Pages

30 September, 2015

[Review buku] Rumah tangga

Judul: Rumah tangga
Penulis: Fahd Pahdepie
Penerbit: PandaMedia
Dimensi: x + 286 hlm, 14 x 21 cm, cetakan pertama 2015
ISBN: 978 979 780 813 6

"Kita adalah dua orang biasa yang saling jatuh cinta. Lalu, kita bersandar pada kekuatan satu sama lain. Terus berusaha memaafkan kekurangan satu sama lain.
Kita adalah dua orang yang berbagi rahasia untuk menyublimkan diri masing-masing. Saling percaya dan berusaha saling menjaga.
Kita adalah dua pemimpi yang kadang-kadang terlalu lelah untuk terus berlari. Namun, kita berjanji saling berbagi punggung untuk bersandar, berbagi tangis saat harus bertengkar.
Kita adalah dua orang egois yang memutuskan menikah.
Kemudian, setiap hari, kita berusaha mengalahkan diri masing-masing.
Dengan sejumlah rasa pengertian dan kesepahaman, engkau bersenang hati menghormatiku sebagai suami dan aku berbahagia menyayangimu sebagai seorang istri."

Itu adalah kalimat yang tertera sebagai blurb di belakang cover buku ini. Merupakan penggalan kalimat dari sebuah tajuk dalam beberapa kisah di buku ini. Kalimat yang rendah hati, romantis namun berdaya gigantis, yang menurut saya tak mengherankan bila penjualan buku ini langsung drastis hingga mencapai cetakan kelima dalam waktu kurang dari satu tahun.
Kisah-kisah dalam buku ini sebenarnya seperti catatan harian Fahd tentang perjalanan cintanya hingga menjalani bahtera rumah tangga bersama Rizqa. Diawali dengan pembuka cerita yang mengisahkan tentang akad nikah mereka, lalu napak tilas tentang hubungan mereka yang bahkan terancam gagal menikah karena tak mendapat restu. Tapi dengan satu keyakinan, bahwa Fahd hanya akan menikahi Rizqa, bukan wanita lainnya, maka pernikahan itu pun terwujud. Tentu saja itu adalah awalan, menikah tidak melulu tentang kenikmatan. Ada banyak penyesuaian yang membutuhkan kesabaran bagi dua insan tersebut. Mungkin mudah untuk mereka meleburkan diri, tapi tidak mudah meleburkan dua keluarga mereka. Terlebih seiring waktu berjalan, bertambahnya personil--anak--keluarga mereka, yang membelajarkan mereka untuk pandai membagi cinta dengan adil. Ada cinta orangtua pada anaknya, dalam hal ini ayah dan ibu Fahd yang bijak menasihatkan kalimat dan pengalaman hidup yang mereka alami. Itulah... kisah cinta sederhana yang dibagi oleh penulis.

Beberapa kisah pernah saya baca dalam status facebook atau blog penulis. Ya, saya mengenal tulisan Fahd sejak ia masih lajang dan memakai nama pena Fahd Djibran. Memang belum semua karyanya saya baca, tapi saya menyukai gaya tulisan dan pilihan katanya yang terasa jujur, sederhana namun dalam. Setelah membaca karyanya ini, saya merasa Fahd semakin matang, baik secara kepribadian, pemikiran dan cara bercerita atau menulisnya. Saya semakin suka.

Secara alur, kisah dalam buku ini seperti potongan-potongan ingatan yang cukup urut berdasarkan kronologisnya. Dari awal akad, flashback ke masa pacaran, lalu pernikahan, flashback ke kisah cinta orangtua fahd, punya anak pertama, adik fahd yang menikah, anak kedua dan ditutup dengan ending refleksi pernikahan selama lima tahun. Gaya berceritanya pun ada yang melalui kisah, surat, puisi dan bahkan nyanyian. Saya temui sedikit typo dan cetakan yang agak berbayang di halaman awal. Namun secara overall, saya suka dan merekomendasikan buku ini bagi Anda semua, baik yang belum, akan, atau sudah menikah. Oh ya, buku ini cukup quotable menurut saya, jadi izinkan saya membagikannya yaa... heheh

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Bagaimana rasanya bila seseorang yang paling kaucintai berjalan ke arahmu, dengan pakaian dan riasan terbaiknya, menggenapkan langkah-langkah kecilnya untuk berjanji sehidup-semati menemanimu dalam sedih atau bahagia untuk selama-lamanya? Bagaimana rasanya bila langkah-langkah itu kian dekat, semakin dekat, dan semakin dekat lagi, hingga membuat dadamu berdebar hebat? Sementara, tatap mata dan senyuman terbaiknya hampir membunuhmu dalam kebahagiaan?" (Hlm. 2)

"Mencintaimu adalah berhenti mengandaikan semua hal baik yang tak ada dalam dirimu sekaligus memaafkan semua hal buruk yang ada dalam dirimu." (Hlm. 17)

"Kelak, jangan bercita-cita membelikan rumah untuk istrimu, bercita-citalah untuk tinggal bersama dan hidup berbahagia dengannya, selama-lamanya." (Hlm. 36)

"Aku menemukan diriku dalam dirimu, lalu aku tak memerlukan penjelasan apa-apa lagi untuk mencintai dan menyayangimu." (Hlm. 57)

"Cara Tuhan tidak mengabulkan sebagian doa kita adalah untuk mengabulkan doa-doa kita yang lainnya. Tuhan maha tahu mana yang paling baik bagi kita, sementara kita hanya bisa mengira-ngira." (Hlm. 109)

"Cinta itu sederhana. Selalu sederhana. Kadang-kadang kita hanya perlu memastikannya. Dengan cara yang sederhana." (Hlm. 174)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget