Pages

23 June, 2015

#Day23 Orangtua

"Kamu ini masuk angin sudah ke dalon. Ke tulang. Gak bisa disembuhin satu kali, minimal tiga kali urut. Untung loh, kamu masih hidup. Kalau gak kuat ya bisa meninggal langsung. Ke dokter biasanya dirawat, diinfus dan diberi pereda sakit bisa sampai dua minggu. Jatuhnya ini ke jantung. Makanya kamu sesak nafas dan sulit berjalan. Untungnya lagi, kamu tahan kayak mamamu."

Kayak mamamu...

Ujung kalimat yang terdengar indah, membuatku tersenyum meski lemah. Bangga... dibilang kayak mamaku.

***

Selain Rasulullah SAW dan ummahatul mukminin, idolaku tentu saja bapak dan mama. Sosok nyata yang kuteladani hidup hingga meninggalnya. Sosok yang begitu dekat.

Bagiku, orangtua adalah saingan terberat seorang anak. Mengapa? Karena semua pencapaian anak harus lebih sukses dari pencapaian orangtua mereka yang berhasil membesarkan kita hingga seperti ini. Minimal sekali, kita harus mampu mencapai apa yang dicapai orangtua kita saat ini. Dari segi agama, pekerjaan, keluarga, semua hablumminallah dan hablumminannaas, orangtua telah mencontohkan. Karakter bapak yang cool, tidak banyak bicara, meneladankan perilaku. Karakter mama yang bawel, perhatian, dan tetap setia serta konsisten meneladankan perilaku. Dari merekalah, terbentuk diri kita yang saat ini. Karakter yang berbeda, menemukan penyatuannya pada diri kita. Tak aneh, bila kita kadang bersikap lembut namun tegas, kuat namun sesekali rapuh, dan beragam paradoks lainnya.

Maka, saat dibilang mirip dengan orangtuaku (selain wajah tentunya, sebab aku bukan anak tetangga hehe)... bagiku itu adalah sebuah pujian. Minimal, ada sebagian yang bisa kucapai sesuai pencapaian mereka terdahulu. Bahkan akan sangat membanggakan bila sifat-sifat positif unggulan mereka yang melekat pada kita. Seperti sabar, kuat, berpikiran lurus, amanah, baik, dan lainnya.

***

Seperti anak gadis pada umumnya, pada bapak aku menemukan cinta pertama. Sosok lelaki yang bisa melindungi, menyayangi dan membimbingku. Pada mama aku menemukan cinta sejati. Cinta yang tak lekang oleh waktu. Cinta yang tak pernah habis dan selalu menjadi muara pembaruan energi anak-anaknya.

Mungkin memang sudah terprogram dalam setiap diri orangtua secara otomatis bahwa kasih sayang mereka pada anaknya ibarat air yang selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Begitu mudah. Niscaya. Sedangkan, bagi seorang anak... itu adalah hal yang berat, sebab harus melawan arus. Mencoba memberikan cinta dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Butuh banyak usaha. Tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget