Pages

17 June, 2013

Kebudayaan & Islam

  A.    KEBUDAYAAN
Kebudayaan adalah hasil karya, cipta, pengolahan, pengerahan, dan pengarahan manusia terhadap alam dengan kekuatan jiwa, pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi, raga, dan fakultas-fakultas rohaniah lainnya, yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan rohaniah dan kehidupan lahiriah manusia. Hal itu merupakan jawaban atas segala tantangan, tuntutan, dan dorongan intradiri manusia dan extradirinya, untuk menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan spiritual dan material. Hal ini terjadi baik pada individu maupun masyarakat.
Kebudayaan Islam dipahami sebagai aktualisasi atas nilai-nilai yang tertanam dalam hati seseorang atau masyarakat. Sebuah kebudayaan dapat disebut Islami apabila nilai-nilai yang membangkitkan kegiatan dan penciptaan pada manusia adalah nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, Islam akan menjadi budaya suatu masyarakat apabila telah menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pijakan berbagai kegiatan dalam kurun waktu yang relatif lama, sehingga menjadi tradisi budaya yang menyatu (Qardhawi, 2001).
Landasan kebudayaan Islam adalah agama. Islam tidak seperti masyarakat yang menganut agama bumi karena agama bukan kebudayaan, tetapi melahirkan. Kebudayaan Islam itu berbeda dengan kebudayaan agama Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Gibb sebagai berikut.
Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization (Islam pada dasarnya lebih dari sekedar sistem teologi, ia adalah suatu peradaban yang sempurna) karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya sebuah sistem kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.

  B.     SENI
Berbagai gambaran Al-Qur’an yang menceritakan begitu banyak keindahan, seperti surga, istana dan bangunan-bangunan keagamaan kuno lainnya telah memberi inspirasi bagi para kreator untuk mewujudkannya dalam dunia kekinian saat itu. Istana Nabi Sulaiman AS, mengilhami lahirnya berbagai tempat para khalifah atau pemerintahan muslim membentuk pusat kewibawaan, istana dengan berbagai “wujud fasilitas ruang” di atas kebiasaan rakyat biasa. Bahkan hadits Nabi SAW yang menyebutkan “Allah al-Jamiil yuhib al-jamal,” telah mengilhami banyak hal bagi para seniman muslim yang taat untuk mewujudkan sesuatu yang bisa dicintai Tuhannya. Asma-asma Allah SWT, seperti al-Jamiil secara teologis sangat membenarkan para kreator seni untuk memanifestasikannya dalam banyak hal.
Namun pada sisi yang lain, berbagai larangan Nabi SAW dan para ulama mereka untuk melukis dan menggambar mahluk hidup yang bernyawa/bersyahwat dalam mewujudkan corak keindangan ruangan ---meskipun hal ini tidak ditemukan teks-nya secara langsung dalam Al-Qur’an---, kegiatan mereka dalam mewujudkan gagasan keindahan, tak pernah kehilangan arah. Kreasi dan potensi seni mereka, kemudian dialihkannya pada berbagai bentuk kaligrafi Islam, dengan pola dan karaktersitik yang indah dan rumit. Mereka membentuk corak ragam hias ruangan, benda-benda antik seperti gelas atau guci, karpet, dan sebagainya dengan berbagai ornamen bunga-bungaan atau tumbuh-tumbuhan yang dianggap bukan sejenis hewan atau manusia. Khusus untuk ruangan-ruangan tertentu atau tempat-tempat yang dianggap layak, biasanya selalu diselipi atau bahkan dimunculkan ayat-ayat al-Qur’an, hadits atau kata-kata hikmah, dengan pola seni tulis (kaligrafi), diwany, kuufy, riq’y, naskhy, tsulusty, atau yang lainnya yang sangat indah. Semua ini merupakan bentuk-bentuk kesatupaduan antara nilai-nilai seni dan spiritual termasuk selipan nilai-nilai dakwah islamiyah secara umum. Berbagai desain interior muslim di manapun, baik bangunan ibadah, istana maupun umum selalu menunjukkan muatan yang tak pernah kosong bagi para penghuninya, khususnya dalam menghubungkan antara dirinya dengan pemilik seluruh ruangan dan alam semesta, Allah Rabb al-‘alamin.
Termasuk arsitektur tempat-tempat ibadah seperti masjid, mushola, dan tempat-tempat yang disucikan seperti makam-makam juga tidak lepas dari upaya sasaran kreasi seni mereka. Arsitektur Islam yang umumnya terpusat pada berbagai bangunan masjid di dunia Islam, selalu menunjukkan nilai-nilai semangat, dan spirit anak-anak zaman yang antusias pada kecintaan keindahan. Bahkan Imam Syafi’i sebagai ulama besar abad ke-8 M yang sangat berpengaruh di dunia Islam Sunni, selalu menyejajarkan antara semangat keagamaan masyarakat dengan bentuk-bentuk bengunan masjidnya. Karena masjid merupakan jantung masyarakat yang ada di sekitarnya, jika yang menggunakannya sehat maka jantungnya pun akan sehat, begitu pun sebaliknya.
Dalam rangka memperindah bangunan masjid, desain interior dengan pola-pola yang telah dijelaskan banyak ditemukan di hampir setiap masjid-masjid besar di dunia Islam, dari mulai di Cordova, Maroko, Mesir, Damaskus, Madinah, Makkah, Baghdad, Kuffah, sampai di India dan masjid-masjid di Nusantara Indonesia. Berbagai bentuk ruangan masjid yang berkembang pada umumnya mengikuti tren kebutuhan setempat, namun bangunan utama selalu menunjukkan pola yang sama yakni bujur sangkar, yang dilengkapi dengan ceruk yang menonjol ke luar bagian depannya bagi tempat imam. Kesamaan lainnya adalah adanya Mihrab sekalipun yang secara historis baru populer muncul pada masa Dinasti Amawiyah Damaskus, sebagai tempat yang aman dan terhormat bagi para khotib memberi fatwa dan nasehat-nasehat spiritual ketakwaan para jama’ah. Termasuk pula kolam-kolam atau tempat-tempat wudlu sebagai sarana thaharah sebelum mereka beribadah, semuanya tersedia di setiap masjid-masjid agung di dunia Islam.
Sebenarnya pusat masjid dunia Islam selalu terfokus pada tiga pusat bangunan suci Islam (the three-pan Islamic sanctuaries); Masjid al-Haram Makkah, Masjid al-Munawwaroh Madinah dan Masjid al-Aqsa Palestina. Ketiganya bukan hanya memiliki nilai historis dalam doktrin dan kewahyuan Islam, tapi juga karakteristik dan nilai estetikanya yang cukup tinggi, yang hampir tidak ditemukan kekurangannya dalam nilai dan fungsi sebuah bangunan suci.

  1. Seni atau kesenian adalah manifestasi budaya (rasa, karsa,intuisi, dan karya) manusia yang memenuhi syarat-syarat estetik. Secara garis besar, kesenian dapat dibedakan atas hal-hal berikut.
a.       Seni sastra atau kesusastraan, yaitu seni dengan alat bahasa.
b.      Seni musik, yaitu seni dengan alat bunyi atau suara.
c.       Seni tari, yaitu seni dengan alat gerak.
d.      Seni rupa, yaitu seni dengan alat garis, bentuk, warna dan lain sebagainya.
e.       Seni drama atau teater, yaitu seni dengan alat kombinasi sastra, musik, tari atau gerak dan rupa.

  2. Islam tidak memberikan teori atau ajaran yang terinci mengenai seni dan estetika (berbeda halnya dengan etika). Hal demikian barangkali termasuk kategori “dunya” dalam hadist Rasulullah SAW, “antum a’lamu bi Umuri Dunyakum.”
“kamu lebih memaklumi mengenai urusan duniamu sendiri”
Hanya saja kita mencatat beberapa hal berikut:
a.       Islam adalah agama fitrah, agama yang serasi benar dengan fitrah kejadian manusia (Ar-Ruum: 30). Kesenian bagi manusia juga termasuk fitrahnya. Kesanggupan berseni ini pulalah yang membedakan antara manusia dan makhluk Tuhan yang lainnya.
b.      Allah memiliki segala sifat yang baik (al-A’raaf: 10), seperti Jamal (Maha Indah), Jalal (Maha Agung), dan Kamal (Maha Sempurna). (as-Sajadah: 6,23,14), sedangkan manusia merupakan khalifah Tuhan (al-Baqarah: 30; al-An’aam: 165; al-Ahzaab: 72; Fathiir: 39) mengemban amanah mewakili Tuhan di atas dunia dalam batas-batas kemampuan manusia.
c.       Seni adalah hidup, sekaligus bagian dari hidup manusia. Seni jua merupakan manifestasi dan refleksi dari kehidupan manusia. Memenuhi panggilan kepada yang lebih menghidupkan (meng-upgrade taraf kehidupan dan penghidupan) manusia dalam berbagai lapangan adalah wajib bagi muslim menurut kemampuan mereka masing-masing (al-Anfaal: 24), berkreasi seni adalah jawaban positif terhadap panggilan yang lebih menghidupkan itu.

  3. Kesenian pada dasarnya menurut penilaian hukum Islam adalah mubah, jaiz, boleh. Hal-hal lain yang diluar seni itu sendiri dapat membawa perubahan kepada penilaian hukum itu, umpamanya dari mubah menjadi makruh dan lain sebagainya. Sebaliknya karya seni, yaitu hal-hal yang memenuhi syarat-syarat estetik, menurut penilaian Islam merupakan karya, sekaligus ibadah atau pengabdian bila memiliki ciri-ciri berikut:
a.       Ikhlas sebagai ttik tolak
b.      Mardhotillah sebagai titik tuju
c.       Amal sholeh sebagai garis amal.

  4. Pertanyaan lama yang senantiasa baru dalam estetika dan kehidupan kesenian adalah “seni untuk senikah? Seni untuk rakyatkah? Seni untuk manusiakah?” bagi setiap muslim tidak sulit untuk menentukan jawaban atas pertanyaan itu. Seni merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Dengan demikian, pertanyaan “seni untuk apa??”. Sama dengan tujuan hidup itu sendiri. Tujuan hidup setiap muslim adalah menjadi rahmat bagi segenap alam di bawah naungan keridhaan Allah (al-Baqarah: 210; al-An’Aam: 162: al-Lail: 20-21).

  5. Ditinjau dari fungsinya, maka seni merupakan media untuk mensyukuri nikmat Tuhan. Allah telah berkenan menganugerahi manusia dengan berbagai potensi, baik potensi rohani maupun potensi indrawi (mata, telinga, dan lain-lain sebagainya). Fungsi seni adalah untuk menghayati sepuhan Allah, baik yang terdapat pada alam, maupun yang terdapat pada kreasi manusia.

  C.    Jejak Umat Islam dalam Kebudayaan: Kebudayaan Islam
Pada awalnya, para intelegensia muslim menelaah warisan tertulis kebudayaan dunia terdahulu, yaitu Yunani, Persia, dan Romawi. Setelah menerjemahkannya kedalam bahasa Arab. Selain itu membuat komentar dan ringkasan dari naskah-naskah itu. Akhirnya, mengarang sendiri dan membicarakan sebagian masalah orisinal.
Di bawah ini disinggung sekadarnya sebagian dari muslimin penegak kebudayaan Islam yang memberikan sumbangan tiada taranya kepada kebudayaan secara umum.
Dalam bidang filsafat:
    1. Al-Kindi (801-873).
Abu Yusuf, Ya’qub ibn Ishaq as-Sabah, Ibn Imran, Ibn al-Asha’athi, Ibn Kays, al-Kindi. Filsuf Islam pertama yang mengarang kurang lebih 200 makalah, 25 buah di antaranya terdapat di Museum Istambul. Di samping sebagai filsuf, beliau juga dikenal sebagai ahli musik, menulis tentang warna,bau-bauan, dan rasa. Ia juga merupakan penulis kamus filsafat Islam yang pertama.
   2. Ibn-Bajah (latin: Avempace, 1106-1138).
Abu bakar Muhammad ibn yahya ibn as-shaigh ibn bajah. Ia adalah seorang filsuf muslim spanyol, ensiklopedis, ahli ilmu kedokteran, geometri, music dan fisika, komentator aristoteles, astronomi, dan lain-lain.

Dalam bidang ilmu pengetahuan:
   1. Muhammad ibn musa al-Khawaizimi(780-850)
Seorang sarjana muslim pertama yang menggunakan angka hindi dan nol. Karyanya yang terkenal antara lain hiisabul jabar wal mukqabalah yang berisi tentang hitungan aljabar, dan suratul ardhi, mengenai ilmu bumi, yang menjadi referensi berbagai tulisan tentang ilmu.
   2. Ibn Zuhr (latin: Avezoar, 1073-1162)
Ia adalah seorang muslim Arab yang mempelajari kanker dalam perut dan kerongkongan.
   3. Kamlud Din.
Ia adalah seorang sarjana muslim Persia yang ahli dalam bidang optik dan matematika. Ia mengulang dan menyempurnakan eksperimen Ibn al-Haitsam dengan kamera obscura. Ia mengamati perjalanan sinar dalam bola kaca untuk meneliti pembiasan sinar matahari dalam titik-titik hujan yang memberikan padanya keterangan mengenai asal mula pelangi yang primer dan sekunder.

Dalam bidang kesenian
   1. Muhammad Syamsuddin Haiz as-Syirazi (1320-1390).
Penyair lirik yang ulung dari bangsa Persia. Di dalam puisinya ia memadukan cinta hawa nafsu dan cinta sufi.
   2. Nizami (1140-1202).
Ia adalah seorang pujangga besar Persia. Karangannya yang paling terkenal adalah laila dan majnun, khosran dan syirin, dan iskandarnama. Laila dan Majnun Nizami ini dipandang berpengaruh kepada Romeo dan Juliet karya William Shakespeare.
  3. Jalaluddin ar-Rumi (1207-1203) ia adalah seorang sufi besar penyair bangsa pesia. Gubahannya meliputi satu diwan yang bermutu tinggi dan satu masnawi yang terdiri atas 26.660 bait dan berisi dongeng cerita tafsiran dan uraian tentang ajaran sufi. Banyak berpengaruh kepada Muhammad igbal, filsuf dan penyair besar kelahiran Pakistan.
Dalam bidang lainnya
Di samping peranan kaum muslim dalam beberapa bidang kebudayaan filsaat, ilmu pengetahuan, dan kesenian yang disinggung di atas, patut pula dicatat di sini peranan mereka yang tidak kalah pentingnya. Pertama, dalam bidang studi islam, baik bidang ilmu kalam, maupun bidang ilmu hukum (fikih). Beberapa contohnya adalah para imam mazhab, baik mazhab dalam ilmu kalam maupun dalam ilmu fikih. Kedua, para sufi yang di samping karya mereka di bidang tasawuf itu mendalam, juga banyak sekali tulisan mereka yang memiliki nilai literatur yang sangat tinggi seperti Rabi’ah al Adawiyah (713-801).  

  D.    KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan sangat diperhatikan dalam Islam. Selain itu, kebudayaan juga mempunyai peran untuk membumikan ajaran Islam yang utama sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manuisa. Jadi, agama bukan kebudayaan, tetapi melahirkan kebudayaan.

No comments:

Post a Comment

Text Widget