30 April 2011 at
19:40
“Scripta
Manent Verba Volent”
Kalimat
ini diambil dari bahasa Yunani yang artinya segala sesuatu yang dituliskan
akan selalu diingat, dan yang diucapkan akan menghilang. Ia kutemukan saat
menyusun proposal pelatihan jurnalistik. Walau bukan kalimat pertama yang
memicuku untuk menulis, namun ia adalah kalimat yang selalu kuingat. Bila
ditanya apa inspirasiku menulis? Inspirasiku adalah kamu. Ya.. kamu, kamu dan
kamu. Namun bila kalian bertanya mengapa aku menulis? Jawabannya adalah
karena scripta manent verba volent dan untuk mengikat
ilmu yang ku miliki. Menulis akan membuat jejak bagi ilmu yang pernah kita dapatkan.
Dan menulis membuat pengetahuan yang telah kau dapatkan mengendap lebih lama.
Bahkan jika kau melupakan atau terlupakan perihal pengetahuan tersebut,
tulisanmu dapat kau baca ulang. Itulah menulis yang dikatakan mengikat ilmu.
Benar sekali pepatah yang mengatakan “Ikatlah ilmu dengan pena”.
Begitu banyak
inspirasi aku menulis. Dari seonggok buku tua berdebu yang ku baca, seekor
cicak jatuh di kakiku, gerombolan orang yang datang ke pameran buku dan
komputer, raut muka mama yang lelah, tangis keponakanku, bahkan kejadian yang
ku alami seharian. Menulis dan membaca adalah kakak-adik kandung. Mereka tak
dapat dipisahkan. Aku membaca setiap hari. Membaca jari yang resah
mempermainkan ujung rambut seorang perempuan yang menunggu busway di shelter.
Membaca raut muka dosen melihat anak didiknya acuh tak acuh saat dia
menerangkan. Membaca siulan senang seorang teman lelaki yang baru saja jadian.
Membaca buku-buku yang mengantarkanku ke dunia utopia, imajinasi, kekerasan,
pahitnya hidup dan negeri di awan.
Menulis ibarat
iman bagiku. Ia turun naik. Terkadang aku dapat sangat produktif membuat lima
tulisan dalam sehari. Terkadang satu bulan aku tak ingin menulis. Jangan
ditiru! J. Tapi selalu ada yang hilang saat aku tak menulis. Sisi ruang hatiku
hampa. Sesak.. karena menulis adalah katarsisku. Tempat aku mencurahkan segala
pikiranku. Ide-ideku, kebodohan-kebodohanku, pelajaran-pelajaranku, pendewasaan
hidupku, dan segala kecamuk yang terlintas atau terlibas dalam lobus memory
otakku.
Sejujurnya,
telah lama aku menulis. Usia lima tahun aku suka membuat puisi. Topi, vas bunga
adalah judul puisi pertamaku. Namun aku tak begitu mengerti kemana akan
kusalurkan tulisan-tulisan itu. Maka aku berhenti sejenak. Dimulai lagi ketika
kelas empat SD, aku ikut lomba deklamasi puisi dalam rangka hari kemerdekaan.
Kubuat sendiri puisi itu, berjudul “Demokrasi”. Namun tak meraih kemenangan.
Hatiku pun ciut dan semu. Malu.
Tahun demi tahun
terlewati.. hingga ada sebuah peristiwa besar di hidupku. Peristiwa itu adalah
kematian ayahku saat aku kelas enam SD. Begitu ingin aku menulis keluh kesah
kesedihanku, namun menulis saat itu menyakitkan. Mengapa? Karena sebelumnya aku
selalu didukung oleh ayahku untuk menulis. dia yang pertama mengapresiasi
tulisanku sebelum kuperlihatkan pada orang lain. Lalu kini? Ia tiada. Dan
menulis hanyalah menjadi luka bagiku. Walau menulis merupakan bagian tak
terpisahkan bagi hidupku. Aku berhenti menuliskan kisahku dan berbagai pikiran
baruku. Tetapi aku menulis dengan cara lain. Mencatat. Ya..sebatas mencatat
rumus, latihan yang diberikan di sekolah.
Aku bagai tidur
sembari berjalan. Hingga aku membaca tulisan teman kuliahku. Ia bernama Dida.
Pria yang aneh namun baik. Mengapa aneh? Karena ia amat pendiam, tapi ternyata
sangat ‘cerewet’ menulis. Berbagai puisi ia goreskan tiap harinya. Selalu
ia publish di fasilitas note facebook. Pertama
kali aku membaca puisinya, aku sering kali mengerutkan dahi. Sungguh aku tak
mengerti apa yang ia goreskan. Sering aku berkomentar menanyakan apa maksud
puisinya. Dan dida menyiratkan maksud puisi tersebut dengan permainan diksi
katanya. Lalu ia sering meminjamkan buku-buku ‘berat’ padaku. Seperti “Musashi”
karya Eiji Yoshikawa, “Capita Selecta” karya M. Natsir serta memperkenalkanku
pada “Catatan Pinggir” karya Gunawan Moehammad. Buku-buku itu membuka cakrawala
baru bagi duniaku. Mereka menjelma seperti daratan luas di seberang pulauku.
Dan aku mengayuh keras hingga kunikmati pemandangan indah yang ada di daratan
itu. Dari bacaan fiksi dan komik, aku mulai beralih pada isu kehidupan. Social,
sastra, pendidikan, filsafat, dan beragam lainnya.
Berbagai bacaan
itu menyelusup ke dalam lobus memory otak kecilku. Dan
mendesak keluar ingin diingat. Maka otakku memerintahkan tanganku untuk
memegang laptop, mulai mengetik dan menyimpannya dalam sebuah folder yang
kuberi nama “my words”. Namun tak cukup sampai di sana. Aku ingin sekali
berbagi dengan temanku. Maka ku publish di note
facebook. Tanpa disangka, ternyata respon teman-temanku sangat baik.
Mereka bilang tulisanku bagus. Mereka menge-like dan memberi
beragam pujian serta motivasi padaku untuk terus menulis. Subhanallah…tak
pernah ku bayangkan bahwa tulisan awalku yang berupa puisi pendek itu sangat
dihargai. Sehingga timbullah rasa sayangku untuk menulis dan terus berbagi
dengan temanku melalui facebook.
Mengapa hanya
lewat facebook? Karena di facebook lebih interaktif dan up
to date. Tidak seperti blog, multiply, warung puisi ataupun
kompasiana. Aku memiliki semua account tersebut, namun
aku sudah terlalu nyaman dengan facebook. Karena dari sana juga aku
banyak belajar menulis. Berteman dengan para penulis, dari yang ternama seperti
Tere Liye, Asma Nadia, Pipiet Senja, Gol A Gong. Lalu penulis yang yang
memotivasi menulis seperti Mbak Fiani Gee, Mas Awy, Mbak Nunu El Fasa dan
lainnya. Hingga penulis yang cinta menulis walaupun belum ada karya yang terbit
untuk diperjualbelikan menjadi best seller. Begitu juga dengan
berbagai penerbit.
Dari menulislah
aku mendapatkan banyak kenalan, teman dan sahabat pena. Sering pula aku ikuti
lomba-lomba yang beredar di jejaring social ini. Contohnya seperti lomba “Long
Distance Friendship” yang dibuat oleh Mbak Fiani Gee dan Mas Abrar. Walaupun
naskahku tidak terpilih dan gugur dalam 100 cerita terpilih. Tapi aku sangat
bahagia, tulisan itu membawakan aku pada seorang sahabat yang hingga kini belum
kutemui karena masalah jarak dan kesibukan. Hingga saat ini, aku bertambah
teman lagi. Yaitu mbak Tri Lego Indah, yang menyelenggarakan lomba inspirasi
menulis ini. Alhamdulillah…begitu banyak yang kudapatkan sejak aku mencintai
menulis. Semoga yang kutuliskan kali ini pun dapat menginspirasi dan
terinspirasi lagi untuk menulis J.
P. s : Hingga
detik ini saya masih terus belajar menulis. Terutama cerpen, yang terlalu
sering monoton dan ditolak redaksi. Jadi ku perbaiki dengan
menulis..menulis…dan menulis. Semoga dapat ku capai hal tersebut. Terima kasih
J
meta
‘morfillah’
-MAAF ye da,
sering ngecengin. Tapi MAKASIH udah jadi trigger tha untuk nulis lagi. Ga nyangka
kan nte bisa jadi sumber inspirasi!? Heheheheh *pengakuan mode ON*-
No comments:
Post a Comment