Evaluasi itu adalah
suatu fungsi yang seyogyanya dilakukan agar kita tahu seberapa efektif program
yang sedang kita jalankan. Dalam keseharian islam mengajarkannya dengan istilah
muhasabah. Menghitung-hitung kesalahan dan kebaikan yang kita lakukan dalam
satu hari. Yang baik dipertahankan, yang jelek/salah dibuang. Lalu.. Kita tidak
sendiri dalam melakukannya.
Ada dua malaikat yang
menyertai. Mereka berbagi tugas agar evaluasi menjadi lebih detil. Secara
kuantitatif nanti kita akan mengetahui saat kiamat. Seberapa banyak kebaikan
dan keburukan yang kita perbuat semasa hidup. Lalu.. Secara kualitatif,
sebenar-benarnya hanyalah ALLAH yang mengetahui apa yang tersembunyi di sudut hati.
Tapi bila berdasarkan
metode penelitian dengan paradigma kualitatif. Bukankah evaluator menjadi salah
satu alat instrumen. Dengan kata lain, malaikat pun menjadi instrumennya.
Lalu.. Bila kelak allah bertanya pada malaikat. Bagaimana amal si fulan/-a ini?
Saya sendiri malu, bingung dan kecewa bila responden yang saya observasi
seperti bunglon. Kadang ia baik,mengikuti semua peraturan yang ada. Di lain
waktu, ia bersikap buruk, acuh, tak mengindahkan peraturan.
Lantas bagaimana dengan malaikat pencatat amal saya?
Lantas bagaimana dengan malaikat pencatat amal saya?
Bila ia berekspresi,
mungkin jidatnya berkerut carut marut. Heran dengan tingkah saya. Sedetik alim,
sedetik galau, sedetik manis, sedetik menyebalkan. Bunglon pun kalah cepat
dengan saya dalam 'merubah warna'nya.
O..o.. malaikat,
mungkin kau pun malu dan ingin resign dari tugasmu mencatat amal saya. Terlalu
melelahkan dan membingungkan responden seperti saya ini. Namun, kontrak seumur
cahaya tugasmu tak memperkenankan.
Maaf ya
malaikat.
Meta morfillah
No comments:
Post a Comment