Pages

11 June, 2015

[Review buku] Sebelas patriot

Judul: Sebelas Patriot
Penulis: Andrea Hirata
Penerbit: Mizan media utama
Dimensi: xii + 112 hlm, 20.5 cm, cetakan pertama Juni 2011
ISBN: 978 602 8811 52 1

Bermula dari sebuah foto tua, lusuh, dan berbintik yang ditemukan ikal. Foto itu memotret sosok anak lelaki yang sedang memegang piala, namun ekspresi wajahnya tidak tersenyum. Sepotong gambaran itu ternyata menghubungkan masa lalu sang ayah yang pendiam dan masa depan ikal. Ya... anak lelaki itu adalah ayah ikal. Ayahnya yang irit kata dan lekat pada sunyi senyap. Ayahnya yang begitu pendiam. Manalah ikal menyangka bahwa ayahnya itu pernah menjadi kebanggaan di masa lalunya. Menjadi patriot bersama dua saudara lainnya yang mewarnai nasionalisme terhadap Indonesia lewat olahraga sepak bola.

Anak lelaki yang dipaksa kerja rodi menggantikan ayahnya di parit tambang. Ia menemukan surga dalam sepak bola. Dua kali empat puluh lima menit yang sportif, di mana semua bebas, tidak ada yang menjajah. Sayangnya, semua hal hingga sepak bola adalah politik bagi Van Holden, utusan belanda. Kemenangan yang diciptakan anak lelaki dalam foto tersebut, ia sinyalir sebagai tindakan pemberontakan pribumi kepada Belanda. Dalam perlombaan apa pun, belanda harus menang. Juara renang, juara catur, juara bulu tangkis harus mengalah saat melawan belanda. Sayangnya, tim sepak bola anak itu, sebelas patriot, tidak mau mengalah dan memenangkan pertandingan. Tahukah apa kalian akan hukumannya? Mereka semua disiksa dalam tangsi lalu dibuang. Bahkan untuk anak lelaki itu, lututnya dicederai hingga ia tak bisa lagi main bola selamanya.

Dari kisah yang didapatkan itu, ikal mulai memiliki pandangan yang berbeda terhadap ayahnya dan sepak bola. Ia memupuk mimpi untuk menjadi pemain sepak bola profesional di PSSI. Sayang, kandas saat dua langkah lagi mencapai impiannya tersebut. Dalam putus asa tersebut, ayahnya kembali menyemangati dengan kalimatnya nan bijak,

"Prestasi tertinggi seseorang, medali emasnya, adalah jiwa besarnya." (Ayah, hlm. 61)

Dari sana, ikal tetap menyimpan sebuah mimpi terhadap sepak bola. Bahkan ia memiliki filosofi yang dalam tentang permainan sepak bola (hlm. 97) saat ia berada di Spanyol dan berkesempatan menonton langsung pertandingan real madrid, klub favorit ayahnya. Juga membelikan kaos bola bertanda tangan Luis Figo, pemain sepak bola kesukaan ayahnya.

Secara keseluruhan, novel ini begitu ringan, khas gaya bahasa andrea hirata yang agak melayu dan puitis, namun tetap filosofis. Seperti filosofi buah dalam permainan sepak bola yang membuat saya ngakak.

Hanya saja, sedikit mengejutkan bagi saya, mengapa novel ini kurang tenar. Tidak seperti karya andrea hirata yang begitu booming sebelumnya, hingga dibuat film dan diterjemahkan ke berbagai bahasa dan mengusung konsep global marketing: tetralogi laskar pelangi dan dwilogi padang bulan. Kalau saja karena ketidaksengajaan diskusi mengenai karya terbaru andre hirata berjudul ayah, yang baru terbit, saya tak akan tahu tentang novel ini.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang untuk novel ini.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget