Pages

25 June, 2013

Eliana dan Aku


“JANGAN HINA BAPAKKU!!”

Kalimat dalam bab awal di buku Eliana. Satu itu saja, sudah menguras airmataku. Urung kepalang, di bis tanpa malu mataku basah. Ya… tokoh eliana sang anak pemberani dan bapak sang bijak arif menyikapi kehidupan. Sungguh, keluarga mereka biasa. Tidak jauh berbeda dengan hidup milyaran orang di atas bumi ini. Hanya saja sejarah mereka tertulis walau fiksi. Sementara keluargaku tidak. 

Peran Eliana, Pukat, Burlian, Amelia, Delisa, Laisa dan sederet tokoh-tokoh fiksi lainnya adalah peran yang pernah berkelebat dalam hariku. Setiap hari kita selalu menjadi artis dan sutradara bagi film stripping kita sendiri. Namun, aku yakin kalimat yang kugumamkan ini, ‘ada peran di antara peran-peran dalam hidup kita, yang merupakan peran kita sebenarnya. Dan ada hari di antara hari-hari dalam hari kita yang sesungguhnya adalah milik kita.

Jadi apalagi yang dapat dipelajari hari ini. Dari buku ini, aku kembali disadarkan akan kekuatan BELIEVE (KEYAKINAN). Keyakinan akan janji pengharapan kehidupan lebih baik melalui pundak kita. Keyakinan cinta kasih orangtua, terutama mama. Keyakinan pendengaranNya atas doa kita. Keyakinan alam yang enggan namun tidak menolak uluran persahabatan dari kita. Keyakinan akan kebaikan kecil yang meliputi kehidupan kita akan menjadi raksasa teduh kehidupan nanti. Keyakinan akan adanya kuasa lain di luar kehendak kita.

Tidak ada yang baru di bawah matahari. Sejak dahulu hidup kita seputaran siklus saja. Nasihat dan berbagai kalimat canggih itu sesungguhnya hanyalah kalimat yang diulang-ulang dari zaman dahulu hingga detik ini. Bukti bahwa manusia teramat ‘sakit’ LUPA. Dan mengatasi lupa ini hanyalah satu. Dengan menulis. Kita tuliskan segala kejadian yang kita alami. Jadikan tulisan itu sebagai bahan muhasabah dan pengingat kita di saat kita dan orang lain lupa untuk mengingatnya.

Seperti lari marathon, kita tahan desakan ingin melaju kencang tanpa ada perencanaan matang. Akhirnya hanya malu yang didapat karena loyo di tengah perlombaan. Alangkah baiknya menahan diri sembari memperhitungkan langkah (berlari tenang dan KONSISTEN) untuk menyusun strategi agar memenangkan lomba tersebut. Begitulah hidup ini… paragraf terakhir ini sekedar stimulus untuk otakku yang agak kalut menyikapi perlombaan ‘kecepatan’ skripsi saat ini.

Adakah yang kalian dapatkan dari tulisan ini?
Jika tidak, Maaf sajalah. Aku menuliskannya memang bukan untuk kalian. Sekali lagi untuk diriku, agar aku tidak lupa. Heheh :D

Meta morfillah



No comments:

Post a Comment

Text Widget