Pages

01 September, 2015

[Mentoring] 29 Agustus 2015

Mentoring, 29 agustus 2015

Hari Sabtu yang tak biasa. Kali pertama aku menghadiri mentoring di Masjid Al Ghifari Pasca IPB. Biasanya di rumah murabbi yang dekat dari rumahku di Cimahpar. Kali pertama pula anggotanya mencapai enam orang. Biasanya hanya aku dan duo upin ipin (Hanif dan Fauziyyah). Untuk kali pertama bertemu Citra, dan kali kedua bertemu Sulis dan Nila. Kali pertama pula Bu Evi tak bisa hadir, sehingga kami mentoring sendiri.

Agenda utamanya adalah membahas program mentoring ke depan. Tapi hal itu akan terasa begitu garing. Sehingga kami pun saling berbagi hal yang bisa dibagi. Ngalor ngidul obrolannya, tapi tetap tentang agama dan kebaikan.

Diawali dengan Citra yang berkata, "Hati-hati kalau berdoa. Ini kejadian nyata. Nenekku dari ibu mengalaminya. Ia mengadu sama ustad tentang kelakuan anak bungsunya, omku, yang begitu sulit diatur. Lalu ustadnya menjawab, ibu benar-benar enggak sanggup lagi dengan anak ibu itu? Kalau memang begitu, setiap habis salat ibu doakan dia, sebut namanya dan ucapkan innalillahi wa inna ilaihi raajiun. Nenekku pun mempraktikkannya. Tidak lama, omku jatuh sakit dan meninggal. Nenekku mengadu lagi pada ustad. Ustad pun bilang, allah mengabulkan doa ibu. Anak adalah amanah allah. Kalau ibu tidak sanggup menerima amanah tersebut, ya harus dikembalikan lagi ke allah."

"Ya allah. Astagfirullah..." Hampir semua dari kami yang mendengar bereaksi sama.

Lalu Ziyah berkata, "Kalau aku mau sharing tentang karakter muslim. Aku lupa hadisnya, nanti aku share di grup ya. Intinya adalah begini, misalkan ada teman kita lagi kesusahan mengenai dana, lalu dia berniat menjual ponselnya. Nah, dia menawarkan kita pertama. Seringnya adalah, otomatis kita menawar lebih rendah dari harga yang dia berikan. Padahal Rasul menyuruh kita untuk melebihkan dari harga yang diajukan, itu bila kita punya rezeki ya. Atau minimal kita tidak usah menawar. Apalagi kalau memang kita tidak mau dan mampu membelinya. Sebab, dengan menawar itu, kita hanya akan menambah kesusahannya. Padahal ia sudah menjaga diri dari meminta-minta. Muslim yang baik adalah yang menolong saudaranya."

"Hmm... semoga kita semua bisa memberi lebih ya pada yang kesusahan."

Sulis pun berbagi cerita, "Kalau aku pernah dengar ceramah bahwa kalau kita memiliki teman yang baiiiikkk banget, diapa-apain pun tetap baik, sampai kadang kita sebagai temannya yang suka merasa gemas melihat dia dizalimi. Lalu kita bilang ke dia, bahwa sesekali boleh membalas perlakuan tidak baik itu. Jangan terlalu baik jadi orang. Sesungguhnya kita tidak boleh bersikap seperti itu. Boleh jadi, sabarnya mereka akan lebih mendekatkan diri kepada Allah dan memudahkan pengabulan doa-doa mereka. Maka, kita jangan menjadi penghalangnya, dengan memanas-manasi dia agar membalas dan kehabisan sabar. Seharusnya kita malah mendukungnya."

"Hmm.. sabar memang tidak ada batasnya." Kata Ziyah.

"Manusialah yang memberikan batas pada sabar itu. Ketidaksabaranlah batasnya." Sambung Hanif.

"Duo upin ipin yang kompak!" Kataku.

Masih banyak hal-hal yang kami bicarakan. Lengkapnya aku sudah agak lupa. Tapi satu hal yang pasti, aku menyayangi keluarga baruku ini. Meski baru 3 bulan bersama, mereka sudah seperti adik-adikku sendiri. Bahkan aku banyak belajar pada mereka. Hampir semua punya adik binaan, aktif, serta peduli pada agama dan sekitar. Hanya aku yang belum berani dan masih fakir. Muraja'ahku masih kurang, pergaulanku dengan lawan jenis masih suka bercampur, adik binaan tidak punya--malah yang kutakutkan bukannya membina, aku malah membinasakan bila diamanahkan adik-adik binaan. Jadi, aku mencoba berdakwah dengan cara yang kubisa. Seperti menulis apa yang kudapat tiap pekan dari lingkaran ini.

*catatan pribadi penulis

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget