Pages

30 June, 2015

[Review buku] To kill a mockingbird

Judul: To kill a mockingbird
Penulis: Harper Lee
Penerbit: Qanita
Dimensi: 536 hlm; 20,5 cm; Edisi gold cetakan I oktober 2010
ISBN: 978 602 8579 34 6

"Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya... hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya."

Semua berawal saat ayahnya, Atticus Finch memutuskan menjadi pengacara pembela seorang berkulit hitam--Tom Robinson--yang dituduh memerkosa anak gadis keluarga Ewell--seorang kulit putih. Perlahan Scout dan Jem merasakan ada hal yang berbeda. Kota kecil mereka, Maycoumb County ternyata tak seperti yang mereka kira selama ini. Ketenangan yang biasa mereka dapatkan perlahan berkurang. Banyak kecaman hingga ancaman mewarnai mereka. Sebab stigma negatif di kita kecil seperti Alabama pada tahun 60an masih begitu kuat, bahwa bila ada orang berkulit hitam melawan orang berkulit putih, maka ia pasti kalah.

Dengan sudut pandang seorang gadis kecil berusia delapan tahun, penulis mengemas dengan apik isu politik apartheid (perbedaan warna kulit), keadilan, dan prasangka manusia. Melalui tokoh sang ayah, Atticus, meskipun single parent, berusaha membesarkan kedua anaknya dengan cinta kasih, serta menanamkan hati nurani dan moral tentang keadilan dari perilaku kesehariannya yang tidak membedakan seseorang dari latar belakangnya. Pengacara yang berusaha untuk menegakkan keadilan, sejak dalam pikiran hingga perbuatan. Juga ada twist lain yang disiapkan penulis dan tak pernah disangka, mengenai tetangga pemalu mereka dalam suatu insiden, yang membuat Scout belajar bahwa hidup tidaklah melulu sesuai prasangka kita, hitam dan putih.

Mengenai judul yang sempat membuat saya bertanya-tanya, akhirnya saya temukan dalam halaman 179. Pengingkaran sepihak terhadap Tom si kulit negro, diibaratkan bagai membunuh seekir burung mockingjay--sejenis murai bersuara merdu--yang tak mengganggu hidup manusia. Dan itu dosa.

Akhirnya saya mengerti, mengapa novel klasik ini begitu kuat dan tak lekang oleh zaman. Sebab isinya selalu relevan dan begitu jujur, tanpa diksi yang berlibet. Ringan, bermakna dalam, dengan penggambaran karakter yang kuat, serta setting yang tegas, seakan semua sifat manusia diwakilkan dalam kota kecil tersebut. Sayangnya, sang penulis yang berhasil memenangkan pulitzer karena novel ini, hanya melahirkan satu novel ini saja sepanjang hidupnya. Sungguh masterpiece!

Saya mengapresiasi 5 dari 5 bintang.

"Hanya karena kita telah tertindas selama seratus tahun sebelum kita memulai melawan, bukanlah alasan bagi kita untuk tidak berusaha menang." (Hlm. 153, Atticus)

"Keberanian adalah saat kau tahu kau akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan kau merampungkannya, apa pun yang terjadi. Kau jarang menang, tapi kadang-kadang kau bisa menang." (Hlm. 219, Atticus)

"Tidak perlu menunjukkan semua yang kita ketahui. Itu bukan sikap perempuan terhormat--kedua, orang tak suka kalau ada orang lain yang lebih tahu dari diri mereka. Itu membuat mereka sebal. Kita tak bisa mengubah mereka dengan berbicara secara benar, mereka harus mau belajar sendiri, dan kalau mereka tak mau belajar, tak ada yang bisa kita lakukan kecuali tutup mulut atau berbicara dengan bahasa mereka." (Hlm. 243, Calpurnia)

"Terkadang aku merasa gagal total sebagai orangtua, tapi hanya aku yang mereka punyai. Sebelum Jem melihat siapa pun, dia melihatku lebih dulu, dan aku menciba menjalani hidup supaya bisa balas menatapnya... jika aku bersekongkol untuk hal seperti ini, terus terang aku tak akan mampu menatap matanya, dan bila itu terjadi aku tahu aku akan kehilangan dia. Aku tak ingin kehilangan dia dan Scout karena hanya mereka yang kupunya." (Hlm. 519, Atticus)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget