13 september 2012
Bismillahirrahmaanirrahiim...
Perjalanan inii dimulai. Dengan suatu niatan ingin menafakuri alamMU. Kumintakan penjagaanMU atas diriku. Dan kumintakan ampunku atas khilafku, karena berdua dengan yang bukan mahramku. Sekali inii saja Tuhan, dan akan kujaga sebaik-baiknya ajaranMU. Berpedoman pada ayatMU.
Perjalanan inii dimulai. Dengan suatu niatan ingin menafakuri alamMU. Kumintakan penjagaanMU atas diriku. Dan kumintakan ampunku atas khilafku, karena berdua dengan yang bukan mahramku. Sekali inii saja Tuhan, dan akan kujaga sebaik-baiknya ajaranMU. Berpedoman pada ayatMU.
Berangkat pukul 06.30 dan tiba di kawah putih pukul
09.30. Sempat menunggu antrian ontang-anting (angkutan yang membawa ke atas
gunung patuah, karena harus terisi oleh 13 orang. Sesampainya di atas gunung
patuah, mulailah kami hunting-hunting foto. Mencari scene dan bergaya terbaik.
Sungguh Tuhan, tak terkirakan dalamnya syukur inii menatapi indahnya lukisanMU.
Kau ciptakan sedemikian indah Indonesiaku. Bahkan tanpa disadari pemiliknya
sendiri. Menurut legendanya, kawah putih ini "ditemukan" oleh seorang
Belanda peranakan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864). Muncul
pertanyaan pada diriku, bila Indonesia adalah seorang manusia, mungkinkah ia
kurang bersyukur atas dirinya? Ataukah ia kurang belajar memahami dirinya?
Hingga harus ada orang lain yg "menyadarkannya" akan keindahan
dirinya? Pelajaran pertamaku, kita harus mengenali diri kita sebaik mungkin dan
tak lupa bersyukur atas apapun yang kita miliki. Dengan begitu tentunya kita
akan mengenali siapa Tuhan kita dan mempersembahkan syukur terbaik kita atas
nikmatNYA.
Ada kejadian lucu juga. Aku sempat terjerembab di
dalam lumpur belerang saking ingin menyentuh air belerang berwarna biru itu.
Padahal aku baru saja sampai. Belerang itu meninggalkan bekasnya berupa cap
"berdebu" dan bau seperti petasan pada rok hitamku, sepatu dan kaus
kakiku hingga aku sampai di rumah. Pelajaran keduaku, mungkin aku harus belajar
menahan diri di kala rasa ingin tahuku begitu membludak. Memperhatikan lagi
batas-batas yang menjaganya. Karena tak semua hal di dunia ini yang begitu ingin
kuketahui haruslah aku ketahui. Terkadang aku hanya perlu mempelajari dari
kisah hidup orang lain, bahkan mungkin Tuhan tak mengijinkanku untuk mengetahui
hal tersebut. Maka dibiarkanlah aku tiada tahu tentang suatu hal.
Perhentian selanjutnya adalah bukit bintang di
ciumbuleuit. Terlalu sore kami datang, sehingga belumlah tampak bintang-bintang
yang dimaksud. Pukul 16.00 kami memutuskan untuk beristirahat di sebuah lesehan
rumah makan yang berada di ketinggian. Pemandangan yang indah dari atas sana. Hingga
maghrib tiba, barulah kami dapat melihat nyala lampu-lampu di jalan,rumah dan
kendaraan yang berkedip-kedip karena kabut. Berpendar seperti cahaya bintang.
Itulah yg dimaksud "bukit bintang'. Pelajaran ketigaku,dari atas sana
mungkin takdir hidupku begitu indah seperti bintang yang kulihat dari bukit.
Dalam hdup ini, setiap masalah yang kita hadapi, yang sangat berat dan ruwet
bagi kita mungkin pemberi warna atau pengindah takdir hidup kita. Tentulah
harus dipahami dengan bermuhasabah, menenangkan diri di sepertiga malam,
mencari makna atas segala kejadian. Seperti pola jahitan/sulaman kristik, yang
terlihat indah dari atas namun sangatlah ruwet bagian bawahnya. Seperti itulah
mungkin Tuhan melihat garis hidup kita. Sehingga selalu saja ada hal-hal yang
tak kita mngerti, ketika kejadian itu harus terjadi dalam hidup kita.
Perhentian terakhir adalah secret garden di atap mall
paris van java. Ya Tuhan, pertama kalinya aku menyentuh langsung bunga yang
kukagumi atas kesetiaannya yaitu bunga matahari. Pelajaran keempatku hari ini,
dari sang bunga matahari aku belajar mengenai pengorbanan, kegigihan dan
kesetiaan. Bagaimana ia begitu gigih mencari sinar matahari dengan terus
meninggikan batangnya. Dan bagaimana ia setia selalu menanti sang matahari,
serta bagaimana ia berkorban yang bahkan tak diindahkan oleh sang matahari. Ia
layu di kala malam, saat matahari tak bersedia menemaninya. Namun ia kembali
ceria, ketika matahari datang dengan kesombongan dan ketidakpeduliannya. Tak
pernah ia mengeluh pada sang matahari, selalu saja muka ceria yang ia
perlihatkan pada matahari.
Pukul 21.00 kami memutuskan untuk pulang ke Jakarta.
Inilah pelajaran terakhir dari perjalanan ini. Di km 10 mencapai Jakarta, mobil
yang kunaiki hampir menabrak pinggiran jalan tol hingga temanku membanting
setir ke arah kiri untuk berhenti sejenak. Tahukah Tuhan, aku bertanya-tanya
bagaimana sekiranya itu adalah saat terakhirku. Tanpa pernah kuduga, akan mati
dalam keadaan seperti apakah diriku? Khusnul khatimahkah aku? Sungguh aku bergetar
dan ingin sekali bersujud memohon ampun padaMU Tuhan. Kupintakan akhir terbaik
dalam hidupku. Matikan aku dalam keadaan baik atau syahid. Dan di balik itu
semua, aku berpikir kembali, mengapa kau masih mempercayakan nyawa ini
kepadaku. Entahlah, seketika aku ingat sedekah yang aku berikan sebelum memulai
perjalanan ini. Ooh Tuhan, mungkinkah? Aku berpikiran bahwa sedekah itulah
penunda kematianku. Maka aku pun bersyukur, yakin akan janjiMU bahwa sedekah
itu memang sangat bermanfaat. Maka Tuhan, jadikanlah aku hambaMU yang selalu
ingat untuk bersyukur. Tetapkanlah aku dalam barisan hambaMU slalu. Jangan
pernah kau cabut nikmat iman, nikmat islam ini ya Tuhan.
Terima kasih Tuhan, kau ijinkan aku melakukan
perjalanan ini. Kutuliskan kisah ini kembali, sebagai bahan perenungan dan
berharap dapat memberikan pelajaran bagi sesama. Sesungguhnya aku berlepas diri
dari riya' dan sombong.
Alhamdulillahirabbal 'alamiin.
With love,
Meta
Inspire from kawah putih, ciumbuleuit and paris van java Bandung
Inspire from kawah putih, ciumbuleuit and paris van java Bandung
No comments:
Post a Comment