Pages

11 June, 2013

Scripta manent verba volent (Tidak lolos 21 naskah terbaik dlm lomba "INSPIRASIKU MENULIS")

30 April 2011 at 19:40

Scripta Manent Verba Volent”

Kalimat  ini diambil dari bahasa Yunani yang artinya segala sesuatu yang dituliskan akan selalu diingat, dan yang diucapkan akan menghilang. Ia kutemukan saat menyusun proposal pelatihan jurnalistik. Walau bukan kalimat pertama yang memicuku untuk menulis, namun ia adalah kalimat yang selalu kuingat. Bila ditanya apa inspirasiku menulis? Inspirasiku adalah kamu. Ya.. kamu, kamu dan kamu. Namun bila kalian bertanya mengapa aku menulis? Jawabannya adalah karena scripta manent verba volent  dan untuk mengikat ilmu yang ku miliki. Menulis akan membuat jejak bagi ilmu yang pernah kita dapatkan. Dan menulis membuat pengetahuan yang telah kau dapatkan mengendap lebih lama. Bahkan jika kau melupakan atau terlupakan perihal pengetahuan tersebut, tulisanmu dapat kau baca ulang. Itulah menulis yang dikatakan mengikat ilmu. Benar sekali pepatah yang mengatakan “Ikatlah ilmu dengan pena”.

Begitu banyak inspirasi aku menulis. Dari seonggok buku tua berdebu yang ku baca, seekor cicak jatuh di kakiku, gerombolan orang yang datang ke pameran buku dan komputer, raut muka mama yang lelah, tangis keponakanku, bahkan kejadian yang ku alami seharian. Menulis dan membaca adalah kakak-adik kandung. Mereka tak dapat dipisahkan. Aku membaca setiap hari. Membaca jari yang resah mempermainkan ujung rambut seorang perempuan yang menunggu busway di shelter. Membaca raut muka dosen melihat anak didiknya acuh tak acuh saat dia menerangkan. Membaca siulan senang seorang teman lelaki yang baru saja jadian. Membaca buku-buku yang mengantarkanku ke dunia utopia, imajinasi, kekerasan, pahitnya hidup dan negeri di awan.

Menulis ibarat iman bagiku. Ia turun naik. Terkadang aku dapat sangat produktif membuat lima tulisan dalam sehari. Terkadang satu bulan aku tak ingin menulis. Jangan ditiru! J. Tapi selalu ada yang hilang saat aku tak menulis. Sisi ruang hatiku hampa. Sesak.. karena menulis adalah katarsisku. Tempat aku mencurahkan segala pikiranku. Ide-ideku, kebodohan-kebodohanku, pelajaran-pelajaranku, pendewasaan hidupku, dan segala kecamuk yang terlintas atau terlibas dalam lobus memory otakku.

Sejujurnya, telah lama aku menulis. Usia lima tahun aku suka membuat puisi. Topi, vas bunga adalah judul puisi pertamaku. Namun aku tak begitu mengerti kemana akan kusalurkan tulisan-tulisan itu. Maka aku berhenti sejenak. Dimulai lagi ketika kelas empat SD, aku ikut lomba deklamasi puisi dalam rangka hari kemerdekaan. Kubuat sendiri puisi itu, berjudul “Demokrasi”. Namun tak meraih kemenangan. Hatiku pun ciut dan semu. Malu.

Tahun demi tahun terlewati.. hingga ada sebuah peristiwa besar di hidupku. Peristiwa itu adalah kematian ayahku saat aku kelas enam SD. Begitu ingin aku menulis keluh kesah kesedihanku, namun menulis saat itu menyakitkan. Mengapa? Karena sebelumnya aku selalu didukung oleh ayahku untuk menulis. dia yang pertama mengapresiasi tulisanku sebelum kuperlihatkan pada orang lain. Lalu kini? Ia tiada. Dan menulis hanyalah menjadi luka bagiku. Walau menulis merupakan bagian tak terpisahkan bagi hidupku. Aku berhenti menuliskan kisahku dan berbagai pikiran baruku. Tetapi aku menulis dengan cara lain. Mencatat. Ya..sebatas mencatat rumus, latihan yang diberikan di sekolah.

Aku bagai tidur sembari berjalan. Hingga aku membaca tulisan teman kuliahku. Ia bernama Dida. Pria yang aneh namun baik. Mengapa aneh? Karena ia amat pendiam, tapi ternyata sangat ‘cerewet’ menulis. Berbagai puisi ia goreskan tiap harinya. Selalu ia publish di fasilitas note facebook. Pertama kali aku membaca puisinya, aku sering kali mengerutkan dahi. Sungguh aku tak mengerti apa yang ia goreskan. Sering aku berkomentar menanyakan apa maksud puisinya. Dan dida menyiratkan maksud puisi tersebut dengan permainan diksi katanya. Lalu ia sering meminjamkan buku-buku ‘berat’ padaku. Seperti “Musashi” karya Eiji Yoshikawa, “Capita Selecta” karya M. Natsir serta memperkenalkanku pada “Catatan Pinggir” karya Gunawan Moehammad. Buku-buku itu membuka cakrawala baru bagi duniaku. Mereka menjelma seperti daratan luas di seberang pulauku. Dan aku mengayuh keras hingga kunikmati pemandangan indah yang ada di daratan itu. Dari bacaan fiksi dan komik, aku mulai beralih pada isu kehidupan. Social, sastra, pendidikan, filsafat, dan beragam lainnya.

Berbagai bacaan itu menyelusup ke dalam lobus memory otak kecilku. Dan mendesak keluar ingin diingat. Maka otakku memerintahkan tanganku untuk memegang laptop, mulai mengetik dan menyimpannya dalam sebuah folder yang kuberi nama “my words”. Namun tak cukup sampai di sana. Aku ingin sekali berbagi dengan temanku. Maka ku publish di note facebook. Tanpa disangka, ternyata respon teman-temanku sangat baik. Mereka bilang tulisanku bagus. Mereka menge-like dan memberi beragam pujian serta motivasi padaku untuk terus menulis. Subhanallah…tak pernah ku bayangkan bahwa tulisan awalku yang berupa puisi pendek itu sangat dihargai. Sehingga timbullah rasa sayangku untuk menulis dan terus berbagi dengan temanku melalui facebook.

Mengapa hanya lewat facebook? Karena di facebook lebih interaktif dan up to date. Tidak seperti blog, multiply, warung puisi ataupun kompasiana. Aku memiliki semua account  tersebut, namun aku sudah terlalu nyaman dengan facebook. Karena dari sana juga aku banyak belajar menulis. Berteman dengan para penulis, dari yang ternama seperti Tere Liye, Asma Nadia, Pipiet Senja, Gol A Gong. Lalu penulis yang yang memotivasi menulis seperti Mbak Fiani Gee, Mas Awy, Mbak Nunu El Fasa dan lainnya. Hingga penulis yang cinta menulis walaupun belum ada karya yang terbit untuk diperjualbelikan menjadi best seller. Begitu juga dengan berbagai penerbit.

Dari menulislah aku mendapatkan banyak kenalan, teman dan sahabat pena. Sering pula aku ikuti lomba-lomba yang beredar di jejaring social ini. Contohnya seperti lomba “Long Distance Friendship” yang dibuat oleh Mbak Fiani Gee dan Mas Abrar. Walaupun naskahku tidak terpilih dan gugur dalam 100 cerita terpilih. Tapi aku sangat bahagia, tulisan itu membawakan aku pada seorang sahabat yang hingga kini belum kutemui karena masalah jarak dan kesibukan. Hingga saat ini, aku bertambah teman lagi. Yaitu mbak Tri Lego Indah, yang menyelenggarakan lomba inspirasi menulis ini. Alhamdulillah…begitu banyak yang kudapatkan sejak aku mencintai menulis. Semoga yang kutuliskan kali ini pun dapat menginspirasi dan terinspirasi lagi untuk menulis J.

P. s : Hingga detik ini saya masih terus belajar menulis. Terutama cerpen, yang terlalu sering monoton dan ditolak redaksi. Jadi ku perbaiki dengan menulis..menulis…dan menulis. Semoga dapat ku capai hal tersebut. Terima kasih J

 meta ‘morfillah’

-MAAF ye da, sering ngecengin. Tapi MAKASIH udah jadi trigger tha untuk nulis lagi. Ga nyangka kan nte bisa jadi sumber inspirasi!? Heheheheh *pengakuan mode ON*-


No comments:

Post a Comment

Text Widget