Saya lupa
namanya, ada sejenis kue khas sumatera barat yang cara pembuatannya dibakar
dari atas dan bawah. Dengan panas api dari dua arah tersebut ternyata tidak
membuat kue itu gosong/tidak enak. Justru ia semakin matang terasa hingga ke
dalam.
Yah..mungkin
seperti inilah diri kita dalam hidup. Segala masalah terasa menekan dari segala
arah. Dari atas (atasan, dosen, rekan bisnis,dll) kita dituntut, begitu pula
dari bawah (bawahan, orangtua, teman, dll). Lebih spesifik lagi, itulah yang
sedang saya rasakan saat ini. Bermain dengan waktu. Seakan jadi buronan detik
dengan ukuran lulus wisuda/skripsi. Tekanan dari bawah, berupa orangtua,
keluarga, teman yang menuntut untuk CEPAT dalam menyelesaikan. Sedang dari
atas, pihak birokrat dan akademika lain menuntut TEPAT dalam menyelesaikan.
Sangat logis,
sebagai orangtua yang membiayai tentulah ingin cepat selesai tanggungannya.
Terutama di kondisi single parent (krn bapakku sudah tiada)
dan usia mama yang sudah tua serta telah pensiun. Walau aku bekerja, ternyata
aku belum mampu menutupi biaya kuliahku sendiri. Memalukan ya!?
Sangat logis
pula, bila pihak birokrat dan akademika lain ingin aku mengerjakan skripsi
secara cermat dan tepat walau mungkin agak lamban. Karena sejatinya itulah
citra, representasi dari ilmu yang kutimba selama hampir 4 tahun di kampus.
Begitu pula sejatinya keinginanku, idealism. Bukan kuantitas, melainkan
kualitas yang diutamakan.
Yah.. begitulah.
Seakan aku sang kue. Dibakar dari atas dan bawah. Serasa diam saja di tempat,
menerima api tersebut merobek hati, membakar diri tanpa perlawanan (atau memang
tak bisa melawan!). Semua serba salah. Hidup terkadang membuat saya sangat
lelah, namun ia tak mengijinkan saya untuk menyerah. Huuff...
Terbukti pula,
IPK bagus bukanlah factor utama keberhasilan ataupun katalisator kelulusan.
Studi di luar sana telah membuktikan bahwa IPK hanya menempati peringkat ke-17
dari 20 faktor penentu keberhasilan. Yang utama adalah soft
skill. Kemampuan komunikasi, menegosiasi, speaking,memiliki networking luas.
Yah..sejatinya itulah yang saya rasakan menjelang langkah skripsi. Bukan
sekedar mengarang textbook atau copas, cocut teori.
Melainkan lebih ke bagaimana kita bisa mempertahankan argument kita (yang
benar) dengan baik, membaca gesture/kepribadian/mood orang lain yang kita
butuhkan bantuannya dan hal lainnya. Seakan kita harus membuka segala kunci
indera kita. Kunci mata batin kita, yang selama ini tertutupi tanpa sadar. Saat
dimana semakin kita harus mendekatkan diri padaNYA, karena hanya DIAlah yang
MAHA BESAR shingga segala masalah trasa kecil.
Ah..mungkin
kalian muak dengan saya. Ini seperti sebuah pembenaran atas kebodohan saya.
Semacam alibi atau alasan atas kelalaian, kelemahan dan kelambanan saya. Jelas,
daripada menulisnotes seperti ini, kalian pasti lebih berpikir
mengapa tidak memulai dengan menulis bab 1 atau outline? Yah..inilah sekali
lagi… bodohnya saya. Entah pikiran saya yang aneh atau memang saya yang terlalu
ke-positif-an, sehingga kalian melihat saya sangat santai. Strategi apa yang
dipunya? Hmm…pokoknya ada lah. Tapi sedang patah. Jadi salah jugakah bila saya
sedikit merenung dahulu?
Entahlah..jangan
terinfeksi virus bodoh saya!
Sekedar
menenangkan jiwa saya saja.
Itulah guna
tulisan ini.
Itu saja.
meta
morfillah
No comments:
Post a Comment