Pages

11 June, 2013

[Lomba T A H] Jalan cinta para pejuang

24 April 2011 at 20:15

Bismillahirrahmaanirrahiim..

Jalan ini dinamakan jalan cinta para pejuang. Jalan yang tak seindah sentuhan mata, pangkalnya jauh ujungnya belum tiba. Dan di jalan inilah aku berdiri. Meretas jejak, mencoba lewati duri yang rentan terinjak. Inilah agamaku, yang dibawa oleh sang Kekasih Allah, Lelaki yang senantiasa memikirkan ummatnya. Namanya terpuji di langit dan bumi, ialah Muhammad dengan agama cinta, Islam. Maka, hidayah ini tak akan kulepaskan begitu saja. Kan ku genggam hidayah ini erat-erat selamanya,,, Insya Allah.
                                                                              **
Aku tahu,, apa konsekuensi kukenakan jilbab ini. Genap lima tahun tanggal 20 April kemarin aku hijrah. Namun serasa aku baru mengenal Islam tiga bulan terakhir. Kenalkan, aku adalah meta. Seorang wanita muslimah yang tengah dan selalu berupaya menemukan hakikat sejati dirinya melalui pemahaman agama yang diejanya. Dan perjalananku mungkin masih akan sangat panjang untuk itu. Tiga tahun pertama sejak mengenakan hijab, aku bak putri tidur yang berjalan. Aku memang mengenakan pakaian muslimah ini sesuai yang aku pelajari dari pengkajian. Namun aku belum mengerti benar tentang hal-hal lain mendasar. Dan kadang penampilanku pun terpengaruh oleh mood dan lingkunganku keseharian. Jangan heran bila kau lihat aku suatu hari memakai gamis, berkerudung lapis, serta berkaos kaki rapat dan tidak ketat. Lalu keesokan hari kau temui aku sedang jalan di mall dengan celana jins, kerudung pendek, dan baju yang trendy abis memamerkan lekuk tubuh. Yah.. itulah penyesuaian awalku terhadap masa baru dan peninggalan jahiliyahku dahulu. Tak mudah memang, karena lingkungan teman-temanku pun masih yang mementingkan kesenangan fana. Hingga tiga tahun kemudian, hatiku mulai terbuka. Aku berkenalan dengan teman-teman yang menjual minyak wangi surga. Mereka harum tutur katanya, lembut perilakunya dan menentramkan jiwa memandang wajahnya. Tidak berlebihan apa yang aku katakan, sungguh itu yang kurasakan pada mereka.

Dari mereka aku mulai mengeja kembali agamaku. Melalui kajian-kajian yang terlupakan. Dan hingga keakraban ukhuwah yang kurasakan melalui mentoring. Seakan Allah sendiri yang tengah membimbingku melalui mereka. Begitu mudahnya kurasakan perjalanan pencarian hakikat diri ini. Begitu ringannya ma’rifat Allah, rasul dan Islam. Bersama mereka, aku rasakan ketenangan dan kesejukan. Hingga enggan berpisah dari majelis ilmu tersebut. Analaogikan aku ibarat musafir yang menemukan oase sejatinya. Namun tak sepatutnya aku bersenang diri. Menganggap akan tenteram selamanya dalam jalanNya. Bukankah sudah dijanjikan olehNya, bahwa IA akan menguji keyakinan hambaNya? Hingga IA tahu, seberapa besar cinta sang hamba padaNya.

Dan syaithan pun melancarkan serangannya. Selama ini mungkin aku acuh terhadap rayuan syaithan. Dari depan, belakang, kanan, kiri, dan celah apapun dicobanya tak henti. Guna menggugurkan imanku. Hingga kali ini dicobanya dari jauh. Melalui seorang makhluk berparas cerah, tutur kata terjaga dan hikmah setiap kali interaksi dengannya. Seorang ikhwan, yang kukenal melalui beberapa diskusi tentang Islam. Ya Allah,, aku terkena virus merah jambu. Namun Alhamdulillah, dapat aku simpan ia dalam diam. Tapi ternyata tak mudah. Dalam diam ku gelisah. Dalam ibadah aku mendua.

Hingga awan kelabu enggan pergi meninggalkan hatiku. Ya Allah, mengapa rasa itu selalu mendera di kala ku sendiri. Aku terjatuh.. diiringi cinta.. dan pada makhlukMu yang satu itu. Yang menjaga diri dan berprasangka baik akan keberadaanku. Aku tahu ini tidak benar, Karenanya aku selalu meredam perasaan itu, dan menutupinya dengan tawa. Tapi tak bisa kusangkal, sesak itu semakin menjadi. Terutama kala melihat dirinya. Ahh.. maafkan aku Allah. Pasti Engkau amat cemburu padanya. Karena ia selalu mengganggu konsentrasi ibadahku padamu. Inilah diriku sebenarnya, aku lemah, tak berdaya, tapi bukan berarti ku tak berusaha. Dalam lemah, ku coba selalu untuk menggapaimu. Sungguh.
Tapi.. sesak di dadaku tak semudah itu hilang, istighfar kulantunkan, namun air mata yang bergulir. Resah aku.. tak tahan. Di tiap tempat yang ia singgahi, selalu terbayang wajahnya yang cerah, pandangan mata yang tajam itu, serta wangi tubuhnya. Astagfiruulllaahh..

Dan kala kudengar berita itu, ada orang lain yang secara fisik kau ciptakan sempurna. Secara sifat kau ciptakan sebenar-benarnya wanita. Memendam perasaan yang sama denganku padanya. Dan ia, tersenyum malu saat mengetahui. Wahai.. betapa menyiksa pemandangan itu. Dua insan yang saling mengagumi bertemu. Memandang lewat sudut mata, malu-malu.

Dan aku hanya bisa tertawa, semakin lebar.

Menjaga mataku agar tak menjatuhkan buliran bening hangat. Berusaha memenangkan super egoku agar tidak kalah lagi dengan ego dan nafsuku. Tertawalah, selagi aku masih bisa tertawa. Jangan sampai aku bersedih. Kala ku bersedih, terus kupaksakan untuk tertawa, setidaknya menertawakan kepedihan diriku sendiri. Mungkin, tawaku dapat mengundang kebahagiaan bagi orang lain yang melihat cara tawaku.

Hingga aku marah pada diri sendiri. Dan aku protes padaMu. Enam bulan tak kubaca firman cintaMu. Shalat hanya sekedar kewajiban saja. Aku ibarat robot tak berkehendak. Tergoda aku untuk berpacaran dan kembali seperti dahulu. Hatiku berteriak. Memberi fatwa agar tak kembali pada jahiliyah yang merusak. Parahnya lagi, karena urusan teknis kesibukan duniawi, mentoring ditiadakan. Lengkaplah sudah rasanya. Aku sendiri dalam jalan cinta para pejuang yang penuh duri. Meratapi diri, begitu sepi. Menanti teman yang mengulurkan tangan. Namun mereka sedang dialihkan untuk urusan ummat yang lebih penting. Hingga aku berpikir, apakah aku bukan bagian ummat? Yang perlu mereka perhatikan. Dan aku hanya melarikan diri. Sapaan sekedar kabar dari mereka hanya menyiksa. Bertemu muka serasa seperti cuka. Asam. Masam muka ini. Rasanya aku ingin pergi jauh, menyendiri. Bahkan aku sangat malu untuk kembali padaMu.

Dan di suatu malam ku dengarkan lantunan nasyid dari the zikr yang berjudul Mengemis Kasih. Aku menangis. Ya… seperti dalam lagu itulah penggambaran diriku. Pengemis. Hatiku pedih. Lalu kubaca buku Dalam Dekapan Ukhuwah yang baru kubeli. Ya Allah.. sesak rasanya. Aku merindukan diriMu. Aku merindukan penjual minyak wangi surgaMu. Aku ingin kembali. Aku ingin kembali. AKU INGIN KEMBALI. Hatiku berteriak. Lantas aku berwudhu, bersujud di kala malam yang lain terlelap. Beberapa hari kemudian, doaku Kau jawab. Kau kirimkan kembali kumpulan penjual minyak wangi surgaMu dalam aktifitas mentoring. Kau kenalkan lagi surat cintaMu padaku. Kau alihkan lagi perhatianku padaMu dari seorang makhluk fana itu. Ya Allah, tiada dua rasa ini. Mungkin hanya aku yang merasa begitu riang dan antusias terhadap kegiatan mentoring ini. Biarlah.. jikalau mereka pun pergi meninggalkanku lagi. Aku berjanji ya Rabb. Akan kutelusuri jalan cinta para pejuang ini sendiri. Tanpa mau terantuk kerikil lagi. Dan aku bahagia dilahirkan menjadi hambaMu hingga kan ku genggam hidayah ini erat-erat selamaNya. Dan dia..makhlukMu itu. Semoga dia bahagia dengan pilihanNya.

Suatu ketika seorang ibu menciumi kepala anaknya dengan penuh kasih.
Rasulullah yang melihat berkata, “Engkau menyayanginya karena kau yang mengandung dan melahirkannya. Lantas bagaimana dengan Allah yang menciptakanmu. Tak terkira cintanya padamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Wallahu ‘alam bisshawab.


No comments:

Post a Comment

Text Widget