Tuhan menciptakan satu mulut dan dua
telinga. Tentu tidak asal saja. Mengapa telinga lebiih banyak porsinya
dibandingkan mulut? Karena kebutuhan dasar manusia adalah untuk didengar. Maka,
latihlah cara mendengarkan yang baik. Kita harus peka mendengarkan apa yang
tidak terdengar. Jangan sibuk berbicara tanpa pernah mau didengar. Seperti
deskripsi ini...
Tolonglah, dengarkan apa yang
tidak kuucapkan!
Jangan terkecoh olehku. Jangan
tekecoh oleh topeng yang kupakai. Karena aku memakai topeng, aku memakai seribu
topeng, topeng yang takut kulepaskan, yang tidak satupun adalah diriku.
Pura-pura adalah seni yang jadi sifat kedua bagiku, tetapi jangan terkecoh deh.
Aku memberikan kesan bahwa aku
tenteram, bahwa semuanya beres, baik di dalam batin maupun lingkunganku. Bahwa
kepercayaan diri adalah ciri-ciriku dan sikap tenang adalah kebiasaanku. Bahwa
perairannya tenang dan bahwa akulah yang memegang kendali dan aku tidak butuh
siapapun. Tetapi jangan percaya deh, kumohon!
Aku ngobrol santai denganmu dengan
nada basa-basi. Aku katakan segalanya yang sebenarnya tidak ada artinya, yang
sama sekali lain daripada seruan hatiku.
Jadi, kalau aku sedang berceloteh,
jangan terkecoh oleh apa yang kuucapkan. Tolong dengarkan dengan seksama dan
berusahalah mendengar apa yang tidak kuucapkan. Apa yang ingin dapat kuucapkan,
-apa– yang demi keselamatan yang perlu kuucapkan tetapi tidak bisa. Aku tidak
suka bersembunyi. Sejujurnya loh! Aku tidak suka permainan basa-basi yang
kumainkan ini.
Sebenarnya aku ingin tulus,
spontan, dan menjadi diriku sendiri, tetapi kamu harus menolong aku. Kamu harus
menolong aku dengan mengulurkan tanganmu, sekalipun kelihatannya aku tidak
menginginkannya atau membutuhkannya. Setiap kali kamu bersikap baik serta
lembut dan memberikan dorongan. Setiap kali kamu berusaha mengerti karena kamu
sungguh peduli, hatiku bersayap. Sayap kecil sih. Sayap lemah sih. Tetapi
pokoknya bersayap. Dengan kepekaanmu dan simpatimu serta daya pengertianmu,aku
bisa menanggung semuanya. Kamu bisa menghembuskan nafas kehidupan ke dalam
diriku. Pasti tidak mudah bagimu. Keyakinan akan ketidakberhargaan yang sudah
lama pasti membangun dinding yang kuat tetapi kasih itu lebih kuat daripada
dinding yang kuat. Dan di sanalah letaknya pengharapanku. Tolong usahakan untuk
merubuhkan dinding itu dengan tangan-tangan yang kokoh, tetapi lembut, karena
seorang anak itu peka, dan aku ini anak-anak.
Siapa sih aku, mungkin kamu bertanya-tanya.
Karena aku adalah setiap pria, setiap wanita, setiap anak-anak.... setiap
manusia yang kamu temui.
meta morfillah
No comments:
Post a Comment