Menarik sekali membicarakan tentang manusia, khususnya
hubungan pria dan wanita. Di sela
pekerjaan yang menumpuk seperti rinduku padamu, aku sempat menguak pendapat
lelaki seniorku di kantor. Berbincang tentang hubungan pria dan wanita dari
sudut pandangnya. Kira-kira seperti ini…
“Kak, kakak kalau dikatain playboy marah ga?”
“Playboy? Atas dasar apa dulu kamu ngatainnya? Coba kita
samakan persepsi dulu, apa definisi playboy menurut kamu?”
“Playboy itu lelaki yang suka tebar pesona atau menjalin
hubungan ke beberapa cewek dalam waktu bersamaan, “
“Ooh.. playboy versiku beda, Met. Kalau menurutku, playboy
itu adalah lelaki yang memanfaatkan wanitanya. Kalau playboy versi kamu, selama
lelaki itu tidak mengambil manfaat dan merugikan wanitanya, serta wanitanya
tidak merasa dirugikan maka bukan playboy namanya.”
“Maksudnya?”
“Gini, misalnya kayak aku sekarang punya wanita
masing-masing di tempat yang berbeda. Tapi kalau lagi jalan sama yang satu ya
aku fokus ke yang satu. Kamu adalah milik pasanganmu yang sedang bersamamu. Lalu
wanita yang satunya misalnya tajir, tapi gak lantas kamu memacarinya agar bisa
dibiayai terus sama dia.”
“Hmm… tapi itu kan kesannya mempermainkan hati sang wanita,
Kak. Apa kakak gak takut karma? Mungkin bukan ke kakak, tapi ke orang yang
kakak sayangi nantinya, seperti anak gitu?”
“Takut sih, Met. Bahkan aku udah pernah ngerasain karma itu
sendiri. Tapi yaa itu risiko. Dan kayaknya itu harus kamu tanyakan ke wanitaku
deh, Met. Kamu wawancarai mereka, riset, kenapa mereka mau sama aku. Padahal udah
jelas-jelas reputasiku dikenal player dan mereka tahu hubunganku dengan wanita
lainnya.”
“….”
“Lagipula Met, lebih baik kamu bertemu lelaki yang seperti
itu. Sudah puas menjelajahi dan merasakan cinta, jadi ketika menikah mereka pun
sudah capek sendiri dan lelah untuk bermain-main. Ini bukan sekadar omonganku
aja loh ya, tapi berdasarkan pengakuan lelaki lain, kakakku, teman-temanku yang
sudah menikah padahal dulunya lebih player daripada aku. Karena semua lelaki
itu pasti akan mengalami fase bajingan dan budiman. Lebih baik bajingan di awal
lalu dia merasakan dampaknya dan jadi budiman. Daripada kamu dapat manisnya di
awal lalu di akhir disiakan.”
“Iya sih ka, aku pun sempat bingung sama almarhum bapakku
dulu. Ketika kakakku membawa pacarnya yang terlihat alim, beliau tidak setuju. Tapi
ketika melihat pacar teman kakakku yang urakan, beliau malah bilang ‘itu lelaki
bagus tuh. Bakal jadi orang dia.’ Padahal aku liatnya malah jelek. Aneh yaa
pemikiran lelaki, Kak!”
“Wajar Met. Seorang bapak kan pernah jadi lelaki juga di
masa mudanya. Kalau anak kalem, baik-baik tapi palsu bakal kebaca sama
bapaknya. Mungkin pacar kakakmu itu keliatan fake, baiknya cuma di depan bapakmu. Gak tahu di belakangnya. Beda sama
yang pacar teman kakakmu, dia urakan, ketemu sama bapak cuek aja, tetap dengan
gayanya. Berarti dia sudah punya identitas jelas dan menunjukkan apa adanya
dirinya. Gak ada yang ditutup-tutupi.”
“Ohh.. gitu ya kak. Maklum aku ga ngerti karena aku
kehilangan sudut pandang lelaki di rumahku sejak bapak meninggal, dan kakakku
lelaki satu-satunya disabilitas. Makanya aku iseng nanya gini ke kakak, karena
kakak kan salah satu pelakunya, yang maaf loh ya kak, di mataku yaa kakak itu
playboy.. heheh..”
“Yaa.. gak apa-apa sih kamu berpikir seperti itu. Coba pikirkan
sebabnya, kenapa wanitanya juga mau tetap menerima playboy ini.. heheh”
“Hahaha… iya ya kak. Padahal wanita adalah makhluk yang
tidak suka diduakan. Sedang lelaki adalah makhluk dengan kecenderungan mendua.”
“Yess..”
“Lalu kak, kenapa lelaki itu kebanyakan baru berani menikah
di usia 30? Padahal rata-rata pasangannya itu sebaya, kan kasihan wanitanya…
mereka kehilangan masa emas kesuburan mereka.”
“Hmm… sebenarnya tergantung orangnya juga Met. Gak semua
harus menunggu usia 30. Aku sendiri target tahun depan. Dengan catatan
menemukan wanita yang kucari. Bisa saja kembali ke mantan pertamaku, atau
mungkin bahkan wanita baru. Tapi kalau boleh memilih sih aku lebih memilih
wanita baru. Jadi aku kembali emmpelajari hal baru, melakukan hal-hal baru
dengannya.”
“Egoisnya lelaki… hahaha..”
“Yaa… pada dasarnya lelaki tetap menginginkan yang terbaik. Saran
untukmu, Met.. kalau ada lelaki yang suka padamu, dia pasti akan mengejarmu
mati-matian. Kalau gak ada kabar seminggu atau dia sempat menghilang tandanya
dia tidak serius padamu.”
“Lalu bagaimana caranya tahu kalau dia serius padaku kak?
Kakak sendiri kalau serius pedekatenya kayak gimana?”
“Yang pasti hindari lelaki yang baru kenal langsung mengajak
nonton dan jalan berdua lalu timbul tenggelam kabar.”
“Loh, kenapa kak? bukannya kebanyakan pasti ngajak nonton
dan jalan ya?”
“Nah itu Cuma cari kesenangan. Beda kalau misalnya dia mulai
dengan antar jemput kamu tapi rutin. Atau menghubungimu dan perhatian sama
detail dirimu. Lambat tapi pasti dan konsisten. Itulah yang serius.”
“Kalau dia ajak aku ke acara, terus dia janji antar jemput
aku itu kategori apa kak?”
“Sebaiknya dia datang jemput dan temui orangtuamu, minta
ijin dan tepat waktu ketika mengantarmu pulang. Misal janji jam 10 malam sampai
rumah, yaa jam segitu kamu sudah diantar pulang, walau acara belum selesai.”
“Ooh.. jadi ada niatan dia kenal sama orangtua atau
keluargaku ya kak?”
“Yess…”
Lalu percakapan terhenti karena distraksi dari rekan kerja
lain dan boss yang meminta ini-itu. Tapi seru juga kan… aku dapat sedikit sudut
pandang lelaki. Intinya adalah tetaplah menjadi wanita yang istiqamah. Karena wanita
yang menjaga diri adalah idaman semua lelaki. Persembahkan keindahanmu hanya
untuk suamimu nanti. Selama akad belum terucap, kita hanya berteman dengan
mematuhi garis batas yang ada. Jangan takut pula, karena jika dia serius
padamu, sesulit apa pun, setinggi apa pun, sejauh apa pun kamu , dia akan
mengusahakan untuk mencapaimu.
Terima kasih kakak, yang sebaiknya namanya tak kusebut
hehehe…
Meta morfillah
No comments:
Post a Comment