Pages

30 August, 2015

[Review buku] The time keeper

Judul: The time keeper (sang penjaga waktu)
Penulis: Mitch Albom
Penerbit: Gramedia pustaka utama
Dimensi: 312 hlm, 20 cm, cetakan kedua agustus 2014
ISBN: 978 602 03 0714 5

OH MY ALLAH... aku jatuh hati lagi sama Mitch Albom. Sebelumnya buku dia yang begitu menarik adalah "Five people you meet in heaven" yang menceritakan konsep surga bagi lima kisah, lima orang (yang sepertinya konsep ini mirip dengan konsep tere liye ketika menulis novel Rindu. Tentu mitch albom duluan yang nulis haha) dan "Tuesday with Morrie" (english version yang saya baca di PERPUSNAS RI. Sebab versi terjemahan katanya kurang bagus, saya belum pernah sih baca yang terjemahannya). Meski awalnya saya baca TWM (ini khilaf terkeren saya, baca novel english di perpusnas dan selesai dalam waktu 3 jam, disertai sempat menulis quote-quote di buku catatan. Haha!) baru TFPYMIH dan buku mitch lainnya, saya selalu merekomendasikan TFPYMIH lebih dahulu. Buku-buku mitch lainnya biasa saja menurut saya. Tapi, di buku The Time Keeper ini, saya menemukan euforia itu kembali! Cerdas sekali! Mitch begitu lihai menggunakan bahasa yang mudah dipahami untuk menjelaskan sesuatu yang serius dan berat: tentang waktu.

Buku ini menceritakan tentang manusia pertama yang menghitung waktu di bumi, bernama Dor. Dari waktu yang begitu jauh jaraknya dan secara logika tak mungkin akan ada persinggungan kehidupan dengan manusia di masa depannya--setelah melewati ribuan tahun--Dor tertakdir mengubah takdir dua orang. Takdir yang sesungguhnya adalah untuk membuat ia sendiri menyadari takdirnya. Dor--yang kelak akan menjadi Sang Penjaga Waktu--merasa bingung dan frustasi saat ia diberikan 'hukuman' oleh lelaki tua dari surga dengan pengasingan yang begitu lama di dalam gua dan terpaksa mendengarkan beragam suara permohonan orang-orang tentang waktu. Ada yang meminta dilebihkan, ada pula yang meminta agar waktu dikurangi bahkan dihentikan!

Begitu pun dengan Sarah Lemon dan Victor Delamonte. Mereka tak pernah berpikir bahwa kehidupan mereka yang tidak saling mengenal satu sama lain ternyata akan berkelindan begitu erat dan mengubah dunia. Sarah yang meminta agar waktu berhenti, dan Victor yang meminta agar waktu lebih banyak dan dirinya abadi, saling mengenal berkat Dor. Pada akhirnya, mereka membantu Dor menggenapi takdir Dor untuk dihabiskan bersama Allie, dengan meresapi waktu, bukan lagi menghitungnya.

Konsep waktu yang dikemas oleh Mitch ini membuat saya kembali berpikir, yaa... apakah sebenarnya waktu itu? Sedang apa kita di dunia ini? Bertanya tentang waktu sesungguhnya menanyakan tentang eksistensi kita sebagai makhluk fana yang tak akan pernah mampu menguasai waktu. Pada akhirnya, Mitch mengingatkan kita pada kekuasaan tak berbatas, yakni kekuasaan Tuhan. Meski berbeda dengan Tuhan yang saya yakini. Religiusitas Mitch selalu tergambar dalam karyanya, karena memang dia penganut gereja yang taat (dengar-dengar sih begitu). Buku seperti ini, yang mengajak kita merenungi kembali arti hidup, menurut saya sangat layak direkomendasikan untuk dibaca. Ringan banget kok bahasanya, tidak sejelimet gaya berpikir einstein. Meski alur yang digunakan maju mundur, kamu tidak akan tersesat kok... kan ada sang penjaga waktu. Hehee...

Hmm... cuma yang saya bingung sinopsis di cover belakang buku, kok bilang buku ini fabel ya? Bukannya fabel itu cerita dengan tokoh hewan yang bertingkah seolah-olah berkarakter manusia? Sedangkan menurut saya novel ini semacam fantasi atau dongeng manusia yang membentang dari zaman pra aksara hingga modern zaman film MIB.

Menariknya lagi, ada satu buah lagu di buku ini yang dijelaskan untuk menegaskan perasaan tokoh Sarah di beberapa halaman, yang merupakan lagu kesayangan almarhum bapak saya. Judulnya "The end of the world", sering saya dan bapak nyanyikan saat karaokean, waktu saya masih kecil. Jadi, saya juga merasakan sedikit kebangkitan kenangan (istilah apa nih? Haha).

Saya rekomendasikan buku ini untuk dibaca. Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Bahwa keterikatan pada benda-benda hanya akan membawa kesedihan." (Victor, hlm. 76)

"Tetapi apa pun yang diciptakan manusia, Tuhan sudah lebih dulu menciptakannya." (Hlm. 100)

"Ada sebabnya Tuhan membatasi hari-hari kita."
"Mengapa?"
"Supaya setiap hari itu berharga." (Hlm. 288)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget