Aku terbangun dengan
berjuta pertanyaan yang membuat kepalaku pening. Satu hari kemarin, dari
britzone (English club), Kompas Gramedia Fair dan Mentoring mengaji
sangat-sangat-sangat berurutan dan berkaitan informasi yang kudapat dan
memerlukan penelaahan cukup dalam.
Hidup
Mau menjadi manusia
seperti apakah dirimu?
Mau menjalani hidup
bagaimana?
Menghabiskan sisa
usia dengan cara apa?
Membangun keluarga
yang bagaimana?
Huuf… bagaimana
denganmu? Aku, yang terbiasa Let it
happen naturally, it will be better tiba-tiba seperti ditampar keras. Hidup
dengan perencanaan begitu panjang (visioner) itulah kelemahanku. Terlalu polos,
positif dan sederhana kebanyakan orang bilang mengenaiku. Tapi… sejak kapan aku
mulai seperti ini? Menjadi seorang ‘penerima’ yang percaya akan takdirNya.
Bukan tak mau berusaha keras, hanya saja aku dan abstraksi pikiranku selalu
menyulitkan diriku terhadap hidup yang menuntut hal konkrit. Yaa.. silakan saja
jika kalian bilang ini pembenaran. Sampai detik ini pun, aku masih belum
mengerti dan mengenal akan diriku. Ia adalah jiwa, ruh yang sangat sulit untuk
kupahami. Atau mungkin kecerdasan intrapersonalku yang kurang memadai.
Di saat kita semua
ingin hidup normal, aku dikejutkan oleh kenyataan bahwa aku harus abnormal! Karena
dengan pilihan menjadi manusia pembelajar dan muslimah sejati.. banyak hal yang
“tak biasa” dan “berbeda” yang harus kulakukan. Mau tak mau, suka tak suka,
siap tak siap. Bagaimana mungkin dalam pikiranku yang sederhana diciptakan
sebuah gagasan “negara” bernama “keluarga”. Dan aku kelak akan menjadi madrasah
pertamanya, tonggak peradaban sang “negara”. Dahulu.. tak pernah terlintas. Aku
hanya berpikir, hiduplah menjadi orang baik dan bermanfaat. Itu saja. Namun..
setelah aku belajar, tidak sekedar itu. Ada banyak peranan yang harus
diperhitungkan. Yaah.. mungkin inilah filsafat kehidupan yang merumuskan
kesamaan orang pintar dan orang bodoh. Yakni orang pintar tak pernah merasa
dirinya pintar. Dan orang bodoh tak pernah merasa dirinya bodoh. Semakin aku
tahu, semakin aku merasa tak tahu apa-apa.
Cinta
Cinta
How about love?
What is love?
Apakah alasan utama
menikah adalah cinta?
Seberapa besar porsi
cinta dalam hidupmu?
Itu adalah topik
diskusi di britzone kemarin. The power of
love . Dan inilah uniknya lagi. Cintaku tak lagi sama seperti kebanyakan
manusia. Sebagai muslimah, ada cintaNYA yang menuntunku dan tak sembarangan.
Prosesnya lebih dikenal dengan ta’aruf. Membersamai orang yang ta’aruf cukup
menerangkan padaku indahnya cinta dilandasi komitmen, amanah serta visi misi
hidup berkeluarga. Visi misi membangun peradaban, melahirkan dan mencetak para
hafidz hafidzah Qur’an dengan menemaninya dari lahir hingga batas diri mampu.
Peranan ibunda tanpa mau anaknya tersentuh pembantu, totalitas. Manalah pernah
aku berpikir sejauh itu. Kisah cinta di mataku hanyalah sebatas kalian menikah,
membesarkan anak dan hidup baik-baik, tanpa pernah merancang kurikulum tujuan
dunia, akhirat dan surga.
Dan mengalaminya pun
sebuah anugerah. Tapi lagi-lagi.. semakin aku merasa apalah arti diri ini.
Siapakah aku? Seberapa hebatnya diriku? Dan merasa diri ini bukanlah
siapa-siapa. Visi dan misi membangun cinta untuk tidak jatuh cinta.. belum
terbayang. Apalagi.. apalagi… apalagi..??
Menikah dengan orang
yang kau cintai atau menikahi orang yang kau cintai.
Hanya itu saja
pilihannya. Dan kini. Dimanakah aku berada.
Secarik kontemplasi
pikiran.
Meta morfillah
No comments:
Post a Comment