Pages

25 August, 2015

[Review buku] Galuh hati

Judul: Galuh Hati
Penulis: Randu
Penerbit: Moka media
Dimensi: vi + 294 hlm, 12.7 x 19 cm, cetakan I Jakarta 2014
ISBN: 978 979 795 816 9

Abul tak pernah menyangka pertemuannya di malam terakhir hidup Kai Amak akan mengubah jalan hidupnya. Kai Amak, pendulang intan terkaya di desa Cempaka dikabarkan meninggal esok paginya. Ia meninggalkan misteri tentang Galuh Hati dan kisah masa lalunya terkait Antas dan Sarah pada Abul. Mungkin itu semua tidak akan mengubah hidup Abul, bila tidak ada Gil. Abul hanya akan menyesali dirinya yang tidak diperbolehkan mendulang intan oleh orangtuanya, malah menjaga warung dan bersekolah. Persis seperti banci, hina dalam pandangan mata warga Cempaka. Semua berubah, bersama Gil, Abul yang awalnya skeptis mulai optimis menyusuri jejak Galuh Hati yang dianggap mitos.

Apa yang mereka temui ke depannya begitu mencengangkan. Betapa dari desa kecil di Kalimantan Selatan seperti Cempaka ini menyimpan kisah hingga ke Leiden, Belanda. Juga kisah menyedihkan tentang nasib para pendulang intan terbaik di dunia, yakni di Cempaka yang malah tak diketahui, malah lebih terkenal Martapura. Semua berkelindan menjadi satu. Galuh hati menyimpan begitu banyak misteri. Tentang cinta, persahabatan, dan pengkhianatan. Dan hampir saja, Galuh hati mengambil korban, yakni diri Abul yang hampir mati saat menyusuri jejaknya.

Novel ini sangat keren untuk unsur lokalitasnya. Saya seperti menyelami kehidupan keluarga pendulang intan di desa kecil yang tak terkenal, Cempaka. Budaya, mitos, hingga nasib masyarakat di sana tersaji begitu nyata. Membuat saya ingin melihat sendiri apakah benar desa bernama Cempaka ini ada di Kalimantan Selatan? Meski ada satu halaman terakhir yang menampilkan foto para pendulang intan, tetap saja saya penasaran. Proses mendulang intan pun digambarkan dengan baik, meski saya masih kurang familiar membayangkan persis alat-alat yang dimaksud seperti linggangan.
Terlepas dari semua itu, cerita ini sangat menarik. Alur dan klimaks yang disajikan pun cukup menegangkan. Bagi yang suka novel detektif, novel ini cukup menghibur dan memiliki twist yang bagus. Hanya menyisakan beberapa pertanyaan, seperti bagaimana hidup Gil setelahnya? Di prolog, saya sempat berekspektasi bahwa Gil akan mati, tapi nyatanya ia tak dijelaskan keadaannya di ending. Juga rasa tidak percaya saya, bahwa anak tunagrahita bisa bertindak sebegitu normal, cerdas bahkan hebat sebagaimana Gil. Dia bisa bertindak seakan-akan detektif sherlock holmes dengan kecakapan dan kelihaian berbicara serta membaur yang sangat bagus. Saya memiliki kenalan dokter yang memiliki anak tunagrahita dan saudara yang juga sama. Nampaknya mereka tidak sampai senormal Gil. Terakhir, saya lebih penasaran pada endingnya, keadaan Antas. Apakah itu khayalan Abul? Terasa agak dipaksakan memberi ending yang sedikit bahagia.

Ada beberapa typo yang cukup mengganggu bagi saya.

Saya apresiasi 4 dari 5 bintang.

"Kau tidak akan pernah menjadi seorang pecinta yang baik dengan mengorbankan seseorang." (Hlm. 65)

"Jangan pernah protes dengan keterbatasan orangtuamu, dengan apa yang telah diberikan orangtuamu kepadamu. Mungkin itu semua yang terbaik punya mereka." (Hlm. 132)

"Dia memang kadang-kadang cerewet, selalu mencari-cari kesalahanku, meributkan hal-hal kecil yang kuperbuat, menuntutku bersikap adil dengan membela orang yang tidak kusukai, tapi pada akhirnya Ibu selalu berada di pihakku. Ibu selalu ada untukku. Selalu." (Hlm. 200)

"Kebahagiaan yang berlebihan adalah sebuah penarik kedukaan." (Hlm. 236)

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget