Pages

12 September, 2015

[Review buku] Maaf, bila aku membencimu

Judul: Maaf, bila aku membencimu
Penulis: Nurhayati Pujiastuti
Penerbit: Lingkar Pena
Dimensi: 106 hlm, 18 cm, agustus 2004
ISBN: 979 98216 9 X / 979 3651 10 5

Menjadi seorang istri tidaklah mudah. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Lies. Meski statusnya seterang purnama, bahkan ia telah memiliki anak berusia 5 tahun bernama Bunga, Baskoro yang lebih muda 5 tahun darinya tetap saja menyatakan keseriusannya dan ingin menikahinya. Semua ini terjadi sebab, Baskoro melihat sendiri perlakuan tidak baik suami Lies--Yus yang merupakan pelukis wanita telanjang--kepada Lies. Bunga sendiri lebih menyayangi Baskoro dibanding ayahnya yang gemar memukuli ibunya. Konflik batin tokoh utama semakin terasa saat ujian bekerja. Awalnya Lies disuruh melepas jilbab demi menjabat sekretaris. Namun kegigihannya mempertahankan jilbab itu--meski melawan kakak perempuannya--berbuah manis. Bahkan sangat manis, sebab bosnya yang masih lajang dan diincar banyak wanita ternyata juga serius mencintai dan ingin menikahinya.

Melihat novel ini diterbitkan tahun 2004, di mana konteks isu masih banyak perusahaan yang menolak karyawati berjilbab, membuat novel ini cukup bagus. Konflik batinnya sendiri, pergumulan seorang istri yang baru saja mereguk hidayah di dua tahun terakhir pernikahannya dan berusaha mengeja ikhlas membuat saya salut. Kalimat-kalimat pendek, ringkas, beragam tokoh berdialog dan cepat berganti semakin menghidupkan karakter tokohnya. Betapa tidak mudah mempertahankan sebuah komitmen pernikahan seorang diri, ditambah dua godaan yang begitu deras dan memiliki kubu pendukungnya masing-masing. Geregetan pun ada, saat saya membayangkan betapa naifnya sang tokoh, sekaligus kagum dan ingin menirunya. Hahaa... ironis ya!
Buku ini menyadarkan saya kembali mengenai pernikahan, bahwa tidak selamanya terlihat baik dan betapa harus diperjuangkan oleh keduanya. Sebab, bila sendiri akan begitu berat... maka pantas diganjar surga. Komitmen selalu menjadi hal terakhir yang menyatukan dua insan saat cinta hilang. Saat yang indah-indah dalam kepala ternyata harus runtuh pelan tapi pasti.

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Tapi, terkadang yang baik memang bukan untuk kita, kan? Bertemu dengan orang baik tapi saya sudah bersuami dan komitmen istri terhadap suaminya toh harus dipegang teguh." (Hlm. 19)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget