Pages

11 June, 2013

Cinta ini membunuhku (versi ular)


“Bagaimanalah ini!?”

“Kenapa?”

“Makin marak tontonan atas nama cinta.”

“Terus masalahmu apa?”

“Tentu saja ini bukan masalahku saja! Ini masalah besar! Kau tahu, umat kita bisa terancam bila begini caranya! Tayangan film, sinetron atas nama cinta lebih baik dihapus saja. BAHAYAAAA!!!”

“Kamu ini ngomong apa sih? Ndak ngerti aku!?”

“Lah..kamu ndak lihat apa? Film,sinetron yang menggemakan cinta itu, semuaaaanyaaa pasti ada adegan pegangan tangan, pelukan dan so pasti ciuman! Kayak sayur kurang garam katanya kalau ndak ada adegan itu.”

“Lah,biarkan saja toh. Emang apa hubungannya denganmu? Artisnya juga bukan!”

“Itu penindasan namanya. Zalim. Sudah artisnya pada zalim sama diri sendiri, bangsa kita juga kena getahnya.”

“…??”

“Udah jelas-jelas sama Allah diperintahkan untuk menjauhi zina. Mereka seenak wae, bukan muhrim, dipamerin pula ke seluruh dunia. Bingung saya sama manusia. Demen amat zalimin diri sendiri. Ga takut apa sama neraka?”

“Itu sih biarin aja. Toh mereka sendiri yang dosa. Yang saya bingung, kenapa kamu jadi marah-marah dan bilang hal itu
bisa bahaya bagi bangsa kita, Pak?”

“Yaa..kan kamu tahu, Bu. Ular-ular remaja saat ini senang sekali meniru gaya ke-manusiawi-an. Ke-ularawi-an mereka makin luntur gara-gara sering bergaul sama manusia. Banyak yang keenakan dipelihara manusia dan jadi merasa malas balik ke gaya hidup ularawi. Nah yang saya takutkan, nantinya mereka ikut-ikutan juga gaya cinta ala manusiawi itu.”

“Emang kenapa kalau mereka ikutan, Pak?”

“Ya bahaya toh bu. Kalau mau pegangan tangan atau pelukan, kita ga punya tangan, yang ada malah lilit-lilitan badan. Dan kalau sampai mereka ciuman, bahaya banget! Lidah mereka kan berbisa, kalau sampai itu mulut bertemu mulut yang ada mereka mati!”

“oalahh…iya toh pak! Bener apa kata bapak. Bisa-bisa kayak lagune band manusia itu loh. D’massiv, cinta ini membunuhku. Adoooh paaak… piye toh anak-anak dan bangsa kita?”

“Huff…tahulah bu, kita Cuma ular jelata. Ndak bisa seenaknya melarang-larang orang lain. Ndak punya kekuatan. Sudah, kita belajar bijak saja, kita awali dengan pendidikan pada anak kita. Dengan menjauhi perilaku buruk manusia dan mengenalkannya pada Sang Pencipta. Semoga kelak ia dewasa, tidak terjadi hal yang kita takutkan itu.”

Suami istri ular itu pun menutup bincang sore mereka dengan helaan nafas panjang, memandang bayi ular yang diberi nama si otong. Dalam hati mereka bersemai harap besar, kelak generasinya mematuhi perintah Sang Pencipta agar bangsanya tidak musnah. Tak ada lagi ironi “cinta ini membunuhku”.


Meta morfillah
-prihatin, kiamat sudah dekat, naudzubillahimindzalik-

No comments:

Post a Comment

Text Widget