Sebuah
organisasi dikatakan belajar apabila ia
mampu mengubah perilaku dan cara berpikirnya berdasarkan hasil dari
pengalaman. Dari pernyataan tersebut
sangatlah jelas apa yang dimaksud dengan organisasi belajar, namun dalam
kenyataannnya masih banyak perusahaan-perusahaan (organisasi) yang belum mampu
melaksanakannya. Di dalam artikel yang dibuat oleh Prof.
Eve Mitleton-Kelly ini, menawarkan sebuah perspektif tentang membuat sebuah lingkungan
belajar yang
memfasilitasi pencapaian spesifik atau ganda, tujuan yang terkait. Dikatakan
bahwa karakteristik sebuah organisasi belajar di antaranya adalah sebuah proses
yang baru, di mana hasilnya tidak dapat diduga. Untuk hal tersebut, organisasi
belajar membutuhkan sebuah lingkungan yang tepat untuk berkembang, yang
merupakan lingkungan untuk refleksi dari tindakan dan hasil sebelumnya serta
disiapkan untuk sebuah hasil yang mungkin tidak diterima, disebabkan
ketidaksesuaian dengan budaya.
Perlu
diingat, bahwa sebuah ‘kegagalan’ itu bukanlah ‘kesalahan’, karena untuk
menjadi sukses diperlukan banyak usaha untuk mencoba. Maka karakteristik
organisasi belajar lainnya adalah eksplorasi berbagai kemungkinan, untuk
mencari sesuatu yang baru, produk inovatif, cara kerja dan lain-lain. Selama proses belajar itu, semua anggota organisasi akan saling mempengaruhi
kinerja yang lain, karena mereka akan saling beradaptasi dan bertukar pendapat,
dan itu akan berdampak pada proses selanjutnya.
Karakteristik
lainnya adalah percaya akan kemampuan organisasi itu sendiri, sehingga anggota
organisasi tersebut dapat mengeksplor ide-ide baru mereka tanpa perlu
diawasi/diarahkan langsung oleh manajer.
Dalam sebuah organisasi jangan lupa akan sebuah jaringan relasi, yang
menyangkut feedback yang akan berdampak pada tingkat ketergantungan. Walaupun
dalam perkembangannya organisasi belajar sangat terpengaruh oleh budaya dan
sejarah mereka, namun hal itu dapat diatasi. Dengan memahami karakteristik kompleks
sistem dan kompleksitas organisasi belajar memudahkan kita untuk bekerja
mencapai tujuan, bukan melawan budaya ataupun sejarah yang ada.
Karakteristik-karakteristik
tersebut menurut saya, hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Peter Senge,
yang tercakup dalam The Fifth Dicipline.
Di antaranya dalam hal berpikir sistem,
di mana organisasi dituntut harus dapat melihat pola perubahan secara
holistik, dengan paradigma bahwa itu semua saling berhubungan, berkaitan dan
mempengaruhi pada akhirnya. Belajar
beregu, yang menandakan bahwa organisasi yang belajar tidak akan membiarkan
para anggotanya belajar masing-masing, tetapi ia akan menyatukannya menjadi
sebuah tim. Karena belajar beregu akan menghasilkan lebih baik dibandingkan
sendiri. Jadi dalam sebuah organisasi yang belajar tidak akan ada kesenjangan
antara atasan dan bawahan, seperti contoh yang belajar hanya para atasan saja,
sedangkan OB (Office Boy) dan tukang satpam tidak perlu belajar. Serta visi bersama, organisasi yang
berhasil berusaha mempersatukan orang-orang berdasarkan identitas yang sama dan
perasaan senasib. Hal ini perlu dijabarkan dalam suatu visi yang dimiliki
bersama. Visi bersama ini bukan sekedar rumusan keinginan suatu organisasi
melainkan sesuatu yang merupakan keinginan bersama. Visi bersama adalah
komitmen dan tekad dari semua orang dalam organisasi, bukan sekedar kepatuhan
terhadap pimpinan.
Menilik berbagai
karakteristik yang dijabarkan di artikel dan rumusan dari Peter Senge, saya
meragukan bahwa organisasi (perusahaan) di Indonesia telah menerapkan organisasi
belajar secara utuh. Karena pada kenyataannya organisasi belajar tersebut masih
dipandang terlalu deskriptif dan konseptual, sehingga mengalami kesulitan
diterapkan secara aktual dalam praktek manajemen di berbagai perusahaan. Fakta di
lapangan yang sering saya lihat, belum semua pihak-pihak yang terkait dengan
organisasi tersebut belajar, kebanyakan hanya para atasannya saja yang belajar.
Selain itu masih banyak organisasi di Indonesia yang tidak percaya akan
kemampuannya sendiri, sehingga mereka tidak berani bereksplorasi atas berbagai
kemungkinan yang akan terjadi. Ditambah tidak adanya keterkaitan antara
organisasi belajar dan strategi SDM, karena segalanya masih dipandang secara
segmentik bukan sistemik.
No comments:
Post a Comment