Pages

11 June, 2013

Sesaat demi sesaat

Apa organ paling penting dalam hidup kita?

Otak? Jantung?

Dalam hadits dibilang adalah hati. Dan mungkin memang nyata. Pernah dengar orang yang meninggal tiba-tiba bangun kembali? Padahal jantung dan organ lainnya sudah dikatakan non aktif, tak berfungsi? Itu adalah karena hatinya. Hati di sini bukanlah sebuah organ terbesar di tubuh kita yang berada di sebelah kanan rongga perut. Melainkan hati yang lebih identik dengan ruh jiwa kita, perasaan/pikiran. Begitu mudahnya hati (perasaan/pikiran) ini terbolak-balik. Jangan heran dalam tiap detik seseorang bisa tiba-tiba menangis lalu tersenyum. Untuk itulah kita selalu berlindung pada Sang Maha pembolak-balik hati kita. Karena seringkali kita tak cepat tanggap dan kesulitan memenej perubahan hati tersebut.

Bahkan ketakwaan, seperti grafik yang membentuk kurva naik turun. Begitu dinamis, bisa begitu tajam naik dan bisa begitu tajam turun grafiknya. Itu sungguh manusiawi. Maka sungguh luar biasa manusia yang berusaha melampaui batas dan mendongkrak imannya agar tak berada di bawah garis normal kurva tersebut.

Jangan malu bila kita masih berbuat salah dan STMJ (Solat Terus Maksiat Jalan). Mungkin memang belum bisa sempurna, tapi cobalah kawan bila kau lakukan satu kesalahan, gantilah dengan dua kebajikan. Jangan merasa dirimu munafik. Sesungguhnya itu lebih baik daripada kau menganggap sepele perbuatan baikmu dan meneruskan kemaksiatanmu tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

Jika kau tidak bisa, camkanlah cerita ini baik-baik kawan...

Satu hari, Abu Bakar berkunjung dan menanyakan kabar Hanzhalah, “Hanzhalah telah menjadi munafik!” jawab Hanzhalah sendu.

“Subhanallah,” hardik Abu Bakar, “Apa yang engkau ucapkan?”

“Aku sering bersama Rasulullah,” kata Hanzhalah, “Beliau mengingatkan surga dan neraka seolah-olah aku melihatnya dengan mata kepala. Namun ketika aku keluar dari sisi beliau, lalu bercengkerama dengan anak-anak serta sibuk dengan pekerjaan, aku pun banyak melupakannya. Semua bayangan tentang Allah, surga, neraka seakan tak bersisa.”

“Demi Allah! Sesungguhnya kami juga merasakan hal seperti itu!” sahut Abu Bakar.

Mereka kemudian menanyakan kepada rasulullah mengapa mereka selalu mengingat jelas gambaran Allah, surga dan neraka saat bersama Rasul, namun seketika lupa ketika beranjak dari sisi Rasul dan ditelan rutinitas harian.
Rasulullah tersenyum.

 “Demi Dzat yang jiwaku di tanganNYA,” demikian sabda beliau, “Seandainya kalian selalu dalam keadaan sebagaimana ketika kalian ada di sisiku dan dalam berdzikir, niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur  dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi SESAAT DEMI SESAAT, wahai Hanzhalah, SESAAT DEMI SESAAT, wahai Hanzhalah, SESAAT DEMI SESAAT, wahai Hanzhalah!”.

Bayangkan, para sahabat pun bersikap begitu manusiawi. Dan Rasul serta Allah memaklumi sifat kekhilafan insan (insan dalam bahasa arab artinya adalah lupa). Maka perhatikanlah... SESAAT DEMI SESAAT. Itulah anugerah terbesar kita. Adanya berkah WAKTU dan penghargaan besar terhadap PROSES perubahan diri.

NIATkan...NIATkan...

Sesaat demi sesaat.

Meta morfillah
-Dalam Dekapan Ukhuwah-


No comments:

Post a Comment

Text Widget