Pages

27 June, 2013

Rindu Menangis


Kau tahu rasanya rindu menangis?
Mengapa?
Heran yaa aku bertanya seperti itu?
Menangis kok dirindukan?
Bukannya banyak orang justru tidak ingin menangis?
Karena menangis itu identik dengan kesedihan. Kemuraman. Kesuraman.

Picture taken from here
Aku mengenal seorang gadis. Ia sangat rindu menangis. Ia pernah menangis dalam hidupnya, tentu saja. Ketika ia lahir ke dunia ini, ketika ia terjatuh di bumi yang keras ini pertama kalinya. Ketika ia kehilangan orang yang sangat disayanginya, pertama kalinya. Namun, ia baru sadar.. beberapa tahun belakangan ini ia jarang menangis. Ia sendiri bingung, itu anugerah atau musibah? Di satu sisi ia senang, karena ia berhasil mengubah segala kepahitan dunia ini menjadi sebuah lelucon. Yaa... ia selalu menertawakan dirinya, kebodohannya, hidupnya di saat orang lain memilih untuk menangis ketika ada suatu hal buruk yang terjadi pada dirinya.

Namun, rasanya menjengkelkan juga. Karena seperti dua minggu ini, ketika ia ingin mengekspresikan kesedihannya melalui titik air mata namun tidak ada setetes pun yang terjatuh dari bola matanya. Dan parahnya lagi, langit terlalu baik padanya. Saat ia kesulitan meneteskan air matanya, langit bermurah hati menurunkan hujan padanya. Hingga serasa, air hujan itu adalah air matanya yang menderas. Ia berterima kasih pada langit dan hujan. Merasa istimewa, seakan tertakdir dalam hidupnya untuk tidak menangis. Kosakata dalam kamus hidupnya berkurang sebuah kata, “menangis”. Dan serasa ia adalah ‘miss rain’, seperti yang diceritakan dalam sebuah komik.

Tapi hari ini adalah puncaknya. Ia tidak senang. Ia memaksa untuk menangis, hingga berteriak di malam hari, menengadahkan wajah pada langit meminta air matanya. Lagi-lagi, langit terlalu baik. Hujan kembali membelai wajahnya yang kering. Ia berteriak dalam sorot matanya. Menjerit dalam hatinya. “Aku rinduuuu!!!! Kembalikan air mataku Tuhan! Aku rindu titik air yang menggenang di pelupuk mataku. Aku rindu titik air yang mengalir lembut di pipiku. Menetes melalui hidung yang mancung ke dalam ini. Mengasin di bibir yang menahan gigitan geraman ini. Ijinkan aku menangis Tuhan!!”

Sungguh mengenaskan bukan?

Memang kita tidak akan pernah merasakan betapa sesuatu berharga, hingga sesuatu itu hilang dari hidup kita.
Sungguh kasihan gadis itu. Dan aku sangat mengenalnya, namun tak kuasa menolongnya.

Bagaimana tidak?

Gadis yang kukenal itu adalah diriku.


meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget