Kau tahu
rasanya rindu menangis?
Mengapa?
Heran yaa aku
bertanya seperti itu?
Menangis kok
dirindukan?
Bukannya
banyak orang justru tidak ingin menangis?
Karena
menangis itu identik dengan kesedihan. Kemuraman. Kesuraman.
Picture taken from here |
Namun, rasanya
menjengkelkan juga. Karena seperti dua minggu ini, ketika ia ingin
mengekspresikan kesedihannya melalui titik air mata namun tidak ada setetes pun
yang terjatuh dari bola matanya. Dan parahnya lagi, langit terlalu baik
padanya. Saat ia kesulitan meneteskan air matanya, langit bermurah hati
menurunkan hujan padanya. Hingga serasa, air hujan itu adalah air matanya yang
menderas. Ia berterima kasih pada langit dan hujan. Merasa istimewa, seakan
tertakdir dalam hidupnya untuk tidak menangis. Kosakata dalam kamus hidupnya
berkurang sebuah kata, “menangis”. Dan serasa ia adalah ‘miss rain’, seperti
yang diceritakan dalam sebuah komik.
Tapi hari ini
adalah puncaknya. Ia tidak senang. Ia memaksa untuk menangis, hingga berteriak
di malam hari, menengadahkan wajah pada langit meminta air matanya. Lagi-lagi,
langit terlalu baik. Hujan kembali membelai wajahnya yang kering. Ia berteriak
dalam sorot matanya. Menjerit dalam hatinya. “Aku rinduuuu!!!! Kembalikan air
mataku Tuhan! Aku rindu titik air yang menggenang di pelupuk mataku. Aku rindu
titik air yang mengalir lembut di pipiku. Menetes melalui hidung yang mancung
ke dalam ini. Mengasin di bibir yang menahan gigitan geraman ini. Ijinkan aku
menangis Tuhan!!”
Sungguh
mengenaskan bukan?
Memang kita
tidak akan pernah merasakan betapa sesuatu berharga, hingga sesuatu itu hilang
dari hidup kita.
Sungguh
kasihan gadis itu. Dan aku sangat mengenalnya, namun tak kuasa menolongnya.
Bagaimana
tidak?
Gadis yang
kukenal itu adalah diriku.
meta
morfillah
No comments:
Post a Comment