Pages

28 June, 2013

Refleksi rihlah (perjalanan)

13 september 2012 
Bismillahirrahmaanirrahiim... 

Perjalanan inii dimulai. Dengan suatu niatan ingin menafakuri alamMU. Kumintakan penjagaanMU atas diriku. Dan kumintakan ampunku atas khilafku, karena berdua dengan yang bukan mahramku. Sekali inii saja Tuhan, dan akan kujaga sebaik-baiknya ajaranMU. Berpedoman pada ayatMU. 

Berangkat pukul 06.30 dan tiba di kawah putih pukul 09.30. Sempat menunggu antrian ontang-anting (angkutan yang membawa ke atas gunung patuah, karena harus terisi oleh 13 orang. Sesampainya di atas gunung patuah, mulailah kami hunting-hunting foto. Mencari scene dan bergaya terbaik. Sungguh Tuhan, tak terkirakan dalamnya syukur inii menatapi indahnya lukisanMU. Kau ciptakan sedemikian indah Indonesiaku. Bahkan tanpa disadari pemiliknya sendiri. Menurut legendanya, kawah putih ini "ditemukan" oleh seorang Belanda peranakan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864). Muncul pertanyaan pada diriku, bila Indonesia adalah seorang manusia, mungkinkah ia kurang bersyukur atas dirinya? Ataukah ia kurang belajar memahami dirinya? Hingga harus ada orang lain yg "menyadarkannya" akan keindahan dirinya? Pelajaran pertamaku, kita harus mengenali diri kita sebaik mungkin dan tak lupa bersyukur atas apapun yang kita miliki. Dengan begitu tentunya kita akan mengenali siapa Tuhan kita dan mempersembahkan syukur terbaik kita atas nikmatNYA. 

Ada kejadian lucu juga. Aku sempat terjerembab di dalam lumpur belerang saking ingin menyentuh air belerang berwarna biru itu. Padahal aku baru saja sampai. Belerang itu meninggalkan bekasnya berupa cap "berdebu" dan bau seperti petasan pada rok hitamku, sepatu dan kaus kakiku hingga aku sampai di rumah. Pelajaran keduaku, mungkin aku harus belajar menahan diri di kala rasa ingin tahuku begitu membludak. Memperhatikan lagi batas-batas yang menjaganya. Karena tak semua hal di dunia ini yang begitu ingin kuketahui haruslah aku ketahui. Terkadang aku hanya perlu mempelajari dari kisah hidup orang lain, bahkan mungkin Tuhan tak mengijinkanku untuk mengetahui hal tersebut. Maka dibiarkanlah aku tiada tahu tentang suatu hal. 

Perhentian selanjutnya adalah bukit bintang di ciumbuleuit. Terlalu sore kami datang, sehingga belumlah tampak bintang-bintang yang dimaksud. Pukul 16.00 kami memutuskan untuk beristirahat di sebuah lesehan rumah makan yang berada di ketinggian. Pemandangan yang indah dari atas sana. Hingga maghrib tiba, barulah kami dapat melihat nyala lampu-lampu di jalan,rumah dan kendaraan yang berkedip-kedip karena kabut. Berpendar seperti cahaya bintang. Itulah yg dimaksud "bukit bintang'. Pelajaran ketigaku,dari atas sana mungkin takdir hidupku begitu indah seperti bintang yang kulihat dari bukit. Dalam hdup ini, setiap masalah yang kita hadapi, yang sangat berat dan ruwet bagi kita mungkin pemberi warna atau pengindah takdir hidup kita. Tentulah harus dipahami dengan bermuhasabah, menenangkan diri di sepertiga malam, mencari makna atas segala kejadian. Seperti pola jahitan/sulaman kristik, yang terlihat indah dari atas namun sangatlah ruwet bagian bawahnya. Seperti itulah mungkin Tuhan melihat garis hidup kita. Sehingga selalu saja ada hal-hal yang tak kita mngerti, ketika kejadian itu harus terjadi dalam hidup kita. 

Perhentian terakhir adalah secret garden di atap mall paris van java. Ya Tuhan, pertama kalinya aku menyentuh langsung bunga yang kukagumi atas kesetiaannya yaitu bunga matahari. Pelajaran keempatku hari ini, dari sang bunga matahari aku belajar mengenai pengorbanan, kegigihan dan kesetiaan. Bagaimana ia begitu gigih mencari sinar matahari dengan terus meninggikan batangnya. Dan bagaimana ia setia selalu menanti sang matahari, serta bagaimana ia berkorban yang bahkan tak diindahkan oleh sang matahari. Ia layu di kala malam, saat matahari tak bersedia menemaninya. Namun ia kembali ceria, ketika matahari datang dengan kesombongan dan ketidakpeduliannya. Tak pernah ia mengeluh pada sang matahari, selalu saja muka ceria yang ia perlihatkan pada matahari. 

Pukul 21.00 kami memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Inilah pelajaran terakhir dari perjalanan ini. Di km 10 mencapai Jakarta, mobil yang kunaiki hampir menabrak pinggiran jalan tol hingga temanku membanting setir ke arah kiri untuk berhenti sejenak. Tahukah Tuhan, aku bertanya-tanya bagaimana sekiranya itu adalah saat terakhirku. Tanpa pernah kuduga, akan mati dalam keadaan seperti apakah diriku? Khusnul khatimahkah aku? Sungguh aku bergetar dan ingin sekali bersujud memohon ampun padaMU Tuhan. Kupintakan akhir terbaik dalam hidupku. Matikan aku dalam keadaan baik atau syahid. Dan di balik itu semua, aku berpikir kembali, mengapa kau masih mempercayakan nyawa ini kepadaku. Entahlah, seketika aku ingat sedekah yang aku berikan sebelum memulai perjalanan ini. Ooh Tuhan, mungkinkah? Aku berpikiran bahwa sedekah itulah penunda kematianku. Maka aku pun bersyukur, yakin akan janjiMU bahwa sedekah itu memang sangat bermanfaat. Maka Tuhan, jadikanlah aku hambaMU yang selalu ingat untuk bersyukur. Tetapkanlah aku dalam barisan hambaMU slalu. Jangan pernah kau cabut nikmat iman, nikmat islam ini ya Tuhan. 

Terima kasih Tuhan, kau ijinkan aku melakukan perjalanan ini. Kutuliskan kisah ini kembali, sebagai bahan perenungan dan berharap dapat memberikan pelajaran bagi sesama. Sesungguhnya aku berlepas diri dari riya' dan sombong. 

Alhamdulillahirabbal 'alamiin. 

With love,
Meta 
Inspire from kawah putih, ciumbuleuit and paris van java Bandung



No comments:

Post a Comment

Text Widget