“Kenapa
kartini?
Padahal banyak
pahlawan wanita yang lain. Dewi sartika, Cut nyak dien, Martha tiahahu, dsb.”
Seorang kawan
bertanya padaku seperti itu. Sebelumnya aku tak pernah mempersoalkan masalah
tersebut. Aku pikir hanya tenar saja, karena dia seorang raden ajeng. Ndak
pribumi-pribumi banget lah pada jamannya. Agak ningrat dikit gitu loh. Tapi..
tiba-tiba saja aku jadi terusik. Iya ya…kenapa kartini terkenal sekali
dengan pemikiran emansipasi wanitanya?
Dan sebenarnya
tipis saja. Perbedaan kecil namun sangat besar dampaknya menurutku adalah
TULISAN. Kartini, dengan pemikirannya tidak sekedar lintas sekejap. Namun
ia ikat pemikiran ilmu itu dengan korespondensinya, catatannya dan ia bagi pada
kawan-kawannya melalui korespondensinya tersebut. Sehingga tidak hanya ia saja
yang memegang pemikiran tersebut (tacit knowledge). Kawan-kawannya pun
turut dan menyokongnya dengan membagi pengetahuan yang mereka miliki (explicit
knowledge). Hingga dibukukan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang
kita kenal dalam bahasa arabnya minaddzulumaati ilannuur.
Dan sekedar
kalian tahu saja, emansipasi yang ditelurkan oleh kartini bukanlah emansipasi
tak berdasar yang cenderung feminisme. Ia memikirkan emansipasi
bertanggungjawab. Berdasarkan perintah agamanya yaitu Islam yang menyatakan
bahwa perempuan dan laki-laki sama dalam hitungan amal perbuatan mereka di
hadapanNya. Maka kartini pernah menulis dalam suratnya pada seorang kawan kyai,
bahwa ia miris mengapa agama hanya dihafalkan dan dilafalkan saja. Padahal
seharusnya dipahami dan diamalkan, agar berasa buah manis agama tersebut. Jadi
salah kaprah dan salah besar jika kalian yang mengagung-agungkan emansipasi
gender hingga lupa kodrat diri sebagai wanita. Seyogyanya telaah lagi apa
maksud emansipasi tersebut dan dasari pada Al-Qur’an kembali. Kita, wanita
memang hebat. hampir dapat melakukan semua pekerjaan laki-laki. Namun kita
adalah makhluk berketergantungan. Saling melengkapi dengan makhluk lainnya.
Yaitu lawan jenis kita, pria. Ada hal-hal yang tak bisa digantikan posisinya
oleh kita, karena itu memang pertanggungjawaban laki-laki. Contohnya, adzan,
imam masjid,dsb.
Jadi, benarlah
menurutku. Poin penting sejak dahulu para tetua berkata ‘Ikatlah ilmu dengan
pena’. Hingga masa kini, masyarakat yang cerdas dituntut masyarakat literasi.
Tidak hanya membaca, tetapi menulis. bukan sekedar menuliskan deretan alphabet
saja, melainkan pandai memindahkan pikiran dalam kepala menjadi karangan yang
enak dibaca.
Seperti yang
Taufik Ismail katakan,
“Menulis
alphabet adalah ibarat anak kecil main laying-layang,tapi pandai mengarang
adalah ibarat pilot pesawat terbang yang mampu melesat ke langit luas karena
tangkasnya.”
Sangat
ditekankan, bahwa itulah perbedaan besar dalam hidup ini. Dalam film korea yang
kutonton beberapa waktu lalu, tokoh utama berkata “Sejarah ditulis oleh
Pemenang”. So,,jika kita ingin menyejarah,maka menulislah! Dengan menulis untuk
konsumsi dirimu saja, kau sudah jadi pemenang. Pemenang atas rasa lupamu (ingat
setiap membaca tulisanmu). Pemenang atas rasa takutmu (takut tulisan ga bagus).
Dan pemenang melawan rasa malasmu (untuk menulis).
meta
morfillah
21 April
2011, Kartini's day
No comments:
Post a Comment