“Bu, bapak ke mana sih?”
“Kerja lah De, kenapa tiba-tiba
kamu nanyain bapak? Biasanya cuek.”
“Aku mau lihat wajah bapak.”
“Ada apa dengan wajah bapak?”
“Aku lupa wajah bapak, Bu. Habis
bapak pergi dan pulang saat aku masih tidur.”
Ibu tersentak kaget mendengar
perkataan anak gadis bungsunya. Sementara si bungsu berlalu dengan wajahnya
yang cemberut. Gadis kecil yang kritis itu jarang berkata, namun tiap kali ia
berkata seringkali membuat ibunya terbengong-bengong. Takjub. Antara kepolosan
dan kecerdasannya yang melampaui usia si bungsu.
***
Sebulan kemudian..
Tiada yang menyangka, bapak si
bungsu harus tutup usia karena kecelakaan yang menimpanya. Ibunya begitu
histeris menerima kenyataan itu. Tak henti ia menangisi kepergian suaminya. Meratapi
hingga sembab matanya. Kawasan pekuburan yang biasanya sepi, kini ramai oleh
peziarah. Di tengah teriknya mentari, jenazah sang bapak dikebumikan. Satu per
satu peziarah pun mulai meninggalkan keluarga yang tengah berduka tersebut
setelah mengucapkan beberapa kata bela sungkawa. Akhirnya tinggallah si bungsu,
ibu dan kedua kakak laki-lakinya. Melihat si bungsu yang hanya diam menatap
tanah merah di hadapannya, kakak keduanya mencoba menghibur si bungsu.
“De, jangan sedih. Bapak tetap
ada kok bersama kita. Tuh kamu lihat langit, bapak ada di atas sana. Melihat
kita semua,” ujar kakaknya seraya menunjuk langit yang cerah.
Si bungsu menengadahkan kepalanya
ke arah langit yang ditunjuk kakaknya. Dengan wajah polos, tiada tangis sedikit
pun, ia berkata “Kenapa bapak selalu menghindariku ya Kak?”
Kedua kakak dan ibunya tersentak
bersamaan.
“Kok ade bicaranya kayak gitu?”
Tegur ibunya.
Gadis itu mengalihkan
pandangannya dari langit ke mata ibunya.
“Habis, setiap hari bapak jarang
ketemu aku. Pergi dan pulang kerja tiap aku tidur. Sabtu dan minggu pergi
memancing atau tidur seharian. Lalu sekarang bapak pindah ke atas sana,”
tangannya menunjuk langit. “Jadi tambah jauh kan, dan susah ketemu akunya.
Kayaknya bapak memang selalu menghindariku,” wajahnya tampak sedih menahan air
mata.
Mendengar perkataan anak
bungsunya tersebut, sang ibu terdiam. Hatinya teriris pedih. Menyesalkan sikap
suaminya yang kurang peduli pada si bungsu, hanya karena ia tidak menginginkan
anak perempuan.
meta morfillah
No comments:
Post a Comment