1.
Riwayat hidup
‘Ammar adalah anak dari Yasir bin ‘Amir dan Sumayyah
binti Khayyath (budak sahaya Abu Hudzaifah ibnul Mughirah). Perawakannya
dilukiskan oleh para ahli riwayat adalah bertubuh tinggi, bahu bidang, bermata
biru dan pendiam, tak suka banyak bicara.
Keluarga ‘Ammar termasuk dalam golongan yang awal
pertama masuk Islam. Karena ‘Ammar dan keluarganya berasal dari golongan budak
belian, maka siksaan yang mereka terima dari kaum kafir Quraisy jauh lebih
dahsyat. Setiap harinya mereka disiksa di padang pasir Mekah yang sangat panas dan didera berbagai
azab dan siksa. Begitu kejamnya dan tak terbayangkan siksaan yang diterima
‘Ammar dan keluarganya, hingga suatu ketika ia tidak sadar lagi apa yang telah
diucapkannya. Ketika ia tak sadar setelah disiksa, ia diajari kalimat-kalimat
pujian bagi Tuhan kafir Quraisy dan ia mengikutinya tanpa sadar. Namun di sela
kesadarannya yang datang sebentar, ia menangis mengetahui apa yang telah
diucapkannya.
Ia merasa begitu zalim dan musyrik terhadap Allah SWT.
Hingga ia jadikan siksaan dari kaum kafir Quraisy sebagai obat pembalur luka
dan kenikmatan. Ketika rasulullah datang dan mendapatinya tengah menangis
disebabkan hal tersebut, beliau tersenyum dan bersabda
“Jika mereka memaksamu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kau ucapkan tadi…!”
Lalu dibacakan Rasulullah ayat berikut,
Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan…(Q.S 16 an-Nahl : 106)
‘Ammar pun kembali tenang, jiwanya berbahagia, keimanannya di pihak yang menang!
Selama hidupnya ‘Ammar adalah orang yang senantiasa tak hendak berpisah dengan kebenaran. Dan kebenaran yang ia yakini adalah Islam, hingga Rasulullah begitu menyayanginya. Sampai beliau menganalogikan ‘Ammar ibarat biji matanya. Subhanallah.. tak diragukan lagi keimanan, kecintaan dan jasa ‘Ammar bagi Islam hingga Rasulullah sedemikian tegas menyatakan kecintaannya.
‘Ammar wafat pada usia 93 tahun saat berperang melawan
Mu’awiyah (perang Shiffin). Ia dibunuh oleh pendurhaka (yang menentang bai’at
Ali demi keuntungan pribadi, bukan demi Islam), sebagaimana ramalan Rasulullah
terhadapnya. Ketika tanah pusaranya didatarkan oleh para sahabat di atas
jasadnya, ruhnya yang mulia telah bersemayam lena di tempat bahagia. Nun di
sana surge yang kekal abadi, yang telah lama rindu menantikannya sebagaimana
sabda Rasulullah di Madinah suatu sore,
“Surga telah merindukan ‘Ammar…”
2.
Peran dalam Islam
‘Ammar termasuk golongan mula pertama yang masuk
Islam. Ia senantiasa membersamai Rasulullah dalam membaktikan diri pada Rabb
mereka, membina rumah dan mendirikan mesjidNya. Sebelum Rasulullah wafat,
beliau menyatakan kesucian iman dan mengangkat ‘Ammar menjadi contoh teladan
bagi para sahabat. Berikut sabdanya,
“Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti Abu Bakar dan Umar… dan ambillah pula hidayah yang dipakai ‘Ammar untuk jadi bimbingan.”
Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar, ‘Ammar diangkat menjadi wali negeri Kufah bersama Ibnu Mas’ud sebagai bendaharanya. Dan saat terjadi perpecahan Islam antara bai’at Ali dan Mu’awiyah, ‘Ammar berdiri di samping Ali bukan karena fanatic atau berpihak, tetapi karena tunduk dan teguh memegang janji. Hingga akhir hidupnya, ‘Ammar berjuang demi mendirikan kebenaran Islam. Beliau sering mengobarkan semangat dan berani dalam perang dengan membawa panji-panji Islam.
3.
Nilai-nilai yang
dapat diambil dari perjuangannya
a.
Istiqomah dalam
pendirian
Meski disiksa, ‘Ammar tetap istiqomah pada
keyakinannya terhadap Islam.
b.
Tidak sombong
Walaupun beliau begitu disayang oleh
Rasulullah, tidak serta merta beliau jadi sombong. Perilakunya tetap terpuji
dan sadar akan dirinya sebagai hamba Allah.
c.
Tidak
menyalahgunakan kekuasaan dan sabar
Saat menjabat wali negeri Kufah, ada orang
awam yang memanggil beliau “Hai yang
telinganya terpotong!”
Beliau tidak lekas marah dan
menyalahgunakan kekuasaannya, seperti memenjarakan orang tersebut, melainkan
menjawab,
“Yang
kamu cela itu adalah telingaku yang terbaik. Karena ia ditimpa kecelakaan waktu
perang fi sabilillah (perang Yamamah melawan Musailamatul Kadzab).”
d.
Rendah hati,
sederhana
Walaupun ia diangkat menjadi amir (wali
negeri), pangkat dan jabatannya itu tidak menambah apapun kecuali kesalihan,
zuhud dan kerendahan hatinya.
e.
Senantiasa setia
pada kebenaran
Seperti yang dikatakan Hudzaifah ibnul
Yaman (ahli bahasa rahasia dan bisikan ghaib,
“Ikutilah
oleh kalian Ibnu Sumayyah, karena sampai matinya ia tak hendak berpisah dengan
kebenaran”
Iska Meta Furi
Tugas Mentoring bersama
Ka Nurul
No comments:
Post a Comment