Sabtu, 22 Juni 2013
Hari sabtu yang biasa kuhabiskan di
Bogor untuk beristirahat, kali ini berbeda. Aku menghabiskannya di ibukota,
menemani mama dengan segudang aktifitas pengajian dan berobat bulanannya.
Spesial, di hari ulang tahun kota Jakarta yang ke 486 tahun ini, aku habiskan
dengan belajar. Belajar speak with english,
belajar membuat brosur dengan potoshop dan belajar mencintai kamu, Jakarta.
Pagi kuawali dengan rutinitas bebenah
selayaknya anak gadis di rumah. Pukul 10.00 WIB berangkatlah aku menuju
komunitas Britzone yang sudah lama tak kudatangi karena menghabiskan weekend di
Bogor. Kali ini, kali pertama Saturday Class
Britzone dipindahtempatkan. Perpustakaan kementerian pendidikan nasional
yang biasa mewadahi komunitas ini sedang dipakai, sehingga kami harus mencari
tempat lain. Jatuhlah pilihan itu ke sebuah kafe kopi, bernama Coffee Institute
di Jalan Gunawarman, no. 71.
Sesampainya di kafe tersebut, saya
menemukan baru 3 orang saja yang hadir. Kak rina, as britzone president
2013, shivaji dash as book author
“Journey with the caterpillar” and his friend. Sembari menunggu yang lain,
kami berbincang sedikit dan memesan menu yang tertera di buku menu. Selagi yang
lain asyik berbincang, saya asyik mengamati interior di kafe tersebut.
Tempatnya cozy,
terkesan intelek, namun asyik. Menunya pun agak unik, dilihat dari namanya,
masalah harga yaa relatiflah.
Sekitar pukul 11.30 WIB kelas
dimulai. Agak miris sedari awal, menyayangkan sikap teman-teman Indonesia yang
tetap saja tidak disiplin waktu. Malu dengan Shivaji dan temannya yang in time, tiba
dari Singapura, memberikan talk show
cuma-cuma (di akhir, baru saya ketahui dari Ka Rina, bahwa shivaji yang mencari
Britzone, dia ingin berbagi dengan komunitas di Indonesia yang berbicara bahasa
Inggris. Ajaib, nama Britzonelah yang keluar ketika dia googling).
Shivaji, keturunan India, yang
menetap 7 tahun dan bekerja di Singapura, menuliskan sebuah buku (in english, of
course) berjudul “Journey with the caterpillar”. Bukunya menceritakan
pengalaman ia mengunjungi pulau Flores dan Sumba yang ia anggap mistis dan
miskin dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. Shivaji dan tunangannya (yang
sekarang telah jadi istrinya) sangat terinspirasi akan ritual dan kebiasaan hidup
masyarakat Flores dan Sumba. Dari pulau komodo, ia menceritakan mengapa komodo
diagungkan dan menjadi representatif masyarakat di sana. Hampir sama seperti
buaya, komodo adalah binatang yang setia dan hanya satu pejantan tertangguh di
kalangan komodo yang dapat memenangkan komodo betina. Hampir sama dengan
kenyataan masyarakat di pulau itu. Bahwa perbandingannya bisa 1:4, satu wanita
diperebutkan oleh empat lelaki dan lelaki tertangguhlah yang akan direstui
untuk menjadi suami wanita tersebut. Oh ya.. sistem kekerabatan pulau itu
ternyata mirip dengan suku Minangkabau, yaitu matrilineal (keturunan
berdasarkan garis ibu).
Shivaji yang pandai memotret pun
menyertakan foto-foto yang ia ambil, sehingga memperkuat visualisasi ceritanya.
Banyak sekali yang shivaji ceritakan, mengenai pulau Flores dan Sumba. Dari
rumah adat di tiap daerah, yang memiliki arti khusus dan nominal yang tidak
boleh diganggu gugat. Juga kasta dan ritual pengorbanan kerbau yang dihunus
oleh parang. Shivaji yang notabene bukan orang asli Indonesia menceritakan itu
semua jauh lebih lihai dan mengenal seakan ia sudah lama tinggal di sana. Hebat
sekali!
Saya jadi berpikir, malu tepatnya.
Saya sendiri belum sempat mengunjungi, atau bersilaturrahim ke daerah-daerah
Indonesia. Lantas sudah ingin sesumbar ke luar negeri, rasanya kok lebih asyik
ke luar daripada mengenal daerah sendiri, hm…. Lalu hal kedua yang saya tambah
malu, risetnya itu loohh. Shivaji benar-benar niat memperdalam pengenalannya
atas kebudayaan Indonesia, hingga ia bertanya lebih dalam ke masyarakat
sekitar. Melakukan pendekatan hingga mendapat informasi detil, walaupun
mengalami kesulitan berbahasa dengan masyarakat sekitar. Hal ini didukung oleh
pernyataan wartawan Tempo
Magazine yang datang khusus untuk meliput Shivaji. Wartawan wanita itu diam
menyimak karena penasaran apa yang akan disampaikan Shivaji. Wartawan tersebut
baru saja dinas ke Pulau Flores dan Sumba, sehingga ia pun tahu bagaimana
kenyataannya di sana. Awalnya ia mengira Shivaji hanya akan membeberkan hal biasa
yang telah ia ketahui. Nyatanya, shivaji benar-benar mengupas tuntas hingga
dalam, dan ia pun salut akan usaha Shivaji. Ia mengiyakan, bahwa tidak mudah
bersosialisasi dengan masyarakat sekitar karena keterbatasan bahasa.
Wow banget yah!!... hingga akhir
kelas, kami dibuat terpukau. Oh ya, awalnya menilik judul bukunya saya pikir
akan menceritakan tentang metamorfosa ulat menjadi kupu-kupu. Nyatanya malah
membahas perjalanan, itu membingungkan saya. Untunglah dijelaskan melalui
pertanyaan salah seorang anggota. Shivaji menjelaskan mengapa ia memilih judul
yang bila diartikan menjadi “Perjalanan bersama ulat”. Itu semua dikarenakan
alat transportasi yang ia naiki di kedua pulau tersebut selalu memiliki boneka
ulat yang sedang tersenyum di atas dashboardnya. Sehingga ia merasa, ke mana
pun ia melangkah, ulat itu selalu menemani. Unik yaah.. hehehe.
What a wonderful day!
Pukul 13.30 kelas pun berakhir. Saat
ingin bersiap, kami mendapat surprise.
Ternyata setelah acara kami, ada komunitas lain yang membooking kafe tersebut.
Komunitas itu bernama Polygout. Komunitas berbagai bahasa. Ada bahasa asing
seperti Inggris, Perancis, Jerman, dll. Ada juga bahasa daerah. Kami pun
berkenalan dan saling membagi info tentang komunitas kami. Keajaiban, mengapa
dalam satu hari ini kami dipertemukan dengan komunitas yang memiliki minat dan concern di satu
hal yaitu bahasa. Saya tertarik mengikuti kelas perancis, namun sayang ketika
saya bertanya pada penanggungjawabnya agak mengecewakan. Dia bilang, komunitas
ini bertujuan untuk mempertahankan level, sehingga bagi newbie yang sama
sekali blank
atau tidak terbiasa berbahasa Perancis di keseharian akan kasihan. Walaupun
saya pernah kursus 3 bulan, tapi saya sudah lupa tentang bahasa Perancis jadi
saya mengundurkan diri. Karena saya masih level A-1, sedangkan prasyarat
minimalnya adalah A-2. Yaah… di britzone saja, walau sudah gabung sejak
Februari 2013, saya tetap menjadi silent listener.
Masih malu dan gagap untuk speak up..
Tapi tak apa, mungkin memang saya
agak lama belajar. Toh setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing, yang
penting niat belajar itu tetap ada. Longlife learning.
Sekian.
With love,
Meta morfillah
Terima kasih untuk menghadiri, Meta. Dan terima kasih banyak untuk Anda sangat baik dan mendorong kata.
ReplyDeleteShivaji