“Mama nyesel tuh, surat-surat
cinta dari bapakmu dulu ga mama simpan. Padahal pakai arab gundul nulisnya.
Cuma mama dan bapak yang bisa baca, teman-teman seasrama walau bisa ngaji,
tetep ga bisa baca surat itu. Semacam sandi di antara mama dan bapak.” Mama
mengucapkannya dengan wajah tersenyum dan mata menerawang, mengingat kembali
masa lalunya. “Makanya semua tulisanmu dirapikan, siapa tahu ada yang mau
nerbitin nanti. Setidaknya buat portofoliomu. Kenanganmu.”
See.. mamaku yang tidak
mengerti dunia penerbitan, perbukuan ataupun tulis-menulis mengatakannya dengan
gamblang. Selama ini aku menulis pun
atas dasar itu. Untuk mengingat sebanyak mungkin hal yang telah kulewati,
sehingga mengurangi luput yang sering kali terjadi padaku. Aku membangun
kerajaan besarku, mimpiku dimulai dari kotak kenangan. Istana ingatan yang
kubeli dengan waktu yang kusisihkan untuk menulis. Terlebih ketika waktu itu
menjadi mahal setelah aku bekerja di perusahaan yang menuntut fokus penuhku.
Setelah membaca buku Sewindu karya Tasaro GK pun, aku semakin menyadari
macam penulis apakah aku ini. Yaa… keinginan untuk memiliki sebuah buku begitu
menggebu, setidaknya satu buku sebelum mati. Tapi.. nyatanya penerbitan itu
memiliki banyak syarat, ribet, berbelit dan membuatku pusing. Seringkali
ujung-ujungnya sang penulis harus ikut promo. Nah… mentalku belum sampai ke
taraf itu. Aku masih menjadikan menulis sebagai terapi, sarana relaksasi dan
berbagi. Belum menuntut untuk mencari nafkah dari sana. Mengapa? Karena aku pun
sadar, bahwa ketika kamu telah memutuskan untuk menjadi penulis totalitas, maka
kamu pun harus siap menjadi public
figure. Siap dikritik, siap diundang ke sana - ke mari, menjadi pembicara,
dan lainnya. Segudang aktifitas yang memaksamu untuk tampil all out
karenanya. Aku belum bermental seperti itu. Bicara di depan umum masih gagap. Memperdengarkan suaraku membaca puisi di
hadapan orang banyak, perutku rasanya bergolak-golak. Yaa… maka menulis adalah
salah satu caraku untuk menyuarakan hal yang tak sempat kuutarakan.
Aku merekam hari-hari di mana aku memilikinya dan menjadi ratunya dalam
tulisanku.
Aku menyimpan hari-hari di mana aku tidak ingin mengingatnya dan paling
sial dalam tulisanku.
Aku mendendangkan lagu cinta, penyemangat dan penghibur di dalam
tulisanku.
Aku berbisik kata-kata sedih, pedih dan lirih dalam tulisanku.
Aku melukismu, dia, mereka dan segala hal dalam tulisanku.
Aku merabaimu, dia, mereka dan segala hal dalam tulisanku.
Aku berimajinasi, membayangkan, menguasai dengan rakus apa-apa yang
kuinginkan dalam tulisanku.
Ketika malas menulis, aku kehilangan kesempatan besar untuk mengKAYAkan
diriku. Aku merugi.
Ketika malas menulis, aku kehilangan momen denganmu, dia, mereka dan
segala hal. Aku merapuh.
Ketika malas menulis, aku hanyalah seonggok daging bernama yang tiada
arti. Aku tak berbagi.
Jadi, maukah kalian mulai menulis bersamaku?
1 buku yang telah kujilid dan 1 buku yang belum dijilid |
*mungkin ini gila, tapi aku adalah orang terpede yang dengan sangat
yakin, menjilid segala tulisanku menjadi sebuah buku. Tanpa diedit. Agar aku
tahu perkembangan menulisku, dari diksi, gaya menulis, hingga ke-alay-anku
dahulu hehehe*
meta morfillah
No comments:
Post a Comment