Pages

24 September, 2015

Menjadi dewasa

Dewasa adalah saat kamu mampu menerima konsekuensi dari pilihanmu, tanpa mengeluh apalagi menyalahkan.

Seperti menerima konsekuensi mengikuti kegiatan amal yang menguras energi, waktu, pikiran dan dana yang kamu miliki. Lalu saat orangtuamu meminta haknya dari dirimu, dalam keadaan remuk dan payah, kamu berusaha tampil kuat semata agar orangtuamu tak mengkambinghitamkan kegiatan amal yang kamu ikuti. Kamu tahan rasa lelah dan payah itu bulat-bulat.

Seperti konsekuensi saat kamu memilih mengendarai motor untuk kemudahan mobilitasmu meski harus bertentangan dengan nasihat orangtuamu. Lalu kamu jatuh berdarah, sangat sakit rasanya, tapi kamu abaikan dan kamu tutupi semata agar orangtuamu tidak menyalahkan pilihanmu naik motor dan tidak menuruti nasihatnya.

Seperti konsekuensi kamu menolak pacaran dengan pilihan orangtuamu dan lebih memilih sendirian hingga datang seseorang yang paham cara yang baik untuk memulai sebuah bahtera. Namun semua selalu kandas di tengah upaya baikmu, kamu tahan pedihnya hati dan selalu tampakkan keceriaan, seakan itu hanya episode kecil yang tak berarti banyak bagi hidupmu. Semata agar orangtuamu tak menyesalkan pilihanmu yang menurutnya aneh dan tak biasa di zaman ini, yang di matanya kamu seperti melewatkan banyak kesempatan pada mereka yang memujamu. Berandai kalau saja kamu mau pacaran.

Seperti konsekuensi keuanganmu yang terbatas semenjak kamu memilih meninggalkan kantoran demi menemani orangtuamu satu-satunya. Kamu tahan sakit hatimu, terutama egomu yang dulu bisa kamu penuhi dari uangmu sendiri, semata demi meneguhkan diri bahwa janji Allah itu pasti jika kamu berusaha ikhlas memuliakan orangtua.

Menjadi dewasa itu tidaklah mudah. Seringkali, membuatmu rindu akan alam rahim. Saat kamu begitu nyaman dalam kegelapan kandungan kasih sayang ibumu. Atau saat kanakmu, di mana kamu bisa berlari ke pelukan ibu dan bersembunyi di balik punggung ayah saat kamu tak mampu menghadapi masalahmu sendiri.

Menjadi dewasa... haruslah berdiri di kaki sendiri, menelan bulat-bulat kekecewaan dan segala konsekuensi dari pilihanmu... tanpa sedikit pun mengeluh apalagi menyalahkan keadaan.

Meta morfillah
Masih belajar mengeja kedewasaan.

No comments:

Post a Comment

Text Widget