Yess.. berlepas dari musyrik atau
apa, aku mencoba keberanian mendaftar di stand tarot. Bukan untuk
mempercayainya atau berharap mendengar kabar bahagia di standa (yang sering
dibilang ramalan). Melainkan untuk memuaskan rasa ingin tahuku akan cara kerja
kartu tarot tersebut. Bagiku kartu itu hanyalah media, pembaca kartunya adalah
konselor yang mencoba membaca tanda-tanda dari kemungkinan (teori probabilitas)
kartu yang diambil secara acak (namun nyatanya di dunia ini segalanya sudah
diatur, tidak ada yang acak) oleh subjek yang akan dibaca.
Tiba giliranku (yang didahulukan
7 orang sebelumku oleh panitia, karena aku melancarkan pendekatan “bikin gak
enak hati”) dibaca oleh pembaca kartu tarot bernama Dania. Ada tiga hal yang
iseng ingin kuketahui. Yaitu karir, keluarga, dan jodoh. Namun karena hanya
dibatasi menjadi dua pertanyaan, maka aku bertanya tentang karir dan jodoh. Isu
yang krusial di posisiku saat ini. Lalu hal ini menjadi menarik setelah
berkonsultasi, kira-kira begini percakapan konsultasinya…
Pertanyaan: karir
“Apa kamu merasa nyaman di tempatmu bekerja sekarang?”
“Belum sepenuhnya… lebih mendekati kurang nyaman.”
“Yang saya lihat di sini (berdasarkan kartu), kamu bagus dan cemerlang
di perusahaanmu sekarang. Kemungkinan kamu akan dapat jabatan tinggi, dan
pembelajaran yang makin membentuk dirimu. Tapi memang ada keraguan di dirimu. Kamu
galau. Setengah-setengah. Makanya saya bertanya, apakah kamu nyaman dengan
profesimu saat ini, karena kenyamanan inilah yang akan menentukan langkah kamu
selanjutnya.”
“Lalu?”
“Saran saya, jika kamu kurang nyaman, maka kamu harus memutuskan. Buatlah
deadline untuk dirimu, akan berapa lama bekerja di kantor yang sekarang ini. Misal,
tiga bulan lagi, atau setahun lagi. nah sementara kamu menunggu tibanya
deadline kamu, kamu harus mencari-cari tempat lain. Menjemput peluang, karena
peluang adalah diciptakan bukan ditunggu. Kebiasaan jelekmu adalah menunggu. Lalu
kamu tidak tegaan untuk bilang ‘tidak’ ketika tiba di deadline yang ditentukan.
kamu harus tegas, karena mereka akan membuatmu merasa di zona nyamanmu lagi
ketika kamu ingin meninggalkan mereka di hari deadlinemu itu. Kamu tahu Law Of
Attraction (LOA)?”
“Yaa… tahu, semacama mestakung.. semesta mendukung.”
“Yaa… itulah yang kamu butuhkan. Kamu akan selalu mendapatkan apa yang
kamu inginkan, jika kamu yakin dan menerapkan prinsip LOA itu. Tinggal kamu
niatkan keras dalam hati, lalu kamu upayakan sekeras hati, maka kamu akan
mencapai posisi yang hebat. Tapi jangan jadikan kata-kata saya sebagai pedoman
pakem. Karena keputusan tetap di tanganmu. Kalau kamu merasa ga nyaman walaupun
bagus ke depannya buat kamu, ya tinggalkan.”
“Oke.. saya mengerti. Lalu masih ada lagikah?”
“Tidak… pertanyaan selanjutnya. Antara keluarga dan jodoh, mana yang
mau kamu tanyakan.”
Pertanyaan kedua: Jodoh
“Kamu single atau sudah menikah?”
“Single”
“Kamu mencari pacar atau lelaki yang serius untuk menikah”
“Serius untuk menikah”
“Boleh tahu kriteria lelaki yang kamu cari?”
“Hmm… mau belajar.”
“Apalagi…”
“Udah itu aja.”
“Tidak… masih terpendam. Saya nanya serius. Apakah kamu mau lelaki yang
islamnya kuat, menerima kamu, harus disebutkan spesifik.”
“Yaa.. saya mau yang beriman, tidak haru kuat islamnya, masih biasa pun
tak apa asal dia mau belajar seperti
saya. Lalu menerima keluarga saya apa adanya, dan punya penghasilan sehingga
tidak membebani orang tua.”
“Okee… agamanya cukup bagus, mau belajar, menerima keluarga kamu,
berpenghasilan dan mengerti dirimu. Itu kan? Ada lima kriteria…”
“Yaa…”
“Nah… kamu terlalu banyak mau. Menuntut begitu tinggi, berharap
kualitas mereka sama dengan kualitasmu yang sudah tertempa. Kamu lupa, bahwa
kita semakin defisit. Harus kita akui, bahkan saya sendiri harus rela mengakui,
bahwa kualitas lelaki semakin menurun. Sedangkan kualitas perempuan semakin
meningkat. Inilah penyebab banyaknya perempuan yang tidak mendapat pasangan. Kamu
begitu berkualitas, namun kamu lupa untuk tidak berharap banyak pada lelaki
kita. Karena untuk mencari lelaki yang berkomitmen membangun rumah tangga saja,
sekarang makin sulit. Kebanyakan hanya ingin main-main. Saya lihat, kamu banyak
dicintai. Namun kebimbangan ada pada dirimu sendiri. Kamu bingung dan merasa
belum mendapatkan yang ‘klik’. Yang bisa menyejajari langkahmu. Saran saya, kamu
harus mengurangi kriteriamu. Maksimal criteria yang ideal adalah tiga saja. Misal,
kamu ingin dia beriman, mau belajar dan menerima keluargamu. Maka jika
terkadang dia tidak mengerti dirimu, kamu harus maklum. Sulit mencari lelaki
yang kamu impikan, karena kualitasmu yang sudah terasah. Kamu harus mulai
berdamai dan mengalah pada kenyataan. Jika kamu bisa berdamai, dalam waktu
dekat harusnya kamu menemukannya. Karena kamu mudah dicintai. Tapi kalau kamu
masih sulit berdamai, saya lihat belum dalam waktu dekat ini. Kemungkinan tahun
depan.”
“Berdamai? Itu yang sedang saya lakukan sekarang.”
“Yaa… kamu sedang patah hati pada mereka yang tak memperjuangkanmu
lebih lanjut.”
“Yaa… ada lagi?”
“Sudah.. itu saja.. semoga kamu bahagia.”
“Baiklah… terima kasih banyak dania atas pencerahan melalui konseling
tarotnya.”
Tidak… saya tidak lantas
menjadikannya sabda yang harus saya jadikan pedoman hidup saya sekarang. Saya sudah
memegang control hidup saya. Namun, konseling tarot itu sedikit banyak
merupakan repetisi dan pengingat akan jawaban atas pertanyaan saya. Semacam sesi
konseling… persis sama seperti yang dikatakan mama, kakak, pak boss dan
orang-orang yang menyayangi saya…
Karena hidup adalah apa yang terjadi padamu saat ini, di saat kau begitu sibuk merencanakan seperti apa hidupmu nanti.
Terima kasih.
Di suatu perenungan,
Meta morfillah
No comments:
Post a Comment