Dear D,
Penyala semangat menulisku..
Surat ini kutujukan untukmu,
bukan karena aku kehabisan ide untuk siapa lagi surat rindu ini akan kutujukan
(walau itu adalah salah satu alasan). Tapi sungguh, surat ini mampu
membangkitkan rasa rinduku padamu. Rindu masa-masa kita berbagi dunia, dari
sebuah buku lalu berkembang ke tulisan di masa menuntut ilmu dahulu. Ternyata itulah
cikal bakal kecerewetan jemariku di dunia cyber ini (blogging). Yaa… sekarang
ini, jemariku yang ada sepuluh, jauh jauh jaauuuhhh lebih cerewet dibandingkan
mulutku yang hanya ada satu.
Kau yang menaikkan derajat
bacaanku dari teenlit & metropop menjadi filsafat, edukasi humaniora, dan
sastra. Goenawan Muhammad dengan catatan pinggirnya, Mohammad Natsir dengan kapita
selekta, Eiji yoshikawa dengan taiko dan musashinya, dunia sophie, chairil
anwar, dan lainnya. Dulu aku sempat marah dan kesal ketika kau menjejaliku dengan
buku-buku berat dan bahasa yang tak kumengerti itu. Terlebih kau ingat tidak? Ketika
kau memaksaku membaca buku TAIKO dan MUSASHI yang setebal alaihim itu dan
bahasanya ada sastra klasik jepang (semacam puisi) dalam waktu sehari! Ditambah
itu sedang musim UTS atau UAS gitulah. Hebatnya, kau berhasil membuatku
penasaran dan begadang membaca buku itu tepat waktu! Wow… tanpa mengganggu
nilai UTS/UASku. TERIMA KASIH banget looh D, (saat menuliskan ini, rasanya
pengen banget toyor-toyor palamu! Hehe).
Lalu perlahan, kau mengajakku
menulis puisi, berlanjut ke notes-notes Facebook. Setiap hari kita menulis,
saling mengomentari. Puisiku receh, biasa, alay ala gadis-gadis kuliahan. Puisimu
tajam, visioner, setingkat presiden memikirkan rakyatnya bahkan meluas hingga
ke palestina. Aku merangkak mengikuti cara berpikirmu. Kau sungguh objek dan
subjek yang menarik. Luasnya wawasanmu kau bagikan melalui tulisan, padahal
dalam keseharian kau diam. Kini, aku pun menjelma seperti itu. Aku akhirnya tahu,
mengapa kau seperti itu dan terkadang terlihat ingin diam saja tanpa mau
memperlihatkan wawasanmu yang luas itu. Ternyata ada masanya, ada kapasitasnya,
ada tujuannya, aku banyak belajar darimu.
Namun sejak aku meninggalkan
dunia ilmu dan kita jarang bertemu, aku tak tahu lagi kabarmu. Bolehkah aku
bertanya, “Apa kabarmu, D?”.
Salam rindu,
Meta morfillah
semoga ka D baik-baik aja ya kaa :D
ReplyDeleteaaamiiinn :))
ReplyDelete