Pages

02 September, 2015

[Review buku] Orang-orang proyek

Judul: Orang-orang proyek
Penulis: Ahmad Tohari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Dimensi: 224 hlm, 21 cm, januari 2007
ISBN: 909 22 2681 1

Menjadi kepala pelaksana proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor bagi Kabul--insinyur teknik sipil yang juga mantan aktivis kampus--merupakan pekerjaan yang berat. Ia yang dibesarkan dengan nilai-nilai arif kehidupan oleh Bapa dan Biyung dalam kesederhanaan, harus menghadapi banyaknya "permainan" yang terjadi dalam proyek. Mulai dari banyaknya pungutan liar, mutu bahan bangunan yang tidak sesuai konsep, hingga intrik politik sebuah partai zaman orde baru yang mendesak agar seluruh kepentingan partai tersebut dipenuhi. Beban psikologis nyata dan acap kali menjadi konflik batin bagi Kabul.

Beruntunglah, dalam dirinya mengalir darah Bapa dan Biyung, dan kehadiran Pak Tarya yang menenangkan cukup membuatnya mempertahankan prinsip hidupnya. Kekecewaan pun kerap menghinggapi hati Kabul, terutama saat ia melihat sendiri seniornya di kampus yang juga merupakan atasannya sudah menjadi orang tamak kepanjangan tangan partai tersebut, dan Basar, teman kuliahnya yang juga mantan aktivis yang kini menjadi KaDes tak bisa menolak tegas beragam himpitan dari orang berkuasa di partai.

Tidak hanya idealisme yang tak sejalan dengan realita, Kabul juga dipelikkan oleh urusan perasaannya kepada Wati--sarjana, anak anggota DPRD yang bekerja sebagai admin di proyeknya.  Sanggupkah Kabul bertahan pada idealismenya? Mampukah Kabul menepis anggapan bahwa orang proyek adalah tukang suap, tukang kongkalikong, apa saja bisa dilakukan asal dapat untung tanpa peduli mutu baku, dengan membangun jembatan yang sungguh sesuai konsep awal dan memenuhi dambaan lama penduduk setempat?

Ini adalah karya kedua Ahmad Tohari yang saya baca setelah Ronggeng Dukuh Paruk. Membaca karyanya selalu membuat saya berpikir lebih dalam tentang kenyataan negeri yang saya cintai ini. Dengan latar tahun 1991, saat menjelang PEMILU dan rezim raksasa orde baru yang mengatasnamakan pembangunan di segala sektor, penulis menggambarkan secara detail karakter hingga kesulitan yang dialami masyarakat kecil. Korupsi yang termanifestasi dalam segala bentuk: harta, waktu, hingga gelar kesarjanaan hingga kemiskinan dan kebodohan yang kerap tak bisa dipisahkan. Beragam kekecewaan dan tuntutan perubahan dengan mempertahankan nilai-nilai kearifan dalam hidup seperti nafas dalam karya penulis.

Banyak sekali kalimat yang sederhana namun menohok hingga membuat saya malu ketika membacanya. Berharap agar saya tidaklah menjadi bagian yang dimaksudkan saat penulis menceritakan hal-hal yang kurang tentang bangsa ini. Meski ada sedikit typo dan beberapa bahasa jawa yang tak saya pahami karena tidak ada terjemahannya, saya amat suka buku ini. Secara tersirat, penulis pun berani mengkritik rezim yang pernah menguasai negeri ini begitu lama. Benarlah... bahwa kekuasaan tidak akan berlangsung lama. Rasanya ingin sekali saya membuat para sarjana teknik sipil dan kementerian pekerjaan umum membaca buku ini.

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Pada dasarnya kebanyakan orang masih dilekati watak primitif, yakni lebih mementingkan diri sendiri alias serakah." (Pak Tarya, hlm. 19)

"Kemiskinan harus dihilangkan. Namun tidak harus dengan dendam pribadi. Dan karena kemiskinan erat dengan struktur maupun kultur masyarakat, menghilangkannya harus melibatkan semua orang dalam semangat setia kawan yang tinggi." (Hlm. 32)

"Bukankah harapan, sekecil apa pun, adalah kebutuhan hidup?" (Pak Tarya, hlm. 63)

"Jangan anggap enteng orang-orang tertindas tapi hanya bisa diam. Sebab yang ngemong, Gusti Allah, ada di belakang mereka..." (Pak Tarya, hlm. 136)

"Mengapa banyak insinyur dari generasi berikut lebih suka memilih sikap pragmatis, baik dalam karier maupun kehidupan pribadi? Mungkin karena zaman sudah berubah. Pragmatisme sudah nyata hadir, sehingga orang-orang idealis tampak sebagai makhluk aneh, lucu, bahkan bloon." (Kabul, hlm. 148)

"Hidup tanpa tahu makna kehidupan samalah dengan kerbau. Mending kerbau, dagingnya halal dimakan. Sedangkan daging manusia tentu haram." (Hlm. 192)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget