Pages

23 October, 2013

[FF] Menghindar



“Bu, bapak ke mana sih?”

“Kerja lah De, kenapa tiba-tiba kamu nanyain bapak? Biasanya cuek.”

“Aku mau lihat wajah bapak.”

“Ada apa dengan wajah bapak?”

“Aku lupa wajah bapak, Bu. Habis bapak pergi dan pulang saat aku masih tidur.”

Ibu tersentak kaget mendengar perkataan anak gadis bungsunya. Sementara si bungsu berlalu dengan wajahnya yang cemberut. Gadis kecil yang kritis itu jarang berkata, namun tiap kali ia berkata seringkali membuat ibunya terbengong-bengong. Takjub. Antara kepolosan dan kecerdasannya yang melampaui usia si bungsu.
***
Sebulan kemudian..

Tiada yang menyangka, bapak si bungsu harus tutup usia karena kecelakaan yang menimpanya. Ibunya begitu histeris menerima kenyataan itu. Tak henti ia menangisi kepergian suaminya. Meratapi hingga sembab matanya. Kawasan pekuburan yang biasanya sepi, kini ramai oleh peziarah. Di tengah teriknya mentari, jenazah sang bapak dikebumikan. Satu per satu peziarah pun mulai meninggalkan keluarga yang tengah berduka tersebut setelah mengucapkan beberapa kata bela sungkawa. Akhirnya tinggallah si bungsu, ibu dan kedua kakak laki-lakinya. Melihat si bungsu yang hanya diam menatap tanah merah di hadapannya, kakak keduanya mencoba menghibur si bungsu.

“De, jangan sedih. Bapak tetap ada kok bersama kita. Tuh kamu lihat langit, bapak ada di atas sana. Melihat kita semua,” ujar kakaknya seraya menunjuk langit yang cerah.

Si bungsu menengadahkan kepalanya ke arah langit yang ditunjuk kakaknya. Dengan wajah polos, tiada tangis sedikit pun, ia berkata “Kenapa bapak selalu menghindariku ya Kak?”

Kedua kakak dan ibunya tersentak bersamaan.

“Kok ade bicaranya kayak gitu?” Tegur ibunya.

Gadis itu mengalihkan pandangannya dari langit ke mata ibunya.

“Habis, setiap hari bapak jarang ketemu aku. Pergi dan pulang kerja tiap aku tidur. Sabtu dan minggu pergi memancing atau tidur seharian. Lalu sekarang bapak pindah ke atas sana,” tangannya menunjuk langit. “Jadi tambah jauh kan, dan susah ketemu akunya. Kayaknya bapak memang selalu menghindariku,” wajahnya tampak sedih menahan air mata.

Mendengar perkataan anak bungsunya tersebut, sang ibu terdiam. Hatinya teriris pedih. Menyesalkan sikap suaminya yang kurang peduli pada si bungsu, hanya karena ia tidak menginginkan anak perempuan. 


meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget