“Kenapa?”
“Makin marak tontonan atas nama
cinta.”
“Terus masalahmu apa?”
“Tentu saja ini bukan masalahku
saja! Ini masalah besar! Kau tahu, umat kita bisa terancam bila begini caranya!
Tayangan film, sinetron atas nama cinta lebih baik dihapus saja. BAHAYAAAA!!!”
“Kamu ini ngomong apa sih? Ndak
ngerti aku!?”
“Lah..kamu ndak lihat apa? Film,sinetron
yang menggemakan cinta itu, semuaaaanyaaa pasti ada adegan pegangan tangan,
pelukan dan so pasti ciuman! Kayak sayur kurang garam katanya kalau ndak ada
adegan itu.”
“Lah,biarkan saja toh. Emang apa
hubungannya denganmu? Artisnya juga bukan!”
“Itu penindasan namanya. Zalim.
Sudah artisnya pada zalim sama diri sendiri, bangsa kita juga kena getahnya.”
“…??”
“Udah jelas-jelas sama Allah
diperintahkan untuk menjauhi zina. Mereka seenak wae, bukan muhrim, dipamerin
pula ke seluruh dunia. Bingung saya sama manusia. Demen amat zalimin diri
sendiri. Ga takut apa sama neraka?”
“Itu sih biarin aja. Toh mereka
sendiri yang dosa. Yang saya bingung, kenapa kamu jadi marah-marah dan bilang
hal itu
bisa bahaya bagi bangsa kita,
Pak?”
“Yaa..kan kamu tahu, Bu.
Ular-ular remaja saat ini senang sekali meniru gaya ke-manusiawi-an.
Ke-ularawi-an mereka makin luntur gara-gara sering bergaul sama manusia. Banyak
yang keenakan dipelihara manusia dan jadi merasa malas balik ke gaya hidup
ularawi. Nah yang saya takutkan, nantinya mereka ikut-ikutan juga gaya cinta
ala manusiawi itu.”
“Emang kenapa kalau mereka
ikutan, Pak?”
“Ya bahaya toh bu. Kalau mau
pegangan tangan atau pelukan, kita ga punya tangan, yang ada malah
lilit-lilitan badan. Dan kalau sampai mereka ciuman, bahaya banget! Lidah
mereka kan berbisa, kalau sampai itu mulut bertemu mulut yang ada mereka mati!”
“oalahh…iya toh pak! Bener apa
kata bapak. Bisa-bisa kayak lagune band manusia itu loh. D’massiv, cinta ini
membunuhku. Adoooh paaak… piye toh anak-anak dan bangsa kita?”
“Huff…tahulah bu, kita Cuma ular
jelata. Ndak bisa seenaknya melarang-larang orang lain. Ndak punya kekuatan.
Sudah, kita belajar bijak saja, kita awali dengan pendidikan pada anak kita.
Dengan menjauhi perilaku buruk manusia dan mengenalkannya pada Sang Pencipta.
Semoga kelak ia dewasa, tidak terjadi hal yang kita takutkan itu.”
Suami istri ular itu pun menutup
bincang sore mereka dengan helaan nafas panjang, memandang bayi ular yang
diberi nama si otong. Dalam hati mereka bersemai harap besar, kelak generasinya
mematuhi perintah Sang Pencipta agar bangsanya tidak musnah. Tak ada lagi ironi
“cinta ini membunuhku”.
Meta morfillah
-prihatin, kiamat sudah dekat,
naudzubillahimindzalik-
No comments:
Post a Comment