Mereka berkenalan di stasiun. Setelah
sang lelaki tertangkap basah memandangi wanita itu. Kereta tujuan mereka sama,
menyebabkan waktu berbincang mereka semakin panjang. Sang lelaki turun di sua
stasiun sebelum stasiun terakhir, di mana stasiun terakhir adalah stasiun
tujuan sang wanita. Namun sejak pertemuan kedua di stasiun, sang lelaki
merelakan mengantar sang wanita hingga ke rumahnya. Lalu pulang menaiki bus
menuju rumahnya setelah memastikan sang wanita baik-baik saja.
Usia mereka mendekati paruh baya.
Sama-sama pernah mencintai dan dicintai. Sakit hati dan menyakiti. Terlebih untuk
sang wanita, telah lama ia tak mempercayai lelaki untuk hadir di hidupnya. Telah
lama ia tak meyakini akan cinta untuk hadir di hidupnya. Firasatnya mengatakan
demikian. Itulah sebab wanita itu bergabung dengan sebuah perkumpulan bernama “Firasat”,
di mana anggotanya adalah orang-orang yang merasakan sebuah keistimewaan karena
firasat mereka akan suatu hal yang belum terjadi selalu tepat. Kegiatan perkumpulan
yang menyebabkan ia harus menaiki kereta api dan bertemu dengan sang lelaki.
**
“Aku memiliki sebuah firasat,
bahwa dia tidak akan bertahan lama dan pada akhirnya akan meninggalkanku juga.”
Kata sang wanita berkata pada salah satu teman dekatnya di perkumpulan Firasat.
“Lalu? Mengapa tak kau tinggalkan
ia segera? Bukankah firasatmu jauh lebih tepat dibandingkan firasat kami di
sini?”
“Aku merasa nyaman dengan
kehadirannya. Untuk kali pertama ini, aku ingin mencoba menentang firasatku. Aku
ingin mengubah takdir.”
“Wow… kau hebat. Semoga kau
beruntung!”
“Tapi…. Hatiku tidak tenang. Aku merasakan
sesak dalam dadaku. Masih ada kenangan dan jejaknya yang membuatku tak pernah
percaya bahwa nyaman ini memang untukku.”
“Kalau begitu, menulislah di
dinding firasat. Semoga itu dapat mengusir resahmu.”
“Baiklah… akan kucoba. Terima kasih,
Elora.”
Selesai pertemuan, wanita itu
menuliskan segala keresahan hatinya di dalam surat yang terpajang kemudian di
dinding firasat. Setelah menulis, sang wanita merasa tenang dan siap membuka
hatinya pada sang lelaki, karena segala keraguan akan lelaki itu ia tinggalkan
bersama surat tersebut.
**
Sudah seminggu sang lelaki tak
menghubunginya. Hal itu sangat aneh, mengingat mereka berdua sangat intens
berkomunikasi sebelumnya. Hal itu terjadi semenjak sang wanita memajang surat
keresahannya di dinding Firasat. Sang wanita bingung, tapi ia tak mau terlihat
menaruh harapan pada sang lelaki. Maka ia mencoba melupakan segala kenangan
dengan lelaki itu. Mengubur kembali perasaannya, dan berjanji untuk lebih
mendengarkan firasatnya saja. Ia terjebak.
**
Seminggu yang lalu, sang lelaki
mengantarkan salah satu temannya ke sebuah pertemuan. Di pertemuan itu, ia
tertarik dengan tulisan-tulisan yang terpajang di salah satu dinding dengan ornamen
indah bertuliskan “Dinding Firasat”. Saat ia asyik mengamati ornament dinding
itu, tak sengaja ia menemukan sebuah tulisan dengan nama seorang wanita yang
menggelitik hatinya. La vie. Nama wanita yang sedang ia dekati. Rasa ingin
tahunya membuncah, dan ia merasa yakin bahwa itu adalah La vie-nya. Lalu ia
teringat, memang La vie sering ke daerah ini untuk sebuah pertemuan bernama
Firasat. Ia bertanya pada temannya, apakah temannya mengenal La vie-nya. Sayang
sekali, La vie telah pulang setelah menulis di dinding firasat. Ternyata mereka
tidak berjodoh untuk bertemu.
Lalu lelaki itu kembali menuju
dinding firasat dan membaca tulisan La vie. Ia tersentak. Ia merasa kecewa. Dalam
pandangannya setelah membaca surat itu, La vie tidak pernah menganggap dirinya
serius, dan seperti menilai dirinya. Ia tidak suka itu ia tidak suka perasaan
La vie yang terlalu cepat menilainya. Maka, ia memutuskan untuk memindahkan
hatinya ke wanita lain dan berhenti menghubungi La vie.
**
Dua minggu kemudian di stasiun,
mereka kembali bertemu. Namun kali ini tiada sapa. Mereka asyik tenggelam dalam
pikirannya masing-masing. Sama-sama kecewa. Dan kembali menjadi dua orang asing
di sebuah stasiun. Seperti sebuah rel kereta, mereka memiliki banyak
keselarasan, namun tak ditakdirkan untuk bersatu.
**
By: meta morfillah
Inspire from: cerpen yeti aka “di
kantor pos”, dan cerpen dee “firasat”
No comments:
Post a Comment