Pages

07 September, 2015

[Review buku] Re-code your change DNA

Judul: Re-code your change DNA
Penulis: Rhenald Kasali
Penerbit: Gramedia pustaka utama
Dimensi: xviii + 272 hlm, cetakan keempat juli 2007
ISBN: 978 979 22 2589 1

Manusia terdiri atas DNA yang memiliki karakteristik. Di buku ini, penulis ingin menyampaikan gagasannya tentang mere-code change DNA (DNA perubahan) yang banyak terbelenggu akan persepsi serta ketakutan akan hal yang belum pasti. Memang tidak mudah, namun semua dimulai dari hal kecil, diri sendiri dan sedikit orang, dan tentunya dari sekarang!

Di bagian pertama, yang terdiri dari  bab 1 dan 2, penulis memulai dengan penjelasan mengapa perubahan dirasakan sulit serta jawabannya yakni Change DNA.

Di bagian kedua, yang terdiri dari bab 3 dan 4, penulis menghadirkan pemaparan global beberapa pribadi unggul dalam pembaharuan dan memberikan semacam alat tes untuk menguji diri pembaca, apakah mereka memiliki tingkat change DNA yang tinggi, atau rendah. Saya sendiri mengetes diri saya melalui tools sederhana tersebut di bab 4. Terdiri dari enam pernyataan untuk lima kategori yang disingkat OCEAN. Opennes to experience (keterbukaan pikiran/pengalaman hidup), Conscientiousness (keterbukaan hati dan telinga), Extroversion (keterbukaan diri), Agreeableness (keterbukaan terhadap kesepakatan), dan Neuroticism (Keterbukaan terhadap tekanan).

Di bagian tiga, yang terdiri dari bab 5 dan 6 penulis menyajikan pemaparan dalam mengenai 4 tokoh yang dirasa mewakili change DNA. Serta memberitahukan cara re-code change DNA dimulai dari re-code individu dan re-code leader yang akhirnya menghasilkan kepemimpinan transformasi.

Di bagian empat, yang terdiri dari bab 7 penulis memberitahukan cara mere-code organisasi dengan menghancurkan belenggu institusi.

Di bagian lima, yang terdiri dari bab 8, penulis memberitahukan cara mere-code the critical mass yakni dengan memulai dari hal-hal yang kecil (rahasia membangun change agents).

Di bagian enam, yang terdiri dari bab 9 dan 10, penulis merefleksi kembali betapa tidak mudahnya perubahan serta hambatan yang biasanya ada di lapangan (menyangkut persepsi, realita, waktu, proses berpikir, feedback positif, dll).

Lalu ditutup dengan sebuah ilustrasi negara angan-angan sebagai epilog yang dikaitkan dengan empat filosofi perubahan: life cycle (tumbuh organik), evolusi (bersaing untuk hidup), dialektik (oposisi/konflik), dan teleologi (melihat jauh ke depan).

Seperti yang sudah dikenal, penulis pun sering melanglang buana dengan artikelnya di media massa dan aktif dalam rumah perubahan. Gaya bahasanya ringkas dan mudah dicerna. Pengemasan karyanya pun tidak sembarangan, memakai kertas majalah yang menegaskan branding premium/niat sekali. Beragam intisari pemikiran diramu menjadi sesuai konteks permasalahan di Indonesia.

Meski agak saya temukan promo tentang CNI yang beberapa kali disounding... hehe. Juga cukup banyak typo yang agak mengecewakan saya.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Kala kita bodoh, kita memang ingin menguasai orang lain. Tetapi kala kita bijak, kita ingin menguasai diri sendiri." (Hlm. vi)

"Oleh karena itu marilah kita beri semangat kepada siapa saja yang tengah berikhtiar melakukan perubahan. Beri terus mereka semangat. Kalau mereka masuk lumpur, jangan ditertawakan, tetapi dibantu. Ditarik beramai-ramai. Didorong ke depan agar terus bersemangat dan berjalan di trek yang benar." (Hlm. 62)

"Untuk berhasil dalam perubahan, Anda harus mengetahui tiga hal yaitu: apa-apa saja yang harus dibuang, apa-apa saja yang harus dipertahankan, dan kapan harus mengatakan 'tidak'. Dan untuk mengatakan 'tidak', Anda harus memiliki kapasitas untuk mengatakan 'Ya'." (Hlm. 72)

"Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah kita tidak dapat melakukan perubahan sepptong-sepotong, melainkan harus menyeluruh dan terintegrasi. Kita tidak bisa hanya tahu manusia dan organisasi saja, tapi juga harus tahu komunikasinya. Selama kita hanya membongkar satu aspek saja, maka perubahan belum akan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Dan lebih dari itu, kita harus mengubah cara kita memandang persoalan dan cara kita berpikir. Kita juga perlu memahami bahwa ada seni yang harus kita gunakan untuk membuat manajemen mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Kita pun harus berani tidak populer dengan memulai segala sesuatunya dari yang kecil-kecil, melalui sedikit orang yang mungkin tidak diduga banyak orang. Sebuah pekerjaan terhormat kadang baru dihargai ketika hasilnya dapat dinikmati banyak orang. Pekerjaan terhormat tidak cukup diakui dari niatnya saja." (Hlm. 259)


Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget