A. KEBUDAYAAN
Kebudayaan adalah hasil karya,
cipta, pengolahan, pengerahan, dan pengarahan manusia terhadap alam dengan
kekuatan jiwa, pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi, raga, dan
fakultas-fakultas rohaniah lainnya, yang menyatakan diri dalam berbagai
kehidupan rohaniah dan kehidupan lahiriah manusia. Hal itu merupakan jawaban
atas segala tantangan, tuntutan, dan dorongan intradiri manusia dan
extradirinya, untuk menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan
spiritual dan material. Hal ini terjadi baik pada individu maupun masyarakat.
Kebudayaan Islam dipahami sebagai
aktualisasi atas nilai-nilai yang tertanam dalam hati seseorang atau
masyarakat. Sebuah kebudayaan dapat disebut Islami apabila nilai-nilai yang
membangkitkan kegiatan dan penciptaan pada manusia adalah nilai-nilai Islam.
Dengan kata lain, Islam akan menjadi budaya suatu masyarakat apabila telah
menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pijakan berbagai kegiatan dalam kurun
waktu yang relatif lama, sehingga menjadi tradisi budaya yang menyatu
(Qardhawi, 2001).
Landasan kebudayaan Islam adalah
agama. Islam tidak seperti masyarakat yang menganut agama bumi karena agama
bukan kebudayaan, tetapi melahirkan. Kebudayaan Islam itu berbeda dengan
kebudayaan agama Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Gibb sebagai berikut.
Islam is indeed much more than a system of
theology, it is a complete civilization (Islam pada dasarnya lebih dari sekedar sistem
teologi, ia adalah suatu peradaban yang sempurna) karena yang menjadi pokok
kekuatan dan sebab timbulnya sebuah sistem kebudayaan adalah agama Islam,
kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.
B. SENI
Berbagai gambaran
Al-Qur’an yang menceritakan begitu banyak keindahan, seperti surga, istana dan
bangunan-bangunan keagamaan kuno lainnya telah memberi inspirasi bagi para
kreator untuk mewujudkannya dalam dunia kekinian saat itu. Istana Nabi Sulaiman
AS, mengilhami lahirnya berbagai tempat para khalifah atau pemerintahan muslim
membentuk pusat kewibawaan, istana dengan berbagai “wujud fasilitas ruang” di
atas kebiasaan rakyat biasa. Bahkan hadits Nabi SAW yang menyebutkan “Allah
al-Jamiil yuhib al-jamal,” telah mengilhami banyak hal bagi para seniman
muslim yang taat untuk mewujudkan sesuatu yang bisa dicintai Tuhannya.
Asma-asma Allah SWT, seperti al-Jamiil secara teologis sangat
membenarkan para kreator seni untuk memanifestasikannya dalam banyak hal.
Namun pada sisi yang
lain, berbagai larangan Nabi SAW dan para ulama mereka untuk melukis dan
menggambar mahluk hidup yang bernyawa/bersyahwat dalam mewujudkan corak
keindangan ruangan ---meskipun hal ini tidak ditemukan teks-nya secara langsung
dalam Al-Qur’an---, kegiatan mereka dalam mewujudkan gagasan keindahan, tak
pernah kehilangan arah. Kreasi dan potensi seni mereka, kemudian dialihkannya
pada berbagai bentuk kaligrafi Islam, dengan pola dan karaktersitik yang indah
dan rumit. Mereka membentuk corak ragam hias ruangan, benda-benda antik seperti
gelas atau guci, karpet, dan sebagainya dengan berbagai ornamen bunga-bungaan
atau tumbuh-tumbuhan yang dianggap bukan sejenis hewan atau manusia. Khusus
untuk ruangan-ruangan tertentu atau tempat-tempat yang dianggap layak, biasanya
selalu diselipi atau bahkan dimunculkan ayat-ayat al-Qur’an, hadits atau
kata-kata hikmah, dengan pola seni tulis (kaligrafi), diwany, kuufy, riq’y,
naskhy, tsulusty, atau yang lainnya yang sangat indah. Semua ini merupakan
bentuk-bentuk kesatupaduan antara nilai-nilai seni dan spiritual termasuk
selipan nilai-nilai dakwah islamiyah secara umum. Berbagai desain interior
muslim di manapun, baik bangunan ibadah, istana maupun umum selalu menunjukkan
muatan yang tak pernah kosong bagi para penghuninya, khususnya dalam
menghubungkan antara dirinya dengan pemilik seluruh ruangan dan alam semesta,
Allah Rabb al-‘alamin.
Termasuk arsitektur
tempat-tempat ibadah seperti masjid, mushola, dan tempat-tempat yang disucikan
seperti makam-makam juga tidak lepas dari upaya sasaran kreasi seni mereka.
Arsitektur Islam yang umumnya terpusat pada berbagai bangunan masjid di dunia
Islam, selalu menunjukkan nilai-nilai semangat, dan spirit anak-anak zaman yang
antusias pada kecintaan keindahan. Bahkan Imam Syafi’i sebagai ulama besar abad
ke-8 M yang sangat berpengaruh di dunia Islam Sunni, selalu menyejajarkan
antara semangat keagamaan masyarakat dengan bentuk-bentuk bengunan masjidnya.
Karena masjid merupakan jantung masyarakat yang ada di sekitarnya, jika yang
menggunakannya sehat maka jantungnya pun akan sehat, begitu pun sebaliknya.
Dalam rangka memperindah
bangunan masjid, desain interior dengan pola-pola yang telah dijelaskan banyak
ditemukan di hampir setiap masjid-masjid besar di dunia Islam, dari mulai di
Cordova, Maroko, Mesir, Damaskus, Madinah, Makkah, Baghdad, Kuffah, sampai di
India dan masjid-masjid di Nusantara Indonesia. Berbagai bentuk ruangan masjid
yang berkembang pada umumnya mengikuti tren kebutuhan setempat, namun bangunan
utama selalu menunjukkan pola yang sama yakni bujur sangkar, yang dilengkapi
dengan ceruk yang menonjol ke luar bagian depannya bagi tempat imam. Kesamaan
lainnya adalah adanya Mihrab sekalipun yang secara historis baru populer muncul
pada masa Dinasti Amawiyah Damaskus, sebagai tempat yang aman dan terhormat
bagi para khotib memberi fatwa dan nasehat-nasehat spiritual ketakwaan para
jama’ah. Termasuk pula kolam-kolam atau tempat-tempat wudlu sebagai sarana
thaharah sebelum mereka beribadah, semuanya tersedia di setiap masjid-masjid
agung di dunia Islam.
Sebenarnya pusat masjid
dunia Islam selalu terfokus pada tiga pusat bangunan suci Islam (the
three-pan Islamic sanctuaries); Masjid al-Haram Makkah, Masjid
al-Munawwaroh Madinah dan Masjid al-Aqsa Palestina. Ketiganya bukan hanya
memiliki nilai historis dalam doktrin dan kewahyuan Islam, tapi juga
karakteristik dan nilai estetikanya yang cukup tinggi, yang hampir tidak
ditemukan kekurangannya dalam nilai dan fungsi sebuah bangunan suci.
1. Seni atau
kesenian adalah manifestasi budaya (rasa, karsa,intuisi, dan karya) manusia
yang memenuhi syarat-syarat estetik. Secara garis besar, kesenian dapat
dibedakan atas hal-hal berikut.
a.
Seni
sastra atau kesusastraan, yaitu seni dengan alat bahasa.
b.
Seni
musik, yaitu seni dengan alat bunyi atau suara.
c.
Seni
tari, yaitu seni dengan alat gerak.
d.
Seni
rupa, yaitu seni dengan alat garis, bentuk, warna dan lain sebagainya.
e.
Seni
drama atau teater, yaitu seni dengan alat kombinasi sastra, musik, tari atau
gerak dan rupa.
2. Islam tidak
memberikan teori atau ajaran yang terinci mengenai seni dan estetika (berbeda
halnya dengan etika). Hal demikian barangkali termasuk kategori “dunya” dalam
hadist Rasulullah SAW, “antum a’lamu bi
Umuri Dunyakum.”
“kamu lebih memaklumi mengenai urusan duniamu
sendiri”
Hanya saja kita mencatat beberapa
hal berikut:
a.
Islam
adalah agama fitrah, agama yang serasi benar dengan fitrah kejadian manusia
(Ar-Ruum: 30). Kesenian bagi manusia juga termasuk fitrahnya. Kesanggupan
berseni ini pulalah yang membedakan antara manusia dan makhluk Tuhan yang
lainnya.
b.
Allah
memiliki segala sifat yang baik (al-A’raaf: 10), seperti Jamal (Maha Indah),
Jalal (Maha Agung), dan Kamal (Maha Sempurna). (as-Sajadah: 6,23,14), sedangkan
manusia merupakan khalifah Tuhan (al-Baqarah: 30; al-An’aam: 165; al-Ahzaab:
72; Fathiir: 39) mengemban amanah mewakili Tuhan di atas dunia dalam
batas-batas kemampuan manusia.
c.
Seni
adalah hidup, sekaligus bagian dari hidup manusia. Seni jua merupakan
manifestasi dan refleksi dari kehidupan manusia. Memenuhi panggilan kepada yang
lebih menghidupkan (meng-upgrade taraf kehidupan dan penghidupan) manusia dalam
berbagai lapangan adalah wajib bagi muslim menurut kemampuan mereka
masing-masing (al-Anfaal: 24), berkreasi seni adalah jawaban positif terhadap
panggilan yang lebih menghidupkan itu.
3. Kesenian pada
dasarnya menurut penilaian hukum Islam adalah mubah, jaiz, boleh. Hal-hal lain
yang diluar seni itu sendiri dapat membawa perubahan kepada penilaian hukum
itu, umpamanya dari mubah menjadi makruh dan lain sebagainya. Sebaliknya karya
seni, yaitu hal-hal yang memenuhi syarat-syarat estetik, menurut penilaian
Islam merupakan karya, sekaligus ibadah atau pengabdian bila memiliki ciri-ciri
berikut:
a.
Ikhlas
sebagai ttik tolak
b.
Mardhotillah
sebagai titik tuju
c.
Amal
sholeh sebagai garis amal.
4. Pertanyaan lama yang
senantiasa baru dalam estetika dan kehidupan kesenian adalah “seni untuk
senikah? Seni untuk rakyatkah? Seni untuk manusiakah?” bagi setiap muslim tidak
sulit untuk menentukan jawaban atas pertanyaan itu. Seni merupakan bagian dari
kehidupan itu sendiri. Dengan demikian, pertanyaan “seni untuk apa??”. Sama
dengan tujuan hidup itu sendiri. Tujuan hidup setiap muslim adalah menjadi
rahmat bagi segenap alam di bawah naungan keridhaan Allah (al-Baqarah: 210;
al-An’Aam: 162: al-Lail: 20-21).
5. Ditinjau dari fungsinya,
maka seni merupakan media untuk mensyukuri nikmat Tuhan. Allah telah berkenan
menganugerahi manusia dengan berbagai potensi, baik potensi rohani maupun
potensi indrawi (mata, telinga, dan lain-lain sebagainya). Fungsi seni adalah
untuk menghayati sepuhan Allah, baik yang terdapat pada alam, maupun yang
terdapat pada kreasi manusia.
C. Jejak Umat Islam dalam
Kebudayaan: Kebudayaan Islam
Pada awalnya, para intelegensia
muslim menelaah warisan tertulis kebudayaan dunia terdahulu, yaitu Yunani,
Persia, dan Romawi. Setelah menerjemahkannya kedalam bahasa Arab. Selain itu
membuat komentar dan ringkasan dari naskah-naskah itu. Akhirnya, mengarang
sendiri dan membicarakan sebagian masalah orisinal.
Di bawah ini disinggung sekadarnya
sebagian dari muslimin penegak kebudayaan Islam yang memberikan sumbangan tiada
taranya kepada kebudayaan secara umum.
Dalam bidang filsafat:
1. Al-Kindi
(801-873).
Abu Yusuf, Ya’qub ibn Ishaq
as-Sabah, Ibn Imran, Ibn al-Asha’athi, Ibn Kays, al-Kindi. Filsuf Islam pertama
yang mengarang kurang lebih 200 makalah, 25 buah di antaranya terdapat di
Museum Istambul. Di samping sebagai filsuf, beliau juga dikenal sebagai ahli
musik, menulis tentang warna,bau-bauan, dan rasa. Ia juga merupakan penulis
kamus filsafat Islam yang pertama.
2. Ibn-Bajah
(latin: Avempace, 1106-1138).
Abu bakar Muhammad ibn yahya ibn
as-shaigh ibn bajah. Ia adalah seorang filsuf muslim spanyol, ensiklopedis,
ahli ilmu kedokteran, geometri, music dan fisika, komentator aristoteles,
astronomi, dan lain-lain.
Dalam bidang ilmu pengetahuan:
1. Muhammad
ibn musa al-Khawaizimi(780-850)
Seorang sarjana muslim pertama yang
menggunakan angka hindi dan nol. Karyanya yang terkenal antara lain hiisabul
jabar wal mukqabalah yang berisi tentang hitungan aljabar, dan suratul
ardhi, mengenai ilmu bumi, yang menjadi referensi berbagai tulisan tentang
ilmu.
2. Ibn
Zuhr (latin: Avezoar, 1073-1162)
Ia adalah seorang muslim Arab yang
mempelajari kanker dalam perut dan kerongkongan.
3. Kamlud
Din.
Ia adalah seorang sarjana muslim
Persia yang ahli dalam bidang optik dan matematika. Ia mengulang dan
menyempurnakan eksperimen Ibn al-Haitsam dengan kamera obscura. Ia mengamati
perjalanan sinar dalam bola kaca untuk meneliti pembiasan sinar matahari dalam
titik-titik hujan yang memberikan padanya keterangan mengenai asal mula pelangi
yang primer dan sekunder.
Dalam bidang kesenian
1. Muhammad
Syamsuddin Haiz as-Syirazi (1320-1390).
Penyair lirik yang ulung dari bangsa
Persia. Di dalam puisinya ia memadukan cinta hawa nafsu dan cinta sufi.
2. Nizami
(1140-1202).
Ia adalah seorang pujangga besar
Persia. Karangannya yang paling terkenal adalah laila dan majnun, khosran dan
syirin, dan iskandarnama. Laila dan Majnun Nizami ini dipandang berpengaruh
kepada Romeo dan Juliet karya William Shakespeare.
3. Jalaluddin ar-Rumi (1207-1203) ia
adalah seorang sufi besar penyair bangsa pesia. Gubahannya meliputi satu diwan
yang bermutu tinggi dan satu masnawi yang terdiri atas 26.660 bait dan berisi
dongeng cerita tafsiran dan uraian tentang ajaran sufi. Banyak berpengaruh
kepada Muhammad igbal, filsuf dan penyair besar kelahiran Pakistan.
Dalam bidang lainnya
Di samping peranan kaum muslim dalam
beberapa bidang kebudayaan filsaat, ilmu pengetahuan, dan kesenian yang
disinggung di atas, patut pula dicatat di sini peranan mereka yang tidak kalah
pentingnya. Pertama,
dalam bidang studi islam, baik bidang ilmu kalam, maupun bidang ilmu hukum
(fikih). Beberapa contohnya adalah para imam mazhab, baik mazhab dalam ilmu
kalam maupun dalam ilmu fikih. Kedua, para sufi
yang di samping karya mereka di bidang tasawuf itu mendalam, juga banyak sekali
tulisan mereka yang memiliki nilai literatur yang sangat tinggi seperti Rabi’ah
al Adawiyah (713-801).
D. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan sangat diperhatikan dalam Islam. Selain itu,
kebudayaan juga mempunyai peran untuk membumikan ajaran Islam yang utama sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manuisa. Jadi, agama bukan kebudayaan,
tetapi melahirkan kebudayaan.
No comments:
Post a Comment