Pages

19 June, 2015

#Day19 Usaha dan doa

Teruslah berusaha, sebab kita tak pernah tahu pada usaha keberapa kita akan berhasil.
Teruslah berdoa, sebab kita tak pernah tahu pada doa yang mana Tuhan akan mengabulkan.

Sore kemarin, ada sebuah chat personal di whatsapp dari nomor tak dikenal. Ternyata itu adalah chat dari pimpinan pusdiklat perpusnas tempat penelitian skripsi saya di tahun 2012. Sudah lama sekali saya dan beliau tak berkomunikasi, karena ponsel saya hilang dan nomor beliau pun ikut hilang. Saya gembira sekali saat beliau menyapa, sebab beliau orang yang sangat baik dan begitu excited terhadap skripsi saya. Apresiasi beliau sangat tinggi. Membuat saya merasa air mata yang tumpah, malam-malam begadang, hingga segala kesulitan yang saya rasakan saat membuat skripsi cukup terobati.

Dalam chat itu, beliau menanyakan kabar saya dan to the point menginformasikan bahwa perpusnas membuka lowongan. Beliau menyuruh saya segera memasukkan lamaran ke sana, meski beliau tidak menjanjikan akan diterima. Beliau mendoakan saya semoga diterima untuk tahun ini atau tahun depan. Saya mengiyakan dengan pasti. Dulu, sehabis lulus pun beliau merekomendasikan saya untuk bekerja di pusdiklat perpusnas. Beliau bilang, beliau suka skripsi dan cara kerja saya. Tapi, saat itu perpusnas belum membuka lowongan dan infonya harus menunggu keputusan MENPAN. Maka saya pun bekerja di tempat lain.

Poin yang ingin saya tekankan adalah bukan tentang pekerjaan. Tidak diterima pun bagi saya tak mengapa. Hanya saja, ada beberapa hal yang membuat saya kembali belajar. Pernah dengar kalimat "Tiap kali kamu merasa beruntung, mungkin itu adalah berkat doa ibumu."?

Saya merasakan hal itu. Betapa Allah menggerakkan hati makhluknya, bapak pimpinan itu, untuk mengingat kembali saya, mahasiswa yang hanya beberapa waktu meminta bantuannya. Siapalah saya? Kontak yang terputus sekian tahun, tiba-tiba tersambung kembali. Siapakah tangan tak kasat mata yang menyambungkannya? Saya merasa bahwa tangan Allah sedang bekerja, menyambungkan tali yang terputus. Dan itu bukan karena upaya saya. Saya yakin ada doa-doa yang bekerja di baliknya. Doa yang serupa benang fibrinogen, menjahit segala yang putus. Doa itu besar kemungkinan adalah doa mama saya, meski tak saya abaikan bisa saja doa orang-orang lain yang menyayangi saya.

Selain itu, perasaan diingat oleh seseorang yang menurut saya cukup bereputasi tinggi, menimbulkan kebanggaan dan haru pada diri saya yang bukan siapa-siapa. Maka saya bayangkan kembali, bagaimanakah rasanya bila diingat oleh Allah, sang maha raja di saat hari akhir nanti. Mungkin bisa mati lagi, saking senangnya. Yaa... bahwa ingatan manusia terbatas, maka saat diingat seseorang, terlebih didoakan, menurut saya adalah hadiah terindah. Jauh lebih indah dibandingkan benda lainnya. Mereka menyisihkan waktu, pikiran mereka untuk mengingat kita.

Terakhir, mengingatkan saya akan usaha saat skripsi. Betapa bagi saya waktu tersulit adalah saat bapak meninggal dan saat skripsi. Sejauh ini... itulah yang begitu saya ingat. Momen di mana saya banyak menangis sendirian di malam hari. Momen di mana, pada dua kejadian itu, saya tak tahan menumpahkan air mata seketika di hadapan mama saya, sebab begitu lelah dan merasa tak berdaya. Tapi, tetap saja saya harus berusaha menghadapinya. Berdoa agar diberi penyelesaian. Yaa... di sinilah sangat terasa perbedaan sebuah karya yang dibuat dengan upaya yang besar. Mungkin, saya memang sudah lupa sebagian isi skripsi saya. Tapi, saya tak pernah lupa konteks saat pembuatannya. Sebuah karya yang dibuat sepenuh hati dan diupayakan dalam kejujuran ternyata akan selalu berkesan pada hati lain. Seperti saat ini. Manalah saya pernah menyangka ada orang yang mengapresiasi skripsi saya sedemikian rupa. Ingat sampai bertahun-tahun dan menjadi jembatan beliau untuk mengingat saya. Inilah yang membuat saya kadang cerewet kepada adik-adik yang belum menyelesaikan skripsinya. Agar mereka tetap berusaha menyelesaikan, tapi tetap jujur. Bahkan meski mereka pada akhirnya harus kompre, saya lebih menghargai bila dibuat dengan jujur. Sebab, bukan isi skripsi yang menurut saya penting sekali. Melainkan proses saat pembuatannya. Di mana kita ditempa harus pandai mengelola waktu, sumber daya, bernegosiasi dengan beragam pihak, memenangkan hati serta emosi dosen dan pihak terkait, dan kemampuan soft skills lainnya. Selesaikanlah apa yang kaumulai. Meski sulit. Meski berat. Bukan untuk siapa-siapa. Melainkan untuk dirimu sendiri. Lalu, pelajari kembali perjalanannya... ambil maknanya, dan jadikan pengingat setiap kali kamu dihadapkan sesuatu yang menurutmu sulit.

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget