Pages

27 June, 2013

Malaikat pun malu

Picture taken from here


Bila aku jadi malaikat pencatat amal diriku, bagaimana rasanya? 

Evaluasi itu adalah suatu fungsi yang seyogyanya dilakukan agar kita tahu seberapa efektif program yang sedang kita jalankan. Dalam keseharian islam mengajarkannya dengan istilah muhasabah. Menghitung-hitung kesalahan dan kebaikan yang kita lakukan dalam satu hari. Yang baik dipertahankan, yang jelek/salah dibuang. Lalu.. Kita tidak sendiri dalam melakukannya. 

Ada dua malaikat yang menyertai. Mereka berbagi tugas agar evaluasi menjadi lebih detil. Secara kuantitatif nanti kita akan mengetahui saat kiamat. Seberapa banyak kebaikan dan keburukan yang kita perbuat semasa hidup. Lalu.. Secara kualitatif, sebenar-benarnya hanyalah ALLAH yang mengetahui apa yang tersembunyi di sudut hati. 

Tapi bila berdasarkan metode penelitian dengan paradigma kualitatif. Bukankah evaluator menjadi salah satu alat instrumen. Dengan kata lain, malaikat pun menjadi instrumennya. Lalu.. Bila kelak allah bertanya pada malaikat. Bagaimana amal si fulan/-a ini? Saya sendiri malu, bingung dan kecewa bila responden yang saya observasi seperti bunglon. Kadang ia baik,mengikuti semua peraturan yang ada. Di lain waktu, ia bersikap buruk, acuh, tak mengindahkan peraturan.
Lantas bagaimana dengan malaikat pencatat amal saya? 

Bila ia berekspresi, mungkin jidatnya berkerut carut marut. Heran dengan tingkah saya. Sedetik alim, sedetik galau, sedetik manis, sedetik menyebalkan. Bunglon pun kalah cepat dengan saya dalam 'merubah warna'nya.

O..o.. malaikat, mungkin kau pun malu dan ingin resign dari tugasmu mencatat amal saya. Terlalu melelahkan dan membingungkan responden seperti saya ini. Namun, kontrak seumur cahaya tugasmu tak memperkenankan. 

Maaf ya malaikat. 

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget