seabrek indikator leadership yang beliau buat. Mudah kan menilai
orang? Tapi sangat sulit menilai diri sendiri. Huff… #selfkeplak.
Ah sudahlah, ini hanya segenggam gumam dari orang yang masih
belajar, & selalu memohon pada Tuhannya untuk tidak disesatkan/dimanfaatkan
oleh orang yang berada di atas saya.
No comments:
Post a Comment