Apa organ paling
penting dalam hidup kita?
Otak? Jantung?
Dalam hadits
dibilang adalah hati. Dan mungkin memang nyata. Pernah dengar orang yang
meninggal tiba-tiba bangun kembali? Padahal jantung dan organ lainnya sudah
dikatakan non aktif, tak berfungsi? Itu adalah karena hatinya. Hati di sini
bukanlah sebuah organ terbesar di tubuh kita yang berada di sebelah kanan
rongga perut. Melainkan hati yang lebih identik dengan ruh jiwa kita,
perasaan/pikiran. Begitu mudahnya hati (perasaan/pikiran) ini terbolak-balik.
Jangan heran dalam tiap detik seseorang bisa tiba-tiba menangis lalu tersenyum.
Untuk itulah kita selalu berlindung pada Sang Maha pembolak-balik hati kita.
Karena seringkali kita tak cepat tanggap dan kesulitan memenej perubahan hati
tersebut.
Bahkan
ketakwaan, seperti grafik yang membentuk kurva naik turun. Begitu dinamis, bisa
begitu tajam naik dan bisa begitu tajam turun grafiknya. Itu sungguh manusiawi.
Maka sungguh luar biasa manusia yang berusaha melampaui batas dan mendongkrak
imannya agar tak berada di bawah garis normal kurva tersebut.
Jangan malu bila
kita masih berbuat salah dan STMJ (Solat Terus Maksiat Jalan). Mungkin memang
belum bisa sempurna, tapi cobalah kawan bila kau lakukan satu kesalahan,
gantilah dengan dua kebajikan. Jangan merasa dirimu munafik. Sesungguhnya itu
lebih baik daripada kau menganggap sepele perbuatan baikmu dan meneruskan
kemaksiatanmu tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
Jika kau tidak
bisa, camkanlah cerita ini baik-baik kawan...
Satu hari, Abu
Bakar berkunjung dan menanyakan kabar Hanzhalah, “Hanzhalah telah menjadi
munafik!” jawab Hanzhalah sendu.
“Subhanallah,”
hardik Abu Bakar, “Apa yang engkau ucapkan?”
“Aku sering
bersama Rasulullah,” kata Hanzhalah, “Beliau mengingatkan surga dan neraka
seolah-olah aku melihatnya dengan mata kepala. Namun ketika aku keluar dari
sisi beliau, lalu bercengkerama dengan anak-anak serta sibuk dengan pekerjaan,
aku pun banyak melupakannya. Semua bayangan tentang Allah, surga, neraka seakan
tak bersisa.”
“Demi Allah!
Sesungguhnya kami juga merasakan hal seperti itu!” sahut Abu Bakar.
Mereka kemudian
menanyakan kepada rasulullah mengapa mereka selalu mengingat jelas gambaran
Allah, surga dan neraka saat bersama Rasul, namun seketika lupa ketika beranjak
dari sisi Rasul dan ditelan rutinitas harian.
Rasulullah
tersenyum.
“Demi Dzat
yang jiwaku di tanganNYA,” demikian sabda beliau, “Seandainya kalian selalu
dalam keadaan sebagaimana ketika kalian ada di sisiku dan dalam berdzikir,
niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur dan
di jalan-jalan kalian. Akan tetapi SESAAT DEMI SESAAT, wahai Hanzhalah, SESAAT
DEMI SESAAT, wahai Hanzhalah, SESAAT DEMI SESAAT, wahai Hanzhalah!”.
Bayangkan, para
sahabat pun bersikap begitu manusiawi. Dan Rasul serta Allah memaklumi sifat
kekhilafan insan (insan dalam bahasa arab artinya adalah lupa). Maka
perhatikanlah... SESAAT DEMI SESAAT. Itulah anugerah terbesar kita. Adanya
berkah WAKTU dan penghargaan besar terhadap PROSES perubahan diri.
NIATkan...NIATkan...
Sesaat demi
sesaat.
Meta morfillah
-Dalam
Dekapan Ukhuwah-
No comments:
Post a Comment