Pages

12 September, 2015

[Review buku] Please look after mom

Judul: Please look after mom
Penulis: Kyung sook shin
Penerbit: Gramedia pustaka utama
Dimensi: 296 hlm, 20 cm, cetakan keempat april 2015
ISBN: 978 602 03 1540 9

Kisah diawali dengan hilangnya ibu di Stasiun Seoul. Saat itu musim panas, menjelang perayaan ulang tahun ayahnya yang akan dirayakan sekaligus dengan ulang tahun ibunya--yang sebenarnya sebulan setelah ulang tahun sang ibu. Sepasang suami istri tua itu berangkat dari desa ke kota demi mengunjungi anak-anak mereka yang telah dewasa dan sibuk, hingga tak bisa menjemput. Saat sang suami bergegas naik ke gerbong kereta bawah tanah dan mengira istrinya mengikuti di belakangnya, ternyata setelah beberapa stasiun, barulah ia sadar istrinya tertinggal di stasiun. Berbagai cara ditempuh untuk menemukan sang ibu/istri/ipar tersebut. Selama masa pencarian, satu per satu mereka teringat hal-gal di masa lalu yang kini membuat mereka menyadari betapa pentingnta peran sang ibu bagi mereka dan betapa sedikitnya mereka mengenali sosok sang ibu, bagaimana perasaannya selama ini, apa harapan dan mimpi-mimpinya.

Dalam lima bagian dan sudut pandang berbeda, penulis mengisahkan kenangan tentang sang ibu sebelum menghilang. Pertama, di mata Chi hon, anak perempuan sulung yang merupakan anak ketiganya yang berprofesi sebagai penulis ternama dan belum juga menikah. Dengan sudut pandang kedua, seakan pembacalah yang menjadi Chi hon, sosok ibu digambarkan dengan begitu tegar dan menyembunyikan sakitnya yang begitu serius seorang diri.

Kedua, dengan sudut pandang ketiga, penulis mengisahkan sosok ibu di mata Hyong Chol, anak lelaki sulung. Betapa banyak mimpi dan janji Hyong Chol untuk membalas budi ibunya yang terlupakan dan belum diwujudkan.

Ketiga, dengan sudut pandang kedua, penulis membuatmu seolah-olah menjadi sang ayah, atau suami dari ibu/istri yang menghilang tersebut. Perlahan suami tersebut menyadari akan peran besar istrinya yang selama ini setia melayaninya, meski ia pernah berkhianat.

Keempat, dengan sudut pandang orang pertama, mengambil sosok sang ibu yang hilang itu sendiri. Ia seperti roh yang melayang dari tubuh yang sekarat, sedang mengunjungi orang-orang yang disayanginya. Bahkan, ia menyimpan sebuah rahasia. Dosa termanisnya, bahwa ia membangun persahabatan dengan seorang lelaki duda yang perlahan juga ia cintai. Namun keduanya tetap saling menjaga kehormatan meski saling merindukan. Juga perasaan sesungguhnya pada sang anak perempuan kedua, si bungsu yang kini telah menjadi ibu tiga orang anak di Amerika; kakak iparnya yang lebih seperti ibu mertuanya; suaminya; dan anak-anaknya yang lain. Bahwa ia menyadari waktunya sudah dekat untuk meninggalkan dunia ini.

Kelima, dengan sudut pandang kedua, penulis mengakhiri kisah ini dari sudut pandang Chi Hon yang juga memulai kisah dengan sudut pandangnya. Tentang kepergian Chi hon ke santiago dan akhirnya menemukan rosario dari kayu merah yang dipinta ibunya sebelum menghilang. Rosario khusus dari negeri terkecil, yakni vatikan. Setelah 9 bulan ibunya menghilang, kali pertamanya ia berupaya untuk merelakan dan berdoa pada Tuhan, "Kumohon, Jagalah Ibu."

Penulis begitu cerdas memainkan alur dan tak tanggung menggunakan semua sudut pandang: pertama, kedua, dan ketiga. Alur maju mundurnya pun begitu mengalir. Konflik batin dan beragam hubungan kekeluargaan yang digambarkan terasa realistis. Berkali membuat saya tertegun, serasa #ngejlebb. Saat membacanya pun, hati saya terasa diiris, pedih, dan membuat saya menangis.

Saya rekomendasikan buku ini untuk dibaca. Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Kau tidak pernah berhenti menyebutnya Ibu. Sampai sekarang, setelah Ibu hilang. Saat menyerukan kata 'Ibu', kau ingin percaya bahwa dia sehat-sehat saja. Bahwa Ibu tetap tabah, tidak kebingungan. Bahwa Ibu adalah orang yang ingin kaupanggil setiap kali kau sedang menghadapi masalah di kota ini." (Hlm. 27)

"Bagaimana kau bisa hidup kalau tidak menaruh percaya pada orang lain? Lebih banyak orang-orang yang baik daripada yang jahat!" (Hlm. 92)

"Kata orang, rumah yang di dalamnya ada orang tua bisa kelihatan dari luar. Katanya rumah itu menjadi bau. Perempuan bisa mengurus diri sendiri dan tetap hidup, tetapi laki-laki jadi sengsara kalau hidup seorang diri. Bahkan, kalau pun kau ingin hidup lebih lama, setidaknya jangan lebih lama daripada aku. Kau akan kuberi pemakaman yang layak, lalu aku akan mengikutimu ke alam baka--aku bisa." (Hlm. 168)

"Rumah adalah benda yang sangat aneh. Benda-benda lain jadi semakin usang kalau sering digunakan, tetapi tidak demikian halnya dengan rumah. Bahkan rumah yang bagus pun akan hancur dengan cepat kalau tidak ada yang mampir mengunjunginya. Rumah hanya terasa hidup kalau ada orang-orang yang tinggal di dalamnya, menyentuhnya, menjadi penghuninya." (Hlm. 245)

"Kau membandingkan dirimu dengan Ibu, akan tetapi Ibu sungguh tak bisa dibandingkan dengan apa pun." (Hlm. 286)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget