Pages

22 August, 2015

[Review buku] Segenggam iman anak kita

Judul: Segenggam iman anak kita
Penulis: Mohammad fauzil adhim
Penerbit: Pro-U media
Dimensi: 288 hlm, 2013
ISBN: 978 602 7820 07 4

"Karena tak ada lagi yang berguna sesudah kita tiada kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan."

Untuk mendapatkan doa anak yang saleh tentunya mereka harus menjadi pribadi yang saleh terlebih dahulu. Maka apakah yang harus kita perhatikan agar kesalehan mereka mengakar dan membuahkan doa untuk orangtua? Jawabannya adalah iman.

Seyogyanya orangtua harus sadar akan pentingnya membekali anak-anak mereka dengan landasan tauhid/iman yang kokoh, membangun jiwa anak, dan tidak cepat berpuas diri dengan hanya meningkatkan kemampuan kognitif mereka. Sekadar cerdas dan terampil saja belumlah cukup. Mengagungkan kreativitas dapat menjadi bumerang. Pun demikian bila orangtua menilai bakat/kejeniusan secara berlebihan.

Buku ini mengupas tentang dasar keimanan sebelum beragam ilmu dan informasi yang perlu diterima anak. Dengan beragam pemaparan hasil riset yang ilmiah dan kekinian seputar parenting, penulis juga meluruskan beragam kesalahan metode dan teori yang terlanjur populer, padahal hanya mitos. Disebutkan pula buku-buku teori parenting yang menjadi acuan untuk dibaca di halaman 212. Membuat saya ingin membacanya, seperti buku "50 great myths of popular psychology" dan "Science and pseudoscience in clinical pshychology" karya Scott O. Lilienfeld, Ph. D dan kawan-kawan. Juga buku "Sudden genius?" Karya Andrew robinson dan "Talent is overrated" karya Geoff Colvin.

Dibagi menjadi lima bab, dengan judul menjadi orangtua untuk anak kita, membekali jiwa anak, menghidupkan al quran pada diri anak, sekadar cerdas belum mencukupi, dan menempa jiwa anak menyempurnakan bekal masa depan. Bab keempatlah yang paling saya suka, karena dekat dengan latar belakang saya yaitu pendidikan. Seperti penjelasan tingkat kognitif dimulai dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, dan evaluasi yang dijelaskan di halaman 180-182. Itu adalah taksonomi bloom dengan enam tingkatan kognitif, ya... satu tingkatan tertinggi yang tidak dijelaskan dalam buku ini adalah c6, yakni create (kemampuan anak untuk mencipta). Belum lagi berbagai cara belajar melalui definisi teoritis, fungsional, dan operasional di halaman 186-189. Juga tentang pentingnya bahasa, yang berhubungan erat dengan mental sebuah masyarakat dan merupakan kunci membangun segala kecerdasan di halaman 245. Hampir di tiap bab disuguhi tulisan lepas penulis yang ringan, seperti catatan, renungan, dan artikel yang makin menambah daya tarik buku ini.

Dengan gaya bahasa yang ringan dan menyentuh, berkali saya disadarkan akan hal-hal fundamental dalam parenting. Tidak hanya diterapkan untuk anak sendiri, tapi juga bisa diterapkan untuk anak kecil terdekat seperti ponakan, tetangga, bahkan anak didik jika Anda merupakan pendidik, serta refleksi atas pendidikan orangtua saya dahulu yang membentuk diri saya kini. Bahwa ada masa depan anak-anak yang jauh lebih penting, yakni masa depan akhirat.

Saya suka pada gaya penulis membuka wawasan dan saya merekomendasikan buku ini, sangat layak dibaca. Meski ada sedikit typo, tapi keseluruhan sangat oke.

Saya apresiasi 5 dari 5 bintang.

"Rasa sakit dalam persalinan merupakan sesuatu yang mempunyai tujuan, penuh manfaat, dan memiliki sangat banyak keuntungan, misalnya mempersiapkan ibu untuk mengemban tanggung jawab mengasuh bayi yang baru lahir." (Hlm. 30)

"Sungguh, tugas orangtua dan guru bukanlah mempersiapkan anak-anak memiliki prestasi akademik yang menakjubkan. Tugas mereka adalah membimbing anak agar mencintai ilmu, sehingga dengan kecintaan yang besar itu mereka akan bersemangat dalam belajar." (Hlm. 42)

"Masa kecil anak-anak itu tak lama. Sesudah berlalu masa yang ia selalu merindukanmu, ia akan kuat menapakkan kaki sendiri menyusuri dunia. Pada saatnya kita akan tua, renta, dan sesudah itu berpindah ke alam barzakh. Maka, apakah arti masa kecil anak-anak itu bagimu?" (Hlm. 55)

" Mulai sekarang, simpanlah kata 'seandainya' di laci lemari dapur. Tak perlu dibuka. Kata 'seandainya' hanya bermanfaat untuk merumuskan masa depan, lalu kita secara serius melakukannya. Bukan untuk meratapi masa lalu, bukan pula untuk berpanjang angan-angan." (Hlm. 78)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget