Pages

12 June, 2013

My success story



Saya adalah putri bungsu dari pasangan (Alm) Idris Rachman dan Sri Lorohati. Dilahirkan di RS Tarakan pada tanggal 22 Oktober 1989 dan diberi nama Iska Meta Furi. Ada sejarahnya nama saya seperti itu. Bapak saya yakin saya adalah anak yang terakhir (karena usia kedua orangtua saya yang sudah lanjut, sehingga mereka tidak ingin memiliki anak lagi). ISKA adalah akronim dari Idris dan Sri Keturunan Akhirnya. Yaitu META yang menurut bapak saya artinya adalah orang besar. FURI artinya yang akan menjadi sukses di masa depan. Nama itu adalah doa dari orangtua saya.
Pada usia 5 tahun, saya bersekolah di SDN Kota Bambu 05 PG. Selain sekolah saya juga aktif di pengkajian islam bernama PMPI Yayasan As-Sajdah. Selama bersekolah, dari kelas 1 sampai kelas 6, saya selalu menduduki peringkat pertama dan menjabat sebagai pengurus kelas. Di antaranya sebagai bendahara (kelas 4) dan ketua kelas (kelas 5 dan 6). Dalam bidang ekstrakurikuler pun saya sangat aktif. Paskibra, pramuka, dokter cilik adalah ekstrakurikuler yang saya ikuti. Karena saya rada tomboy, saya sering dijadikan pemimpin upacara. Tak jauh berbeda di pengkajian, saya aktif mengikuti berbagai lomba dan aktifitas teater. Beragam piala dan piagam saya peroleh karena saya sering menjuarai lomba-lomba tersebut.
Lulus SD, saya memilih masuk ke sebuah sekolah negeri yang dikatakan cukup bergengsi dan terfavorit, yaitu SLTPN 75 Kebon Jeruk. Awalnya mama saya tidak setuju, karena sekolah tersebut sangat jauh, mahal dan banyak yang bilang pembelajarannya sangat ketat dan berat, sehingga akan sering pulang malam. Namun karena saya bertekad kuat dan terus memaksa, akhirnya mama mengijinkan. Memang pada awalnya, saya agak kesulitan menyesuaikan waktu, karena saya harus berangkat pagi sekali dari rumah, pkl 5.30. Namun karena kesungguhan tekad saya, perjuangan keras saya pun berbuah manis, saya mendapatkan peringkat pertama. Selain belajar, saya juga mengikuti sebuah ekstrakurikuler yaitu seni tari dan suara. Namun pada akhir cawu kelas satu (caturwulan 3), saya menderita sakit tipus dan tidak dapat masuk sekolah hingga dua minggu. Ternyata itu berdampak pada prestasi belajar saya, peringkat saya pun turun drastis dari peringkat pertama menjadi kesepuluh.
Wali kelas saya di kelas satu, Ibu Surtini sangat menyayangkan hal itu, beliau tak henti-hentinya memantau dan menasehati saya terkait dengan penurunan prestasi belajar tersebut. Saya sangat terharu atas perhatian beliau. Terdorong perasaan bersalah, saya pun bertekad mengejar ketertinggalan saya di kelas dua. Lalu saya pun berhasil, saya menduduki peringkat kedua. Memang bukan yang pertama, tapi saya sangat bangga akan hal tersebut, karena pesaing-pesaing saya sangat pintar dan berasal dari keluarga yang mapan. Sehingga saya sangat bersyukur atas hasil kerja keras saya tersebut.
Namun, selalu ada hal yang harus dikorbankan. Karena kesibukan saya belajar, saya pun terpaksa keluar dari pengkajian. Karena kondisi fisik saya yang lemah tidak memungkinkan saya untuk mengikuti banyak kegiatan. Saya sangat menyesalkan hal tersebut, namun saya berpikir alternatif lain. Saya pun sering ikut-ikut kegiatan keputrian rohis untuk mengisi kekosongan jiwa saya.
Sampai pada akhir kelulusan dan menunggu keluarnya NEM, saya iseng mencoba tes di SMK Telkom SPJ, menemani sahabat saya. Awalnya saya hanya mendukung dia dengan ikut-ikutan tes tersebut. Dia sangat menginginkan masuk SMK tersebut, dan dia berharap saya pun diterima di sana, agar kami bisa sekelas. Tetapi harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Pada pengumuman penerimaan, ternyata sahabat saya tidak diterima, justru sayalah yang lolos tes berikutnya. Awalnya, saya tidak ingin melanjutkan tes penerimaan, namun karena paksaan mama, saya terpaksa mengikuti tes wawancara berbahasa inggris dan tes buta warna. Hasilnya, saya diterima di sekolah tersebut, bertepatan dengan keluarnya NEM saya. Mama memaksa saya untuk masuk ke sana. Karena saya tidak ingin durhaka, maka saya pun menuruti keinginan mama.
Awalnya, saya merasa sangat tidak nyaman mengikuti pelajaran di SMK Telkom, karena memang tidak pernah terbayang di benak saya untuk masuk sebuah sekolah teknik kejuruan yang kebanyakan materi dan siswanya adalah pria. Namun seiring waktu, saya pun terbiasa, dan berhasil dalam akademik. Saya mendapatkan beasiswa dari hasil prestasi saya. Kehidupan masa remaja saya pun berjalan normal sebagaimana mestinya. Karena pengaruh teman saya yang kebanyakan pria, saya pun jadi agak tomboy, sering ikut konvoi motor. Tapi itu tidak berdampak begitu buruk bagi pribadi saya. Karena saya dapat mengontrol diri saya, dan saya pun mendapatkan sebuah hidayah. Pada akhir kelas dua SMK, saya menguatkan tekad untuk mengenakan hijab. Perubahan tersebut disambut dengan baik oleh keluarga dan teman-teman saya, walaupun mereka terkejut pada awalnya.
Masa SMK pun saya lewati dengan baik, saya rajin mengikuti berbagai tes TOEIC Bahasa Inggris (sampai tingkat internasional). Tibalah pada hari penentuan kelulusan, ternyata saya menghasilkan nilai yang memuaskan. Tadinya saya tidak ingin melanjutkan kuliah, karena ingin bekerja saja. Sudah ada instansi yang menerima lamaran kerja saya. Tetapi lagi-lagi, mama tidak merestui keputusan saya. Beliau bersikeras agar saya melanjutkan kuliah saja. Untuk kedua kalinya, saya pun menuruti keinginan beliau. Namun, karena niat yang setengah hati dan memilih tidur waktu mengerjakan soal SPMB, saya pun tidak lolos masuk perguruan tinggi lewat jalur tersebut. Saya menerima kekalahan tersebut dengan senang hati, karena saya ingin sekali bekerja dan menghasilkan uang. Tapi kembali lagi, mama memaksa saya untuk mengikuti tes PENMABA di UNJ, beliau berjanji bila kali ini gagal, barulah beliau mengijinkan saya untuk bekerja. Akhirnya, saya pun sepakat dengan keputusan beliau tersebut.
Ternyata, saya berhasil dan diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan UNJ. Maka sebagai kompensasi yang harus saya terima, keinginan untuk bekerja pun saya buang jauh-jauh. Tapi hingga detik ini, saya tidak sedikit pun menyesali jalan hidup saya yang seperti ini. Karena saya dikaruniakan keluarga dan teman-teman yang baik. Bahkan saya sudah menganggap mereka sebagai saudara saya, sebuah keluarga yang mengerti akan indahnya sebuah ukhuwah. So,, jalani hidup ini dengan OPTIMIS :) .

with love,

meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget