Pages

17 October, 2013

Menyusun istana kenangan

“Mama nyesel tuh, surat-surat cinta dari bapakmu dulu ga mama simpan. Padahal pakai arab gundul nulisnya. Cuma mama dan bapak yang bisa baca, teman-teman seasrama walau bisa ngaji, tetep ga bisa baca surat itu. Semacam sandi di antara mama dan bapak.” Mama mengucapkannya dengan wajah tersenyum dan mata menerawang, mengingat kembali masa lalunya. “Makanya semua tulisanmu dirapikan, siapa tahu ada yang mau nerbitin nanti. Setidaknya buat portofoliomu. Kenanganmu.”

See.. mamaku yang tidak mengerti dunia penerbitan, perbukuan ataupun tulis-menulis mengatakannya dengan gamblang.  Selama ini aku menulis pun atas dasar itu. Untuk mengingat sebanyak mungkin hal yang telah kulewati, sehingga mengurangi luput yang sering kali terjadi padaku. Aku membangun kerajaan besarku, mimpiku dimulai dari kotak kenangan. Istana ingatan yang kubeli dengan waktu yang kusisihkan untuk menulis. Terlebih ketika waktu itu menjadi mahal setelah aku bekerja di perusahaan yang menuntut fokus penuhku.

Setelah membaca buku Sewindu karya Tasaro GK pun, aku semakin menyadari macam penulis apakah aku ini. Yaa… keinginan untuk memiliki sebuah buku begitu menggebu, setidaknya satu buku sebelum mati. Tapi.. nyatanya penerbitan itu memiliki banyak syarat, ribet, berbelit dan membuatku pusing. Seringkali ujung-ujungnya sang penulis harus ikut promo. Nah… mentalku belum sampai ke taraf itu. Aku masih menjadikan menulis sebagai terapi, sarana relaksasi dan berbagi. Belum menuntut untuk mencari nafkah dari sana. Mengapa? Karena aku pun sadar, bahwa ketika kamu telah memutuskan untuk menjadi penulis totalitas, maka kamu pun harus siap menjadi public figure. Siap dikritik, siap diundang ke sana - ke mari, menjadi pembicara, dan lainnya. Segudang aktifitas yang memaksamu untuk tampil all out karenanya. Aku belum bermental seperti itu. Bicara di depan umum masih gagap.  Memperdengarkan suaraku membaca puisi di hadapan orang banyak, perutku rasanya bergolak-golak. Yaa… maka menulis adalah salah satu caraku untuk menyuarakan hal yang tak sempat kuutarakan.

Aku merekam hari-hari di mana aku memilikinya dan menjadi ratunya dalam tulisanku.
Aku menyimpan hari-hari di mana aku tidak ingin mengingatnya dan paling sial dalam tulisanku.
Aku mendendangkan lagu cinta, penyemangat dan penghibur di dalam tulisanku.
Aku berbisik kata-kata sedih, pedih dan lirih dalam tulisanku.
Aku melukismu, dia, mereka dan segala hal dalam tulisanku.
Aku merabaimu, dia, mereka dan segala hal dalam tulisanku.
Aku berimajinasi, membayangkan, menguasai dengan rakus apa-apa yang kuinginkan dalam tulisanku.

Ketika malas menulis, aku kehilangan kesempatan besar untuk mengKAYAkan diriku. Aku merugi.
Ketika malas menulis, aku kehilangan momen denganmu, dia, mereka dan segala hal. Aku merapuh.
Ketika malas menulis, aku hanyalah seonggok daging bernama yang tiada arti. Aku tak berbagi.

Jadi, maukah kalian mulai menulis bersamaku?

1 buku yang telah kujilid dan 1 buku yang belum dijilid

*mungkin ini gila, tapi aku adalah orang terpede yang dengan sangat yakin, menjilid segala tulisanku menjadi sebuah buku. Tanpa diedit. Agar aku tahu perkembangan menulisku, dari diksi, gaya menulis, hingga ke-alay-anku dahulu hehehe*

meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget