Saya adalah putri bungsu dari pasangan (Alm) Idris Rachman dan Sri
Lorohati. Dilahirkan di RS Tarakan pada tanggal 22 Oktober 1989 dan diberi nama
Iska Meta Furi. Ada sejarahnya nama saya seperti itu. Bapak saya yakin saya
adalah anak yang terakhir (karena usia kedua orangtua saya yang sudah lanjut,
sehingga mereka tidak ingin memiliki anak lagi). ISKA adalah akronim dari Idris
dan Sri Keturunan Akhirnya. Yaitu META yang menurut bapak
saya artinya adalah orang besar. FURI
artinya yang akan menjadi sukses di masa
depan. Nama itu adalah doa dari orangtua saya.
Pada usia 5 tahun, saya bersekolah di SDN Kota Bambu 05 PG. Selain
sekolah saya juga aktif di pengkajian islam bernama PMPI Yayasan As-Sajdah.
Selama bersekolah, dari kelas 1 sampai kelas 6, saya selalu menduduki peringkat
pertama dan menjabat sebagai pengurus kelas. Di antaranya sebagai bendahara (kelas
4) dan ketua kelas (kelas 5 dan 6). Dalam bidang ekstrakurikuler pun saya
sangat aktif. Paskibra, pramuka, dokter cilik adalah ekstrakurikuler yang saya
ikuti. Karena saya rada tomboy, saya sering dijadikan pemimpin upacara. Tak
jauh berbeda di pengkajian, saya aktif mengikuti berbagai lomba dan aktifitas
teater. Beragam piala dan piagam saya peroleh karena saya sering menjuarai
lomba-lomba tersebut.
Lulus SD, saya memilih masuk ke sebuah sekolah negeri yang dikatakan
cukup bergengsi dan terfavorit, yaitu SLTPN 75 Kebon Jeruk. Awalnya mama saya
tidak setuju, karena sekolah tersebut sangat jauh, mahal dan banyak yang bilang
pembelajarannya sangat ketat dan berat, sehingga akan sering pulang malam.
Namun karena saya bertekad kuat dan terus memaksa, akhirnya mama mengijinkan.
Memang pada awalnya, saya agak kesulitan menyesuaikan waktu, karena saya harus
berangkat pagi sekali dari rumah, pkl 5.30. Namun karena kesungguhan tekad
saya, perjuangan keras saya pun berbuah manis, saya mendapatkan peringkat
pertama. Selain belajar, saya juga mengikuti sebuah ekstrakurikuler yaitu seni
tari dan suara. Namun pada akhir cawu kelas satu (caturwulan 3), saya menderita
sakit tipus dan tidak dapat masuk sekolah hingga dua minggu. Ternyata itu
berdampak pada prestasi belajar saya, peringkat saya pun turun drastis dari
peringkat pertama menjadi kesepuluh.
Wali kelas saya di kelas satu, Ibu Surtini sangat menyayangkan hal
itu, beliau tak henti-hentinya memantau dan menasehati saya terkait dengan
penurunan prestasi belajar tersebut. Saya sangat terharu atas perhatian beliau.
Terdorong perasaan bersalah, saya pun bertekad mengejar ketertinggalan saya di
kelas dua. Lalu saya pun berhasil, saya menduduki peringkat kedua. Memang bukan
yang pertama, tapi saya sangat bangga akan hal tersebut, karena pesaing-pesaing
saya sangat pintar dan berasal dari keluarga yang mapan. Sehingga saya sangat
bersyukur atas hasil kerja keras saya tersebut.
Namun, selalu ada hal yang harus dikorbankan. Karena kesibukan saya
belajar, saya pun terpaksa keluar dari pengkajian. Karena kondisi fisik saya
yang lemah tidak memungkinkan saya untuk mengikuti banyak kegiatan. Saya sangat
menyesalkan hal tersebut, namun saya berpikir alternatif lain. Saya pun sering
ikut-ikut kegiatan keputrian rohis untuk mengisi kekosongan jiwa saya.
Sampai pada akhir kelulusan dan menunggu keluarnya NEM, saya iseng
mencoba tes di SMK Telkom SPJ, menemani sahabat saya. Awalnya saya hanya
mendukung dia dengan ikut-ikutan tes tersebut. Dia sangat menginginkan masuk
SMK tersebut, dan dia berharap saya pun diterima di sana, agar kami bisa
sekelas. Tetapi harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Pada pengumuman
penerimaan, ternyata sahabat saya tidak diterima, justru sayalah yang lolos tes
berikutnya. Awalnya, saya tidak ingin melanjutkan tes penerimaan, namun karena
paksaan mama, saya terpaksa mengikuti tes wawancara berbahasa inggris dan tes
buta warna. Hasilnya, saya diterima di sekolah tersebut, bertepatan dengan
keluarnya NEM saya. Mama memaksa saya untuk masuk ke sana. Karena saya tidak
ingin durhaka, maka saya pun menuruti keinginan mama.
Awalnya, saya merasa sangat tidak nyaman mengikuti pelajaran di SMK
Telkom, karena memang tidak pernah terbayang di benak saya untuk masuk sebuah
sekolah teknik kejuruan yang kebanyakan materi dan siswanya adalah pria. Namun
seiring waktu, saya pun terbiasa, dan berhasil dalam akademik. Saya mendapatkan
beasiswa dari hasil prestasi saya. Kehidupan masa remaja saya pun berjalan
normal sebagaimana mestinya. Karena pengaruh teman saya yang kebanyakan pria,
saya pun jadi agak tomboy, sering ikut konvoi motor. Tapi itu tidak berdampak
begitu buruk bagi pribadi saya. Karena saya dapat mengontrol diri saya, dan
saya pun mendapatkan sebuah hidayah. Pada akhir kelas dua SMK, saya menguatkan
tekad untuk mengenakan hijab. Perubahan tersebut disambut dengan baik oleh
keluarga dan teman-teman saya, walaupun mereka terkejut pada awalnya.
Masa SMK pun saya lewati dengan baik, saya rajin mengikuti berbagai
tes TOEIC Bahasa Inggris (sampai tingkat internasional). Tibalah pada hari
penentuan kelulusan, ternyata saya menghasilkan nilai yang memuaskan. Tadinya
saya tidak ingin melanjutkan kuliah, karena ingin bekerja saja. Sudah ada
instansi yang menerima lamaran kerja saya. Tetapi lagi-lagi, mama tidak
merestui keputusan saya. Beliau bersikeras agar saya melanjutkan kuliah saja. Untuk
kedua kalinya, saya pun menuruti keinginan beliau. Namun, karena niat yang
setengah hati dan memilih tidur waktu mengerjakan soal SPMB, saya pun tidak
lolos masuk perguruan tinggi lewat jalur tersebut. Saya menerima kekalahan
tersebut dengan senang hati, karena saya ingin sekali bekerja dan menghasilkan
uang. Tapi kembali lagi, mama memaksa saya untuk mengikuti tes PENMABA di UNJ,
beliau berjanji bila kali ini gagal, barulah beliau mengijinkan saya untuk
bekerja. Akhirnya, saya pun sepakat dengan keputusan beliau tersebut.
Ternyata, saya berhasil dan diterima menjadi mahasiswa Jurusan
Teknologi Pendidikan UNJ. Maka sebagai kompensasi yang harus saya terima,
keinginan untuk bekerja pun saya buang jauh-jauh. Tapi hingga detik ini, saya
tidak sedikit pun menyesali jalan hidup saya yang seperti ini. Karena saya
dikaruniakan keluarga dan teman-teman yang baik. Bahkan saya sudah menganggap
mereka sebagai saudara saya, sebuah keluarga yang mengerti akan indahnya sebuah
ukhuwah. So,, jalani hidup ini dengan OPTIMIS :) .
with love,
meta morfillah
No comments:
Post a Comment